Jumlah kematian akibat wabah virus corona jenis baru di China dilaporkan telah mencapai 1.380, Jumat (14/2). Secara total, kasus di negara ini adalah 63.581 dengan 5.000 kasus baru.
Komisi Kesehatan Nasional China mengatakan ada 121 kematian akibat virus corona pada Kamis (13/2). Jumlah kasus yang dilaporkan meningkat setelah laporan terbaru dari Provinsi Hubei dengan menggunakan metode penghitungan terbaru.
Baca Juga: Tangani Pasien Corona, China Kembangkan Metode Plasma
Perubahan dalam metodologi penghitungan untuk mengidentifikasi kasus yang dicurigai di mana pasien menderita pneumonia sehingga mereka dapat dirawat lebih cepat dan mengurangi kemungkinan penyakit atau kematian yang lebih serius. Langkah ini juga dilihat sebagai cerminan situasi krisis.
?Di Wuhan, sistem kesehatan berada di bawah tekanan ekstrem dan prioritas pertama adalah pasien,? ujar Mark Woolhouse, seorang profesor epidemiologi penyakit menular di University of Edinburgh.
Di Jepang, negara kedua yang melaporkan jumlah kasus virus corona terbanyak setelah China mengonfirmasi satu kematian pertama yang terjadi pada seorang pria berusia 70-an. Secara keseluruhan, di Negeri Matahari Terbit itu ada 252 kasus yang dilaporkan, termasuk diantaranya 218 dari kapal pesiar Diamond Princess yang dikarantina di Yokohama.
Lebih dari 560 kasus virus corona telah dikonfirmasi di luar daratan China dan terdapat tiga kematian, masing-masing satu di Filipina, Hong Kong, dan Jepang. Untuk mengatasi wabah virus corona jenis baru, Pemerintah China telah melakukan isolasi di sejumlah kota dan wilayah negara itu yang memiliki kasus infeksi terbanyak.
Semua orang yang ada di kota atau wilayah itu tidak dapat pergi, demikian dengan mereka yang hendak datang ke sana. Para warga yang berada dalam kota atau wilayah terisolasi hanya dapat meninggalkan rumah mereka untuk berbelanja kebutuhan sehari-hari dengan menggunakan masker serta perlengkapan pelindung untuk antisipasi penyebaran virus corona.
Virus corona jenis baru yang dinamakan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sebagai Covid-19 pertama kali ditemukan di Wuhan, Ibu Kota Provinsi Hubei, China pada akhir Desember tahun lalu. Penasihat senior medis pemerintah Zhong Nanshan sebelumnya mengatakan wabah virus corona diharapkan dapat berakhir dalam satu atau dua bulan ke depan, seiring datangnya musim semi di sejumlah negara di dunia.
Virus corona diperkirakan akan mencapai puncak pada akhir bulan ini di daratan China dan perlahan bergerak menurun. Meski demikian, prediksi tersebut masih diragukan oleh sejumlah ahli yang menilai virus bisa berlanjut dan tak bersifat musiman.
Baca Juga: Ganas! 1.716 Staf Medis Terinfeksi Corona, 6 Orang Meninggal
Seorang ahli penyakit menular bernama William Schaffner mengatakan masih terlalu dini untuk mengetahuinya dan saat ini para ilmuwan masih berupaya memahami dengan jelas tentang Covid-19. Ia mencontohkan seperti virus influenza (flu) yang cenderung berlangsung musiman di Amerika Serikat (AS), namun di negara lainnya ini bisa terjadi sepanjang tahun.
Bahkan, menurutnya para ilmuwan belum sepenuhnya memahami mengapa bisa demikian, meski flu telah dipelajari selama bertahun-tahun. Setidaknya ada empat virus corona yang bersifat musiman selama ini diketahui. Namun, alasan mengapa dapat demikian masih menjadi misteri, seperti halnya banyak penyakit penular.
Seperti wabah sindrom pernapasan akut (SARS) pada 2002-2003 yang menewaskan hampir 800 jiwa pada saat itu. Wabah berakhir pada musim panas, tetapi sebuah laporan pada 2004 mengatakan tentang SARS yang terjadi secara musiman, namun tidak memberikan alasan yang jelas mengapa itu dapat terjadi.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Shelma Rachmahyanti
Tag Terkait: