Hutan Lindung (HL) merupakan kawasan terlarang untuk dirambah. Namun, keberadaannya yang kaya akan hasil hutan sangat menggiurkan bagi masyarakat untuk masuk bahkan memanfaatkan lahan yang ada.
Hutan Lindung Angkola di Tapanuli Selatan contohnya, saat ini diduga telah dirambah oleh masyarakat dengan ditemukannya pemukiman dan lahan perkebunan dan pertanian di dalamnya. Untuk mencegah hal itu terus meluas, Conservation International, organisasi nirlaba yang fokus pada perlindungan hutan melakukan pembinaan kepada masyarakat yang bermukim di sekitar hutan lindung.
Baca Juga: 200 KK Buka Lahan Ilegal dalam Hutan Lindung Angkola
Salah satu desa yang menjadi fokus kegiatan itu adalah Desa Bina Sari, di Kecamatan Angola Selatan, Kabupaten Tapanuli Selatan. CI Indonesia mengaja masyarakat desa dengan 160 KK itu untuk membuat paket kesepakatan perlindungan hutan.
Sarmaidah Damanik, forestree coordinator Conservation International (CI) Indonesia mengatakan, dalam paket tersebut, mengajak masyarakat sepakat tidak melakukan perluasan kawasan hutan di hutan lindung, perburuan satwa di hutan lindung, mengambil hasil hutan bukan kayu tanpa izin, dan menjaga sempadan sungai, melakukan patroli bulanan dan aksi sosial di hutan lindung.
"Dari 160 KK baru 48 KK yang bersedia menandatangani paket kesepakatan tersebut," ujar Sarmaidah.? ?
Dari kesepakatan tersebut, ada beberapa benefit yang diberikan kepada masyarakat, antara lain CI Indonesia melakukan pembinaan pembuatan bibit tanaman dan pembuatan kompos. Ada beberapa jenis bibit yang direncanakan, seperti aren, duku, durian, dan manggis. Tahap pertama pembuatan dimulai tahun 2018 sebanyak 14 ribu bibit durian.
Setelah ditanam, bibit tersebut diperkirakan akan dapat mulai dipanen setelah 4 tahun. Harapannya dengan program tersebut dapat meningkatkan perekonomian masyarakat desa tersebut tanpa merambah hutan lindung. Dari pembibitan masyarakat bisa menjual ke luar atau menanam di areal hutan untuk bisa diambil hasilnya atau agroforestry.
"Untuk ini (penanaman tanaman di hutan lindung), CI sedang mendorong pemerintah untuk membuat skema perizinan perhutanan sosial," imbuh Sarmaidah.
Lasmaoli Gultom, salah satu masyarakat yang menandatangani kesepakatan tersebut mengungkapkan, asal muasal masyarakat mendiami lokasi itu saat sejak 1996 saat bergabung dengan kelompok Sarikat Islam dan mendapatkan lahan seluas 2,5 hektare per KK. Lahan tersebut mereka tanami tanaman sawit. Saat mata pencaharian belum ada, masyarakat mencari ikan dan kayu.
"Tapi tahun 2006 terjadi banjir bandang yang menelas korban 5 orang. Dari situ kami sadar perlunya perlindungan hutan," ungkap Lasmaoli.?
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Agus Aryanto
Editor: Puri Mei Setyaningrum
Tag Terkait: