Kawasan Hutan Lindung (HL) Angkola di Tapanuli Selatan, Sumatera Utara diduga diduduki sejumlah masyarakat. Selain berdiam di dalam hutan, masyarakat juga melakukan kegiatan berkebun dan bertani, seperti menanam karet, padi, dan cabai.
Adanya aktivitas masyarakat di hutan lindung itu diungkapkan Sarmaidah Damanik, forestree coordinator Conservation International (CI) Indonesia di Tapanuli Selatan, Senin (3/2/2020).
Hutan lindung dimaksud memiliki luas 10 ribu hektare berada di wilayah Kecamatan Angkola Selatan, Sayurmatinggi, dan Batang Angkola. Namun, tidak diketahui dari mana masyarakat tersebut berasal.
Baca Juga: Ibu Kota Dipindah, Hutan Lindung di Kaltim Bakal Digunduli?
Keberadaan masyarakat di hutan lindung tersebut baru-baru ini dipergoki oleh relawan polisi hutan binaan CI yang bekerja menjaga kawasan tersebut dalam dua tahun terakhir. Sahrul, salah satu anggota relawan polisi hutan, mengatakan, bertemu dengan beberapa warga yang sedang beraktivitas.
"Ada sekitar 200 KK, tidak tahu berapa luas lahan yang dibuka, tapi satu orang ada yang punya 10 hektare lahan," ungkap Sahrul.
Beberapa tanaman diduga kuat ditanam oleh masyarakat yang tinggal secara ilegal di dalam hutan lindung itu, seperti karet, cabai hingga padi. Masyarakat membawa hasil panen keluar hutan kemudian menjual ke pasar.
Sarmaidah, mewakili CI Indonesia, lembaga yang fokus pada pencegahan alih fungsi hutan itu mengatakan, menindaklanjuti temuan tersebut, pihaknya sedang berkoordinasi dengan pihak terkait, dalam hal ini Dinas Kehutanan Kabupaten Tapanuli Selatan untuk membuat aturan. Secara hukum, hutan lindung tidak boleh atau ilegal.
Sebab hutan lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah.
Baca Juga: Menolong Negara Tetangga, Indonesia Kirim Tim untuk Bantu Atasi Kebakaran Hutan Australia
CI sendiri mengaku tidak memiliki kewenangan untuk mengusir masyarakat yang melakukan aktivitas di dalam hutan lindung itu. Relawan polisi yang bertemu dengan masyarakat hanya bisa mengingatkan bahwa membuka lahan di dalam hutan itu dilarang. Namun, CI mendorong pemerintah agar membuat skema perizinan perhutanan sosial sehingga masyarakat bisa beraktivitas di dalam hutan.
"Itupun yang diambil hanya hasil hutan, bukan kayu seperti madu, dan jasa lingkungan," tegas Sarmaidah.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Agus Aryanto
Editor: Rosmayanti
Tag Terkait: