Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        PWI Tolak RUU Ciptaker, Tapi Usul Begini

        PWI Tolak RUU Ciptaker, Tapi Usul Begini Kredit Foto: PWI
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) menolak Peraturan Pemerintah (PP) dalam draf RUU Omnibus Law Cipta Kerja yang diserahkan pemerintah kepada DPR. Namun, mendukung kenaikan sanksi dalam pidana pers agar semakin profesional.

        Ketua Umum PWI Pusat Atal S Depari didampingi Sekjen PWI Mirza Zulhadi, Tim Advokasi PWI Pusat Wina Armada Sukardi, Kamsul Hasan, dan Rita Sri Hastuti menegaskan hal itu di Jakarta, Kamis, (20/2/2020) usai melakukan diskusi terbatas mengenai RUU Cipta Kerja yang bersentuhan dengan UU nomor 40 tahun 1999 tentang Pers.

        "Kami menolak adanya Pasal 18 ayat (4) yang memberikan kewenangan kepada peraturan pemerintah untuk mengatur sanksi administrasi terkait pelanggaran Pasal 9 ayat (2) dan Pasal 12 UU Pers," tegas Atal Depari.

        Baca Juga: RUU Ciptaker: Perusahaan Bangkrut, Buruh Dapat Pesangon dan Training

        UU Pers tidak boleh membuka pintu belakang dengan memberikan kewenangan melalui PP. Silakan sanksi diatur pada Pasal 18 ayat (3) UU Pers saja seperti sekarang ini. Namun, bila nominalnya mau dinaikkan silakan, PWI setuju.

        Mengenai naiknya sanksi sebagaimana diatur Pasal 18 ayat (1) dan Pasal 18 ayat (2), sikap PWI setuju. Pasalnya ini merupakan bentuk kesetaraan di hadapan hukum, baik untuk orang yang menghalangi kerja jurnalistik maupun perusahaan pers pelanggar Pasal 5 ayat (1) UU Pers.?

        Naiknya sanksi ini diharapkan bisa menjadi pengingat, baik kepada masyarakat atau pers itu sendiri. Sanksi pidana pers yang semula pidana dendanya Rp500 juta naik menjadi Rp2 miliar.

        Terkait Pasal 18 ayat (1) khususnya yang merujuk kepada Pasal 4 ayat (3), Atal meminta narasinya diubah. Legal standing pasal ini tidak semata perusahaan pers, tetapi juga wartawan.

        "Setidaknya ada dalam penjelasan yang dimaksud pers nasional adalah perusahaan pers dan atau wartawan," ujar Atal.

        UKW dan Verifikasi

        Atal pun mendukung uji kompetensi wartawan dan verifikasi perusahaan pers hadir dalam RUU Omnibus Law Cipta Kerja.

        "PWI akan usulkan agar UKW dan Verifikasi Perusahaan Pers diatur langsung dalam UU, tidak seperti sekarang ini," jelasnya.

        Pasal 7 UU Pers yang selama ini hanya dua ayat, perlu ditambah. PWI usulkan Pasal 7 ayat (1) wartawan Indonesia wajib mengikuti pelatihan khusus dan uji kompetensi wartawan.

        Pasal 7 ayat (2) wartawan Indonesia wajib masuk dalam organisasi profesi kewartawanan.

        Baca Juga: Omnibus Law Mau Jadi Predator Pers, ini Reaksi Dewan Pers

        Pasal 7 ayat (3) wartawan Indonesia wajib memiliki dan mentaati Kode Etik Jurnalistik.

        Atal Depari juga meminta verifikasi perusahaan pers masuk menjadi syarat yang diatur pada Pasal 9 UU Pers. Jadi, selain berbadan hukum wajib terverifikasi, namun verifikasinya tidak mengarah kepada pers industri. Verifikasinya lebih untuk melihat apakah badan hukumnya sudah sesuai.

        Hal lain yang menjadi konsentrasi PWI adalah sistem pertanggungjawaban sebagaimana diatur Pasal 12 UU Pers yang sekarang ini masih membuka celah, masuknya pidana lain.

        "Kami usulkan pada Pasal 12 ini dikunci, bila terjadi sengketa pemberitaan hanya ditangani sesuai UU Pers. Bisa hak jawab, hak koreksi, dan mediasi di Dewan Pers. Paling berat adalah pidana pers sebagaimana diatur Pasal 18 ayat (1) atau Pasal 18 ayat (2)," jelas Atal.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Rosmayanti

        Bagikan Artikel: