Sarikat Penyelenggara Umrah dan Haji Indonesia (Sapuhi) meminta pemerintah untuk bisa mempertegas layanan haji pada tahun ini bisa dilaksanakan atau tidak. Jika dipaksakan untuk tetap melaksanakan tanpa adanya kepastian, penyelenggara layanan jasa perjalanan atau travel umrah dan haji bisa bangkrut.
Ketua Umum Sapuhi, Syam Resfiadi mengungkapkan, meski ada pelarangan sementara ibadah umrah oleh Pemerintahan Arab Saudi saat ini, akibat mewabahnya virus corona (Covid-19), dalam sejarah penyelenggaraan ibadah haji tidak pernah dilarang oleh Arab Saudi.
"Belum pernah sebenarnya bahwa pernah ditutup jemaah haji di tahun keberangkatan, saya kira tidak," kata dia di Gedung Manggala Wanabakti, Jakarta, Minggu (8/3/2020).
Baca Juga: Haji 2020 Belum Ada Titik Terang, Kemenag Minta Jemaah Tetap Lunasi Cicilan
Meski begitu, dia mengaku tidak bisa memastikan apakah untuk tahun ini Pemerintah Arab Saudi akan benar-benar turut melarang sementara ibadah haji atau tidak. Karena itu, dia meminta Pemerintah Indonesia untuk bisa menegaskan hal tersebut kepada Pemerintah Arab Saudi.
Sebab, menurut Syam, tidak semua penyelenggara travel haji dan umrah memiliki arus dana atau cash flow yang memumpuni dalam menghadapi penundaan perjalanan. Akibatnya, dana yang mereka sudah tempatkan sebelumnya bisa mengganggu neraca keuangan dan berujung pada kebangkrutan.
"Cash flow dari perusahaan bisa dikategorikan pada suatu saat bisa bangkrut. Makanya saya bilang tadi kalau semua sudah siap oke, kita jalan enggak ada masalah, siap," tuturnya.
Baca Juga: Travel Umrah: Mohon Maaf, Refund Tak Bisa 100%
Dia mengatakan, hingga saat ini, pemerintah masih mewajibkan jemaah haji melalui travel untuk melunasi pembayaran haji khusus pada 16 Maret 2020 dan haji reguler pada 17 Maret. Padahal, Pemerintah Arab Saudi belum bisa memastikan kapan pelarangan sementara ibadah umrah bisa dibuka kembali.
"Kalau misalnya ada yang enggak siap, terutama travel-travel kecil yang jemaahnya sedikit, dia umrahnya lebih besar daripada hajinya, ya tentunya dengan umrah uang dia di luar terus ditambah disuruh bayar pelunasan haji walaupun jemaah sudah bayar kemungkinan cash flow-nya kalah lagi," ungkap Syam.
Rugi Rp2 Triliun
Dengan penghentian umrah sementara akibat corona, Syam menegaskan bahwa potensi kerugian para travel umrah mencapai Rp2 triliun. Estimasi kerugian karena travel umrah tidak bisa memberangkatkan jemaah.
"Kalau kerugian yang riil sebenernya belum bisa dihitung pasti. Yang sudah pasti itu adalah kesempatan mendapatkan bisnis atau keuntungan. Artinya gini, opportunity itu menjadi cost sekarang ini karena kesempatan kita mendapatkan keuntungan hilang, menjadi biaya," kata dia.
Dia merincikan, jika pelarangan umrah tersebut akan berlangsung hingga satu bulan atau akhir Maret 2020, maka kerugian bisa mencapai Rp2 triliun. Itu berdasarkan harga acuan biaya umrah Kementerian Agama yang sebesar Rp20 juta dan rata-rata pemberangkatan jemaah umrah tiap bulannya sebanyak 100 ribu orang.
Baca Juga: Per 15 Maret, Seluruh Jemaah Indonesia Kosongkan Mekah-Madinah
"Rp20 juta per jemaah dikali rata-rata Indonesia mengirim 100 ribu jemaah ke Arab Saudi untuk umrah, berarti kita kehilangan kesempatan pendapatan sekitar Rp2 triliun satu bulan," tegasnya.
Di sisi lain, lanjut dia, akibat penutupan sementara itu, hingga saat ini tidak ada satupun orang yang melakukan pendaftaran umrah lanjutan untuk bulan-bulan mendatang. Apalagi, Kemenag juga mengimbau penyelenggara perjalanan ibadah umrah untuk tidak menerima pendaftaran baru.
"Memang tidak bisa berjualan karena konsumen sendiri sudah enggak berani datang ke kantor-kantor kita, bahkan telepon pun sudah kosong, sudah enggak ada lagi pendaftaran," tuturnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Rosmayanti
Tag Terkait: