Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Save Our Sea: Menunggu Kiprah Kaum Muda Bangkitkan Millennial Tourism

Oleh: Dwi Mukti Wibowo, Pemerhati masalah ekonomi, sosial, dan kemanusiaan

Save Our Sea: Menunggu Kiprah Kaum Muda Bangkitkan Millennial Tourism Kredit Foto: Antara/Hendra Nurdiyansyah
Warta Ekonomi, Jakarta -

Globalisasi mempermudah negara-negara melakukan interaksi secara bebas dan luas. Walaupun bersifat baik namun tetap ada dampak negatifnya. Salah satunya adalah perusakan lingkungan.

Manusia hidup di dunia ini sangat tergantung dengan lingkungan. Mereka tidak bisa dipisahkan dan saling berhubungan satu sama lain. Rusaknya lingkungan memiliki ancaman yang besar jika kita tidak bisa melestarikannya, bukan hanya bagi diri sendiri melainkan juga masyarakat lainnya. Kondisi ini harusnya menyadarkan kita semua, termasuk generasi muda atau sekarang dikenal sebagai generasi milenial, sudah selayaknya peka dan berperan aktif dalam upaya perlindungan dan pelestarian lingkungan hidup.

Baca Juga: Meminjam Kacamata Milenial

Kenapa bisa begitu? Karena generasi milenial merupakan generasi yang berbeda dan super kreatif di antara generasi sebelumnya. Mereka mempunyai berbagai cara menarik untuk dijadikan pembelajaran sekaligus menjaga lingkungan.

Era globalisasi sekaligus juga menjadi peluang dan tantangan perubahan model bisnis pariwisata yang berbasis pelestarian lingkungan. Di era millennial tourism, wisatawan milenial akan terus tumbuh dan menjadi pasar utama. Diproyeksikan pada 2030, pasar pariwisata Asia mendominasi wisatawan milenial berusia 15 tahun hingga 34 tahun mencapai hingga 57 persen. Di China kaum milenial akan mencapai 333 juta orang, Filipina 42 juta wisatawan, Vietnam 26 juta anak muda, Thailand 19 juta, dan Indonesia mencapai 82 juta generasi milenial.

Selanjutnya, perlu dipikirkan bagaimana tren millennial tourism dan ekonomi digital pariwisata, serta upaya menjadikan kaum milenial sebagai pemeran utama yang menjadi kunci sukses dalam menghadapi perubahan. Dengan demikian, upaya mengarahkan kaum milenial pada kegemaran mereka untuk berwisata, berpetualang, dan mengaktualisasi diri melalui kegiatan yang menyangkut kelestarian alam sekaligus menjaganya dari kerusakan menjadi relevan dan signifikan.

Ciri Milenial dari Beberapa Aspek

Siapa yang disebut generasi atau kaum milenial? Berdasarkan teori Mannheim, para sosiolog di Amerika Serikat membagi manusia ke dalam beberapa generasi, yakni Generasi Era Depresi, Generasi Perang Dunia II, Generasi Pasca-PD II, Generasi Baby Boomer I, Generasi Baby Boomer II, Generasi X, Generasi Y (milenial), Generasi Z, dan yang terbaru saat ini adalah Generasi Alpha.

Pembagian di atas diukur berdasarkan rentang tahun kelahiran. Meskipun masing-masing punya definisi rentang tahun umum yang berbeda, namun pada umumnya tidak terlalu jauh. Milenial adalah kelompok demografi setelah Generasi X. Tidak ada batas waktu yang pasti untuk awal dan akhir dari kelompok ini. Para ahli dan peneliti biasanya menggunakan awal 1980-an sebagai awal kelahiran kelompok ini dan pertengahan tahun 1990-an.

Ada tiga ciri utama generasi milenial (terutama yang di perkotaan), yaitu confidence; mereka ini sangat percaya diri, berani mengemukakan pendapat, dan tidak sungkan-sungkan berdebat di depan publik. Kedua, creative; mereka biasa berpikir out of the box, kaya akan ide dan gagasan, serta mampu mengomunikasikan ide dan gagasan itu dengan cemerlang.

Ketiga, connected; yaitu pandai bersosialisasi terutama dalam komunitas yang mereka ikuti, serta aktif di media sosial dan internet.

Sementara, menurut hasil studi Boston Consulting Group (BCG) bersama University of Berkley tahun 2011 di Amerika Serikat adalah: minat membaca secara konvensional kini sudah menurun karena milenial memilih membaca lewat smartphone; milenial wajib memiliki akun media sosial sebagai alat komunikasi dan pusat informasi; milenial pasti lebih memilih ponsel daripada TV karena apapun bisa mereka temukan di telepon genggam; milenial menjadikan keluarga sebagai pusat pertimbangan dan pengambil keputusan mereka.

Dari sisi inovasi, generasi milenial memiliki peluang dan kesempatan berinovasi sangat luas. Terciptanya ekosistem digital berhasil menciptakan beraneka ragam bidang usaha yang mampu memberi dampak ekonomi yang besar. Kehadiran bisnis e-commerce karya milenial Indonesia mampu memfasilitasi milenial yang memiliki jiwa wirausaha untuk semakin berkembang.

Berbagai contoh inovasi inilah yang membuktikan bahwa generasi milenial Indonesia mampu mewujudkan kemandirian secara ekonomi. Dari sisi pendidikan, generasi milenial juga memiliki kualitas yang lebih unggul. Selain mempunyai minat untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, mereka juga menyadari jika pendidikan merupakan prioritas utama.

Dengan kondisi seperti ini, Indonesia patut optimistis terhadap berbagai potensi yang dimiliki oleh generasi milenial. Pola pikir yang terbuka, bebas, kritis, dan berani adalah suatu modal yang berharga. Ditambah penguasaan dalam bidang teknologi, pasti akan menumbuhkan peluang dan kesempatan berinovasi.

Menurut Yoris Sebastian, ada beberapa keunggulan dari generasi milenial, yaitu ingin serba cepat, mudah berpindah pekerjaan dalam waktu singkat, kreatif, dinamis, melek teknologi, dekat dengan media sosial, dan sebagainya.

Youth Lab (sebuah lembaga studi mengenai anak muda Indonesia) melakukan penelitian di lima kota besar di Indonesia (Jakarta, Bandung, Makassar, Medan, dan Malang). Hasil penelitian menyebutkan generasi milenial memiliki karakter yang jauh lebih kreatif dan informatif, serta memiliki cara pandang yang berbeda dengan generasi sebelumnya. Generasi ini dilahirkan dan dibesarkan pada saat gejolak ekonomi, politik, dan sosial melanda Indonesia.

Deru reformasi mampu memberikan dampak yang mendalam bagi generasi milenial. Generasi tersebut tumbuh menjadi individu-individu yang open minded, menjunjung tinggi kebebasan, kritis, dan berani. Hal tersebut juga didukung dengan kondisi pemerintahan saat ini yang lebih terbuka dan kondusif.

Dalam aspek bekerja, Gallup (2016) menyatakan para milenial dalam bekerja memiliki karakteristik yang jauh berbeda dibandingkan dengan generasi-generasi sebelumnya, di antaranya adalah (1) para milenial bekerja bukan hanya sekedar untuk menerima gaji, tetapi juga untuk mengejar tujuan (sesuatu yang sudah dicita-citakan sebelumnya), (2) milennial tidak terlalu mengejar kepuasan kerja, namun yang lebih diinginkan adalah kemungkinan berkembangnya diri mereka di dalam pekerjaan tersebut.

(3) Milenial tidak menginginkan atasan yang suka memerintah dan mengontrol. (4) Milenial tidak terpikir untuk memperbaiki kekuranganya, tapi lebih berpikir untuk mengembangkan kelebihannya. (5) Bagi milenial, pekerjaan bukan hanya sekedar bekerja namun bekerja adalah bagian dari hidup mereka.

Halaman:

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Cahyo Prayogo

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: