20 Tahun Huawei, Begini Kisah Pilu Perjuangan Pendirinya, Ren Zhengfei
Tahun 2020 menjadi tahun yang khusus bagi Huawei. 20 tahun yang lalu, Huawei mendirikan pusat R&D Eropa pertamanya di Swedia. Hal ini adalah langkah pertama dari banyaknya kolaborasi yang dibangun oleh Huawei untuk pemerataan teknologi ke seluruh dunia.
Di balik kesuksesannya ternyata sang pendiri yang juga CEO Huawei Ren Zhengfei, merupakan orang yang berasal dari keluarga miskin. Sebelumnya ia merupakan orang yang tertutup. Namun, akhirnya ia membuka diri menceritakan bagaimana dirinya memulai Huawei.
Di usia 75 tahun, ia memiliki kekayaan sebesar USD 1,6 miliar atau Rp21,9 triliun. Ren menempati posisi ke-276 untuk orang terkaya di China dalam Bilionaires Indek menurut Forbes.
Baca Juga: Makin Meradang, Amerika Tuduh Huawei Bisa Mata-Matai Jaringan
Lahir pada 25 Oktober 1944 di provinsi kecil Guizhou, pegunungan, China, Ren Zhengfei adalah seorang lulusan insinyur yang sangat kompeten dan terlatih. Dia lulus dari Institut Teknik Sipil dan Arsitektur Chongqing pada tahun 1963.
Sang insinyur yang sangat berprestasi di bidang akademik ini mengikuti jalur yang tidak biasa untuk meluncurkan Huawei Technologies pada akhir 1980-an, dan dalam beberapa dekade menjadi pemimpin perusahaan telekomunikasi terbesar ketiga di dunia.
Sebelum meraih kesuksesannya berkat Huawei, Ren lebih dulu merasakan hidup susah. Ia terlahir dari keluarga miskin, yang hanya memakan tanaman sereal seperti jagung atau gandum. Kondisi tempat tinggalnya pun sudah rusak, dinding rumahnya sudah retak.
Ren mengaku bahwa dirinya lahir di kota kecil, yang saat itu penduduknya sangat miskin. Sehingga ia tidak mengetahui dunia luar. Orangtua Ren adalah seorang guru, maka ia adalah satu-satunya anggota keluarga yang mendapatkan pendidikan tinggi.
Pada tahun 1974, ia sempat menjadi tentara sebagai teknisi laboratorium militer dan ditempatkan di Liaoyang, provinsi pedesaan di Cina Timur Laut. Lalu, ia membangun rumah sederhana bersama tentara-tentara lain, untuk berlindung dari dinginnya angin.
Setelah menjadi teknisi militer, ia memiliki pekerjaan kedua. Namun, ia dipecat. Beberapa tahun kemudian, ia memulai bisnis Huawei. Awalnya semua investor menarik diri. Meskipun demikian, Ren tetap berjuang, dan memulai dengan modal awal sebesar USD 3000 atau Rp42 juta.
?Terlepas dari kondisi kehidupan yang sulit ini, pekerjaan teknik kami sebenarnya cukup maju dan sangat otomatis, dan kami memiliki kesempatan langka untuk belajar. Jadi terlepas dari kondisi kehidupan yang sulit, kami sangat bahagia. Pabrik itu seperti sebuah oasis di padang pasir," ujar Ren dalam wawancara dengan BBC.
Saat menjadi teknisi militer, ia dikenal sebagai penemu yang banyak bereksperimen, dan menciptakan berbagai mesin, seperti membangun generator tekanan standar bola mengambang menggunakan nol referensi atau cetak biru.
Maka, ia diberi julukan "Ren-Tech" oleh tentara lain. Selanjutnya, pada tahun 1987, saat ia berusia 44 tahun. Huawei juga lahir di sebuah apartemen kecil.
Saat itu bisnis yang dilakukan oleh Ren tidak mendapatkan bantuan satu sen pun dari pemerintah. Ia mengumpulkan sendiri para investor, meski pada akhirnya para investor itu menarik diri. Setelah Huawei berhasil, terdapat kendala lain, yakni perusahaan Hong Kong memutuskan pasokan switch.
Meskipun demikian, ia pun akhirnya membuat sendiri pada tahun 1990."Pada saat itu, kami tidak punya pilihan lain, Kami tidak memikirkan apa yang akan terjadi jika kami gagal." ujar Ren.
Kini Huawei bukan hanya dikenal sebagai produsen smartphone, namun perusahaan teknologi yang juga mengembangkan kecanggihan lainnya seperti IoT, 5G, smart city, ISP, dan lainnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Fajria Anindya Utami
Editor: Fajria Anindya Utami
Tag Terkait: