Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Menuju Sawit Berkelanjutan, 706 Petani Ikuti Sekolah Lapang

        Menuju Sawit Berkelanjutan, 706 Petani Ikuti Sekolah Lapang Kredit Foto: Agus Aryanto
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Seluruh perkebunan sawit di Indonesia saat ini wajib memiliki Indonesian Sustainable Palm Oil System (ISPO) dan Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO). Bagi perusahaan untuk mendapatkan sertifikat itu mungkin mudah karena administrasi yang lengkap dan modal yang besar. Namun, bagaimana dengan petani mandiri?

        Untuk mewujudkan sertifikasi ISPO dan RSPO bagi petani mandiri, Conservation International (CI) Indonesia bekerja sama dengan pemerintah Tapanuli Selatan menjalankan program dengan target sertifikasi sedikitnya untuk 1000 petani mandiri. Dari target tersebut, saat ini telah ada 706 petani yang sedang dalam tahap mendapatkan sertifikat tersebut.

        Baca Juga: Pekebun Sawit di 2020: Harga TBS Teruslah Bersahabat!

        Salah satu kegiatan yang harus dilalui oleh petani sebelum mendapatkan sertifikat adalah sekolah lapang. Isner Manalu, Volcafe Project Manager Conservation International (CI) Indonesia menjelaskan, melalui sekolah ini para petani diajarkan menciptakan kebun yang berkelanjutan dengan memanfaatkan apa yang ada di sekitarnya (alam).

        "Seperti pengendalian gulma, pembersihan lingkungan, pemupukan, pembuatan kompos, dan pengendalian penyakit," jelas Isner.

        Program yang dijalankan sejak 2018 lalu itu diawali dengan mengadakan training of trainer kepada para kader petani andalan yang terdiri dari 15 penyuluh pertanian lapangan (PPL) dan 27 kader. Setelah terampil, mereka bisa ke kelompok tani masing-masing dan melanjutkan sekolah lapang itu bersama angota kelompoknya.

        Adapun yang diajarkan dalam program tersebut ada 9 modul, di antaranya good agricultural practices, modul konservasi, pentingnya hutan, pemanasan global, agro ekosistem, fungsi hutan untuk lingkungan, dan modul sertifikasi ISPO. Satu modul diajarkan dalam 1 kali pertemuan, satu pertemuan dilaksanakan 1 minggu sekali.

        Menurut Isner, saat ini sudah ada 706 petani yang tergabung dalam program tersebut. Petani tersebut berasal dari 17 kelompok tani di Kecamatan Angkola Selatan, Batang Toru, dan Muara Batang Toru.

        Hetty Tambunan, Communication dan Outreach CI Indonesia menambahkan, target dari program itu adalah 1000 petani untuk mendapatkan sertifikat ISPO yang ditargetkan selesai pada tahun 2023 mendatang. Tiga ratus (300) petani lainnya ditargetkan akan terkumpul dalam tiga tahun ke depan. Sementara, 700 petani yang sudah bergabung akan mengikuti tahap berikutnya melengkapi administrasi, salah satunya legalitas lahan.

        Menurut Hetty, proses mendapatkan sertifikat ISPO dan RSPO memerlukan proses panjang. Legalitas menjadi tahap yang paling sulit. Selain itu, petani juga harus tergabung dalam organisasi petani formal yang berbadan hukum.

        "Ini (legalitas lahan) persoalan yang paling besar," ujar Hetty.

        Banyak petani takut menyerahkan fotokopi sertifikat tanah miliknya karena disalahgunakan. Untuk mengatasi persoalan tersebut, CI Indonesia berkoordinasi dengan pemerintah untuk ikut menyosialisasikan pentingnya program tersebut dan meyakinkan petani bahwa sertifikat akan aman.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Agus Aryanto
        Editor: Puri Mei Setyaningrum

        Bagikan Artikel: