Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Banting Stir dari Jurusan Kuliah, Kisah Pendiri Uniqlo Sangat Inspiratif

        Banting Stir dari Jurusan Kuliah, Kisah Pendiri Uniqlo Sangat Inspiratif Kredit Foto: Dictio
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Usai mengenyam pendidikan dengan jurusan politik di Universitas Waseda pada 1971, Tadashi Yanai memutuskan untuk banting stir menjadi 'penjahit' dan tidak ingin menjadi politikus. Keputusannya itu kini menjadi keputusan terbaik yang diambil olehnya.

        Jika saat itu Yanai melakoni apa yang ia pelajari di bangku kuliah, mungkin ia tidak akan menjadi orang terkaya di Jepang.

        Bisnia yang dirintis oleh Yanai pada tahun 1984 kini menghantarkannya menjadi orang terkaya nomor 1 di Jepang.

        Baca Juga: Setelah Gim dan Sosmed, Induk PUBGM Rencana Sasar Pasar Ritel

        Dikutip Forbes di Jakarta, Senin (10/2/2020) Yanai berhasil menduduki posisi nomor 1 di Jepang pada 2019 dengan total kekayaan sebanyak USD24,9 miliar. Sementara di deretan orang kaya dunia, Yanai berada di posisi 41. Raksasa ritel fesyen Uniqlo lah yang menjadi sumber terbesar kekayaan Yanai.

        Lulus dari universitas bergengsi pada tahun 1971, Yanai memutuskan untuk bekerja di sebuah supermarket bernama Jusco. Keluarganya memiliki bisnis jahit yang semula ia enggan untuk membantu. Namun, akhirnya Yanai pulang dan membantu mengelola bisnis jas dan dasi milik ayahnya tersebut.

        Dari situlah insting fesyen Yanai mulai terasah. Tahun 1984, Yanai meluncurkan toko pakaian pertama miliknya.

        Di Hiroshima, Yanai menamai tokonya Unique Clothing Warehouse. Selang satu tahun kemudian, Yanai mulai menambah cabang tokonya. Ia pun mengubah nama tokonya menjadi Uniqlo.

        Dikutip dari MoneyWeek di Jakarta, Senin (10/2/2020), Yanai mengisahkan konsep awal Uniqlo yakni pada era 1980an, Yanai terinspirasi salah satu merek favoritnya yakni M&S (Marks & Spencer). Toko pakaian tersebut menghadirkan koleksi busana basic untuk semua kalangan, dari mulai miliuner hingga pekerja biasa.

        Konsep itulah yang akhirnya ia bawa untuk menghidupkan Uniqlo. Konsep pakaian basic bahkan masih menjadi guideline Uniqlo hingga saat ini.

        Kepada Japan Forward, Yanai mengisahkan 'evolusi' dalam usaha yang dia rintis.

        "Pada 1991, saya mengumpulkan semua karyawan di kantor pusat. Saat itu, kami memiliki 29 toko dan saya mengumumkan akan mengganti nama perusahaan menjadi Fast Retailing," kisahnya.

        Yanai pun berambisi akan memperluas jaringan toko miliknya dengan menambah 30 cabang setiap tahun dan memiliki 100 toko dalam 3 tahun. Dia berencana untuk IPO jika bisa mencapai target tersebut.

        Bahkan, rencana IPO pun berhasil Yanai wujudkan 3 tahun setelah dia melakukan perubahan nama. Tepatnya pada tahun 1994, Fast Retail mencatatkan saham di Bursa Efek Hiroshima. Hingga saat ini, Yanai dan keluarga menguasai 44 persen saham Fast Retailing.

        Setelah berhasil melantai di bursa, 7 tahun kemudian yakni 2001 Uniqlo membuka gerai pertamanya di luar pasar Jepang.

        Pada 2001, Yanai resmi memasuki pasar ritel fesyen di London Inggris. Dan terus melebarkan sayap ke seluruh dunia dari mulai Amerika Serikat, China hingga Indonesia. Tahun 2018, Uniqlo pun sudah memiliki 1.241 toko yang tersebar di seluruh dunia.

        Meski sudah menginjak usia kepala 7, tampaknya Yanai belum surut untuk berbisnis. Hal ini lantaran pada akhir 2019 lalu, Yanai mengumumkan untuk mundur dari SoftBank Group sebagai anggota dewan independen yang merupakan perusahaan orang kedua terkaya di Jepang, Masayoshi Son.

        Usai 18 tahun bergabung dengan SoftBank, Yanai mundur untuk fokus pada bisnis fesyennya. Hal ini lantaran Yanai memiliki ambisi untuk menjadi brand ritel fesyen nomor 1 dunia.

        Kini, Uniqlo berada di posisi ke 3. Adapun dua brand teratas diduduki oleh jaringan ritel Zara dan H&M. Tak tanggung-tanggung, Yanai bahkan menargetkan penjualan pada 2020 mencapai USD74 miliar.

        Untuk diketahui, Fast Retailing memiliki beberapa label fesyen selain Uniqlo yaitu Helmut Lang, J Brand, Theory dan beberapa label lainnya.

        Yanai juga sedang mempersiapkan pucuk pimpinan Fast Retail yang baru. Dia mengungkap bahwa CEO Fast Retail akan lebih cocok jika ditempati oleh perempuan.

        Menurutnya, perempuan memiliki sifat bawaan gigih, berorientasi pada detail dan memiliki rasa estetika. Langkah tersebut sudah mulai diimplementasikan pada jajaran direksi yang saat ini diisi 30 persen perempuan.

        Uniqlo kini menjadi 'kerajaan' ritel dengan laba operasional pada 2019 mencapai USD2,3 miliar.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Fajria Anindya Utami
        Editor: Fajria Anindya Utami

        Tag Terkait:

        Bagikan Artikel: