Legenda kapal karam sepertinya lebih banyak diilhami dari sebuah film yang berjudul Titanic. Film yang mengisahkan jalinan cinta dua anak manusia yang diperankan oleh Leonardo DeCaprio dan Kate Winslet - diakhiri dengan kisah tragis tenggelamnya kapal yang ditumpanginya karena menabrak gunung es.
Biarpun kapal mereka karam, namun laut dan bencana tak mampu menenggelamkan cinta mereka. Kisah mereka, bukan saja melambungkan legenda kapal Titanic, tetapi juga nasib kapal karam lainnya seeperti kapal Van Der Wijk.
Baca Juga: Save Our Sea: Saatnya Masyarakat Pesisir Lebih Berdaya
Dengan tenggelamnya kapal Titanic dan Van Der Wijk, bukan hanya mewariskan sebuah roman yang abadi seperti halnya Romeo and Juliete, namun juga memberikan peninggalan yang tak ternilai dari sisi historis maupun ekonomis berupa kapal karam yang menjadi tempat wisata menarik, terutama bagi mereka yang hobi menyelam di lautan.
Kapal yang sudah tenggelam bertahun-tahun itu memiliki daya tarik sendiri. Biota laut yang perlahan tumbuh serta muatan kapal yang kaya nilai artistik dan sejarah juga menjadi potensi wisata yang sayang jika tak dikembangkan. Bagi para penyelam, kapal yang sudah tenggelam dan muatannya menjadi salah satu dari banyak hal menarik di dasar laut. Ada yang menjadi daya tarik dari kapal tenggelam bagi penyelam.
Yang pertama, adalah nilai estetika. Sebuah kapal yang tenggelam akan menjadi tempat bagi tumbuhnya biota laut yang indah. Selain itu, kapalnya pun akan menjadi daya tarik sendiri, apabila muatannya berisi barang-barang antik bersejarah.
Yang kedua, adalah nilai sejarah dari kapal itu, yaitu tenggelam sebagai akibat peperangan atau peristiwa perompakan yang kerap terjadi di masa lalu. Contoh yang menarik bagi penyelam adalah bangkai kapal budak yang tenggelam di abad 19 di perairan dekat Pulau Menjangan, Bali.
Bangkai kapal yang tenggelam dan muatannya menjadi daya tarik tersendiri bagi para penyelam sehingga memiliki potensi wisata yang bagus karena ekosistem yang terbentuk dari bangkai kapal itu memperindah situasi bawah laut sehingga bisa memanjakan mata para penyelam. Tapi dengan catatan, bangkai kapal dan muatannya itu tidak memunculkan racun yang berbahaya bagi manusia maupun biota laut.
Potensi Laut Indonesia
Wilayah Indonesia sangat luas, terdiri atas daratan dan lautan dengan perbandingan luas wilayah daratan dengan lautan 3:1. Hampir 70% wilayah Indonesia terdiri atas laut. Saat pendudukan Belanda wilayah perairan Indonesia masih terbilang kecil. Saat itu hanya ditetapkan tiga mil atau 5,5 km dihitung dari garis laut saat air sedang surut (mengikuti Territoriale Zee en Maritieme Ordonantie tahun 1939).
Dengan perhitungan tersebut, banyak wilayah laut Indonesia yang bebas di antara pulau-pulau. Hal ini sangat merugikan Indonesia sebab banyak kapal asing yang bebas mengambil sumber daya laut di Indonesia. Pada 13 Desember 1957, Pemerintah Indonesia menetapkan konsep wilayah perairan laut yang dikenal dengan Deklarasi Djuanda. Laut serta perairan antar-pulau menjadi pemersatu dan penghubung antar pulau dan batas-batas wilayah laut diukur sejauh 12 mil dari garis dasar pantai pulau terluar.
Deklarasi Djuanda mendapat pengakuan dunia pada 1982 hasil Konvensi Hukum Laut Internasional yang diselenggarakan PBB di Chicago. Dalam konvensi tersebut ditetapkan bahwa dunia internasional mengakui keberadaan wilayah perairan Indonesia yang meliputi perairan Nusantara, laut teritorial, batas landas kontinen, dan batas ZEE (Zona Ekonomi Ekslusif).
Dengan berkembangnya wilayah perairan Indonesia tersebut maka kekayaan Indonesia meningkat. Selain ikan, terumbu karang, serta 60 cekungan yang berpotensi mengandung minyak dan gas bumi (hidrokarbon), juga banyak potensi-potensi laut Indonesia lainnya, seperti halnya temuan kapal karam. Selain nilai pentingnya bagi sejarah dan kebudayaan, temuan kapal karam pun memiliki potensi sosial-ekonomis bila pelestariannya juga diselaraskan dengan pemanfaataannya.
Di beberapa negara, shipwrecks diving tourism sudah cukup berkembang dan terbukti menarik perhatian banyak wisatawan, yang berarti dapat menjadi sumber devisa negara.
Bangkai kapal yang tenggelam akan dimanfaatkan sebagai potensi wisata bawah laut. Dari bangkai kapal yang tenggelam dapat bermanfaat sebagai fish apartment atau rumah ikan, budidaya terumbu karang, wisata menyelam, dan budidaya berbagai binatang laut lainnya.
Setelah bisa dikembangkan, beberapa tahun kemudian bisa dijadikan sebagai tempat penelitian mengenai biota laut atau sumber daya laut lainnya. Untuk bangkai kapal perang dan kapal yang tenggelam bukan disengaja, bisa dijadikan wisata sejarah serta museum bawah laut.
Asal-Muasal Kapal Karam
Berabad-abad yang lalu, sebelum terjadi kolonialisasi bangsa-bangsa Eropa, perairan Nusantara sudah merupakan jalur penting pelayaran niaga dari berbagai belahan dunia. Beberapa pelabuhan penting di Nusantara sudah ada, antara lain Pasai Aceh, Kota Cina Palembang, Banten, Batavia (Jakarta sekarang), Semarang, Demak, Jepara, Makassar, Gowa, Tallo, Sangihe, Talaud, Seram, serta Ternate.
Sementara, perdagangan luar negeri Nusantara mulanya ditengarai dengan adanya perdagangan rempah-rempah asal Maluku oleh pedagang Arab dan India. Sejak abad ke-9, bangsa China juga memberi kontribusi pertumbuhan perdagangan laut melalui ekspor keramik.
Oleh karena itu, dari berbagai catatan dan dokumen sejarah sejak abad ke-7 sampai ke-19 Masehi, ratusan bahkan ribuan kapal diduga telah mengalami karam atau tenggelam di Nusantara. Kapal-kapal tersebut berasal dari kapal dagang China (dari berbagai dinasti), kapal kerajaan-kerajaan di Nusantara, kapal-kapal Verenigde Oost-Indische Compagnie (VOC), Belanda, Portugis, Spanyol, Inggris, serta Jepang. Penyebab karamnya kapal disebabkan oleh badai dan cuaca buruk, pengetahuan navigasi geografis pelayaran yang kurang sehingga kapal menabrak karang, atau sebab lain seperti menjadi sasaran perompak dan peperangan. Jumlah kapal hilang dan karam selama berabad-abad di perairan Nusantara memang tidak terhitung.
Kecelakaan kapal laut yang terjadi di masa lalu itu ternyata menyimpan potensi yang besar untuk menjadi atraksi wisata sejarah di bawah air. Kapal-kapal laut tersebut, sebagian besar mengalami kecelakaan di jalur utama pelayaran wilayah Nusantara. Termasuk, jalur perairan Belitung yang dikenal sebagai jalur utama untuk perniagaan. Besarnya potensi benda muatan kapal tenggelam (BMKT) dari kapal yang mengalami kecelakaan menjadikan situs bersejarah tersebut sebagai warisan bawah air tak ternilai. Dengan demikian, perairan laut Indonesia tak hanya menyimpan potensi sumber daya ikan yang sangat besar. Sejak lama, Laut Nusantara juga menjadi rumah bagi BMKT.
Dengan potensi yang besar, pemanfaatan kapal tenggelam dan BMKT bisa menjadi atraksi wisata baru, khususnya untuk wisata sejarah bawah air dengan skala internasional. Departemen Eksplorasi Laut dan Perikanan (kini Kementerian Kelautan dan Perikanan) telah menginventarisasi kapal karam atau kapal tenggelam sebelum Perang Dunia II. Setidaknya terdapat di 463 lokasi untuk periode antara tahun 1508 sampai 1878. Umumnya kapal karam tersebut adalah kapal dagang VOC, kapal Portugis, kapal Amerika, kapal Prancis, Inggris, Jerman, Belgia, dan Asia (China, Jepang, Nusantara).
Dari 463 lokasi itu baru 43 lokasi yang telah berhasil disurvei. Namun, hanya 10 lokasi yang benda muatannya telah diangkat. Ada sekitar 300.000 benda yang terangkat dari dasar laut dan kini tersimpan di gudang khusus Benda Muatan Kapal Tenggelam (BMKT) di Cileungsi, Bogor. Kesepuluh titik yang telah diangkat benda berharganya umumnya dari perairan Jawa dan Sumatera. Untuk melindungi keberadaan BMKT, Pemerintah Indonesia pada 1989 sudah membentuk Panitia Nasional BMKT yang berfungsi untuk mengelola BMKT dengan lebih maksimal. Kemudian pada 2010 lahir Undang-Undang Nomor 11/2010 tentang Cagar Budaya.
Beberapa Objek Wisata Kapal Karam di Dunia
Kapal karam yang menjadi objek wisata bukan hanya di Indonesia, beberapa kapal karam di belahan dunia lainnya kini juga menjadi obyek wisata yang menarik dan dikunjungi oleh wisatawan antara lain (1) Sweepstakes, Kanada, yang tenggalam pada 1885. Merupakan salah satu kapal karam popular di dunia karena bentuk kapal yang tenggelam masih bisa terlihat dari atas danau dan menarik wisatawan untuk berfoto. Wisatawan bisa mendatanginya dengan perahu atau melakukan diving dan snorkeling.
(2) Navagio Shipwreck, Yunani, ditemukan terdampar pada 1980 di sebuah pulau yang berada di area negara Yunani. Karena diletakkan begitu saja di area pulau, kini kapal menjadi objek wisata di Yunani. Lokasi dan kapal ini semakin booming ketika menjadi latar dalam drama Korea popular Descendants of The Sun.
(3) La Famille Express, Pulau Turks dan Caicos. Kapal kargo umum ini sering menjadi lokasi pemotretan pre-weeding. Pada 2004, kapal ini karam karena terkena badai. Karena susah untuk diderek, kapal ini dibiarkan sehingga menjadi objek wisata baru penduduk dan wisatawan.
(4) Dimitrios Shipwreck, Yunani. Kapal ini merupakan kapal kargo kecil dengan besar 67 meter. Karena lokasinya mudah diakses dan indah, kapal karam Yunani ini menjadi salah satu destinasi wisatawan.
(5) Tangalooma, Australia. Di sebuah pulau yang bernama Pulau Moreton ini terdapat beberapa kapal yang karam. Akibat tenggelam di daerah rendah, beberapa bangkai kapal dijadikan objek wisata menyelam wisatawan. Untuk membantu wisatawan, di pinggir pantai disediakan penyelam berpengalaman yang siap membantu.
(6) Gallant Lady Shipwreck, Bahama. Kapal barang ini menabrak batu yang berada di pinggir pantai karena terkena masalah badai. Karena selama 16 tahun kapal selalu dihantam ombak pantai membuatnya sedikit demi sedikit tenggelam dan hancur. Akibatnya, kerangka kapal ini menjadi salah satu landmark favorit di kota Bimini.
(7) Loullia, Mesir. Kapal sebesar 2.479 ton ini karam pada September 1981 di Selat Tiran. Kapal yang dibangun 1852 ini akan berangkat dari Yordania ke Suez. Karena terjadi masalah teknik dan setengah tenggalam, kru meninggalkan kapal. Hingga saat ini, kapal cantik ini dibiarkan dan menjadi objek fotografi warga yang berkunjung ke Gordon Reef.
Bagaimana di Indonesia? Situs reruntuhan kapal di Kelurahan Leato Selatan, Kota Gorontalo, Provinsi Gorontalo, dianggap memenuhi kriteria sebagai cagar budaya bawah air. Kapal kargo Jepang yang diperkirakan berusia sekitar 73 tahun itu selama ini kerap dikunjungi oleh penyelam. Salah seorang arkeolog Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Gorontalo, Faiz, mengatakan bahwa sebuah benda, struktur, atau bangunan yang memiliki arti khusus bagi ilmu pengetahuan dapat diusulkan menjadi cagar budaya setelah berusia lebih dari 50 tahun. Oleh karena itu, upaya untuk mengungkap identitas dan peristiwa di balik tenggelamnya kapal tersebut harus dikaji lebih mendalam.
Nilai Penting BMKT
Nilai penting dari situs tinggalan budaya BMKT antara lain: (a) memiliki nilai etnik yang dapat memberikan pemahaman kehidupan sosial, sistem kepercayaan, dan mitologi yang merupakan ciri dan identitas atau jati diri suatu bangsa atau komunitas tertentu; (b) memiliki nilai estetis dengan unsur keindahan terkait dengan seni rupa, seni hias, seni bangunan/arsitektur, seni suara, atau bentuk kesenian lain, termasuk juga keserasian antara bentang alam dan karya budaya.
(c) Memiliki nilai publik yang dapat dikembangkan sebagai sarana pendidikan masyarakat tentang masa lampau melalui penelitian atau kegiatan pariwisata; (d) memiliki nilai politis yang dapat digunakan sebagai legitimasi kelompok atau negara tertentu (Tanudirjo 2004).
Sementara itu, pelestarian sumber daya budaya dan nilai-nilai yang dikandungnya dapat dilakukan melalui pendekatan (1) ideologis: guna memantapkan identitas budaya (termasuk di dalamnya aspek kesejarahan) suatu kelompok masyarakat; (2) akademis: yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan dan penelitian, antara lain bidang budaya, sejarah, dan teknologi; (3) ekonomi: yang berhubungan dengan cara memanfaatkannya, misalnya untuk kepentingan pendidikan dan pariwisata (Cleere 1989, 5-10).
Tinggalan budaya berupa situs BMKT bila dikaitkan dengan ketentuan yang ada dapat dikategorikan sebagai cagar budaya (CB) bawah air yang perlakuannya sama dengan CB yang ditemukan di darat. Sebagai benda yang memiliki nilai ekonomi, sejarah, ilmu pengetahuan, sosial, budaya, dan teknologi. Peran tinggalan budaya BMKT menjadi penting sebagai aset bangsa yang dapat merekonstruksi kesejarahan dan kebudayaan bahari di Indonesia.
Melalui Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, telah mengatur keberadaan tinggalan budaya bawah air termasuk BMKT mulai dari perlindungan, pengembangan hingga pemanfaatannya (pelestarian).
Upaya Mengoptimalkan Potensi BMKT
1. Upaya untuk mengoptimalkan potensi situs tinggalan budaya BMKT, antara lain (1) peningkatan pemanfaatan tinggalan budaya BMKT berdasarkan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya, seperti nilai pendidikan, pariwisata, ekonomi, sejarah, sosial, serta nilai budaya. (2) Untuk memperoleh gambaran yang jelas persebaran situs tinggalan budaya BMKT diperlukan pemetaan dan penilaian guna mendukung perumusan kebijakan yang diperlukan. (3) Perlu dirumuskan sistem koordinasi pengawasan dan pemantauan terhadap pelanggaran, seperti pengangkatan dan pencurian, di lokasi kapal tenggelam melalui keterpaduan program dan kebijakan antar-pemangku kepentingan serta peningkatan kuantitas dan kualitas sumber daya manusia di bidang arkeologi bawah air;
2. Pemerintah telah mengangkat muatan yang ada di bangkai BMKT dari dasar laut ke museum. Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) telah membangun galeri di Gedung Mina Bahari IV sebagai bagian dari upaya pemerintah membawa BMKT ke ruang publik.
Selain ke museum, pemerintah juga berencana mendistribusikan BMKT ke beberapa perguruan tinggi guna dijadikan sebagai bahan ajar;
3. Sampai saat ini, pemerintah masih terus memverifikasi BMKT yang bisa dimanfaatkan di ruang publik dan BMKT yang akan dibiarkan di dasar laut sebab memang ada BMKT yang tak cocok dijadikan tempat wisata bagi para penyelam. Ada dua kriteria bangkai kapal dan BMKT yang tak layak menjadi tempat wisata, yaitu tidak ada nilai estetika dan berada di kedalaman yang jauh. KKP telah berkoordinasi dengan Kemenpar untuk mengembangkan BMKT sebagai objek wisata bahari, terutama BMKT yang masih di bawah laut. KKP juga sudah menyediakan infrastruktur dan perangkat standar operasi guna mendukung pengembangan kapal wisata tenggelam di Mandeh, Sumatera Barat.
Kegiatan ini adalah bukti KKP mendukung program pengembangan wisata Pesisir Selatan yang menjadi unggulan Kemenpar. Berdasarkan data yang dipublikasikan Balitbang KKP, ada 463 titik BMKT di seluruh Indonesia. Dari 463 titik tersebut, hingga saat ini baru 20 persen yang terverifikasi dan tiga persen yang dieksplorasi;
4. Mencoba berkolaborasi dengan negara lain. Museum maritim nantinya akan berkoordinasi dengan Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNSECO) untuk membuka peluang menghadirkan replika dari semua BMKT yang ada di seluruh dunia. Replika berdasarkan cerita latar belakangnya yang detil sehingga informasinya lebih lengkap dan lebih menarik. Selain itu, juga membentuk jaringan dengan negara lain melalui media sosial dan menyelenggarakan acara multikultural;
5. Membentuk tim khusus yang fokus mengelola kapal tenggelam dan BMKT, meskipun upaya untuk membentuk timsus tersebut sudah terlihat melalui inisiasi yang dilakukan sejumlah pihak terkait saat ini. Tim khusus ditugaskan puka untuk melakukan penyusunan daftar lokasi kapal tenggelam dan BMKT di seluruh Indonesia;
6. Mengedukasi masyarakat yang tinggal di sekitar lokasi kapal tenggelam dan BMKT, melalui kurikulum pendidikan atau pemberian beasiswa bagi generasi muda yang tertarik belajar tentang BMKT. Kemudian, agar BMKT menjadi hal yang penting bagi masyarakat maka diperlukan pelatihan untuk meningkatkan kapasitas diri kepada masyarakat, khususnya orang yang tepat. Pelatihan bisa dilakukan dengan dikombinasikan praktik langsung di lapangan seperti menyelam di lokasi kapal tenggelam yang terdapat BMKT.
Kendala
Walaupun bernilai potensi yang sangat tinggi, namun pemanfaatan BMKT dan kapal tenggelam tidak bisa dengan mudah dilakukan oleh Pemerintah Indonesia. Penyebabnya, pemanfaatan dan pengelolaan potensi tersebut masih terkendala biaya, terutama untuk pengangkatan kapal yang besar. Pengangkatan bangkai kapal dan BMKT di sejumlah titik lokasi kecelakaan kapal yang ada di perairan Indonesia, terhitung mahal. Padahal, titik lokasi kecelakaan kapal di masa lalu diketahui sangat banyak di perairan Nusantara.
Sayangnya, potensi besar tersebut masih belum dimanfaatkan dan dikelola dengan baik. Selain mahal, perlu diterbitkan regulasi yang relevan dengan kondisi kekinian untuk mengatur wewenang pengelolaan BMKT. Tanpa regulasi baru, pemanfaatan dan pengelolaan BMKT masih akan terhambat, terutama karena dana yang terbatas. Sementara, pihak swasta yang memiliki dana memadai, juga tidak mendapatkan peluang karena hanya pemerintah pusat dan daerah yang berhak melaksanakannya.
Beberapa Hal yang Perlu Perhatian
1. Tinggalan budaya bawah air memiliki potensi sebagai bagian dari daya tarik wisata berbasis bahari. Wisata bahari dapat menjadi alat memanfaatkan tinggalan budaya bawah air sebagai atraksi wisata selam, sekaligus untuk melestarikan keberadaan tinggalan budaya bawah air secara berkesinambungan. Sebagai daya tarik, pada prinsipnya harus memperhatikan tiga hal, yaitu (1) permintaan pasar (demand), (2) pemetaan (mapping) dan penilaian (assessment) potensi atraksi wisata selam, (3) pengemasan produk.
Potensi wisata bahari khususnya wisata selam, masih memiliki peluang untuk dapat dikembangkan lebih optimal mengingat adanya aspek permintaan (demand). Prospek wisata bahari sebagai sumber devisa berlabel industri yang menjanjikan tersebut didukung prospek wisata bahari sebagai sumber devisa oleh World Tourism and Traveling Council (WTTC).
2. Pariwisata yang memanfaatkan sumber daya kebudayaan, seperti kapal tenggelam beserta muatannya, disertai dengan mengedepankan pemahaman ekonomi menyebabkan terjadi benturan kepentingan dengan pelestarian nilai-nilai yang terkandung di balik sumber daya dimaksud (American Anthropological Association 2003, 1-5).
3. Setiap temuan tinggalan budaya kapal tenggelam beserta muatannya harus didata secara detail sesuai dengan ilmu arkeologi sebelum dimanfaatkan. Hal ini akan memberikan kemudahan dalam merekonstruksi kesejarahan dan kebudayaan masa lalu di perairan Indonesia dan dapat memberi masukan bagi pemangku kepentingan, baik pemerintah, pengusaha industri wisata, maupun masyarakat setempat yang memiliki kepentingan terhadap keberadaan tinggalan budaya kapal tenggelam beserta muatannya.
Selain itu, data atau informasi tersebut dapat menjadi kebijakan bersama antar-pihak yang berkepentingan.
Akhir kata, BMKT itu memiliki nilai ekonomi maupun nilai historis sehingga wajar jika pemerintah berkomitmen untuk mengelolanya serta tidak menyerahkannya ke pihak lain. Sangat sependapat jika BMKT adalah identitas bangsa, dan harus dikelola secara sustainable. Terlebih keindahan bawah laut yang memiliki dua pertiga coral di dunia itu memang indah dan berkelas dunia. Kehadiran BMKT sebagai alternatif bagi para penyelam dunia untuk bisa datang ke Indonesia menjadi urgent dan relevan.
Selain alasan nilai estetika dan nilai historis, juga nilai ekonomis. Bagaimana objek wisata tersebut mampu menyedot kembali arus wisatawan asing ke Indonesia, di masa paranoid karena terpaan virus corona. Harusnya gencar dipromosikan wisata laut (Aquaman Tours and Travel) yang anti-virus corona karena penyebaran virus corona hanya masif melalui udara.
Sebagai negara lautan luas dengan segenap isi yang ada di dalamnya termasuk kapal karam beserta BMKT yang memiliki nilai estetika, nilai historis dan nilai ekonomis yang tinggi, bangsa Indonesia ini seharusnya sudah tidak lagi menepuk dada dan menemukan dirinya sebagai bangsa pelaut yang memiliki sumber daya kelautan yang luar bisa, tapi juga harus mampu menjadi bangsa yang bisa menciptakan kebahagiaan dan kesejahteraan anak bangsanya sendiri melalui pengelolaan sumber daya kelautan yang maha-kaya dan berkelanjutan.
Paling tidak ungkapan George Bernard Shaw: "hidup bukan tentang menemukan dirimu sendiri. Hidup adalah tentang menciptakan diri sendiri" menjadi nyata di bumi Indonesia.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Cahyo Prayogo
Tag Terkait: