Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Gegara Corona Minyak Dunia Anjlok, Indonesia Bisa Gak Tuh Manfaatin?

        Gegara Corona Minyak Dunia Anjlok, Indonesia Bisa Gak Tuh Manfaatin? Kredit Foto: Reuters/Christian Hartmann
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Arab Saudi, berupaya mengajak Rusia untuk mengurangi produksi minyak mentah guna mencoba mengimbangi penurunan permintaan dunia yang disebabkan oleh wabah virus corona (COVID-19), dimana pada akhir minggu ini harga minyak dunia merosot tajam menjadi USD. 45,48 per barrel, dan apabila wabah corona ini berkepanjangan maka harga minyak dunia bisa semakin merosot hingga dibawah US$30,- per barrel.

        Untuk mempertahankan harga minyak tidak terjun bebas, maka negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) telah memotong produksi nya hingga 2,1 juta barel per hari guna menopang harga minyak mentah agar tidak terus merosot jatuh terlalu dalam seperti yang terjadi di tahun 2015 yang lalu, dimana minyak dunia pernah merosot tajam hingga 35% dari harga akhir Desember 2014, yang disebabkan oleh membanjirnya minyak Timur tengah ke pasokan global, sehingga membuat harga merosot dan menyentuh angka terendah dalam 11 tahun terakhir, yakni US$36,10 per barrel, dan kemudian pada awal Januari 2016 kembali merosot hingga mencapai Brent US$27,80 per barrel.

        Baca Juga: Irfan Setiaputra Bilang Garuda Babak Belur Dihajar Corona, Saham GIAA Ikut Berdarah-Darah!

        Baca Juga: Aplikator Taksi Online Ini Beri Kompensasi Buat Pengemudi yang Kena Corona

        Lalu bagaimana dengan Indonesia dalam menghadapi merosotnya harga minyak dunia? Apakah Indonesia sebagai negara net importir mampu memanfaatkan peluang merosotnya harga minyak dunia? Berdasarkan Fakta, Indonesia adalah pengimport minyak mentah terbesar nomor 3 di ASEAN, Indonesia mengkonsumsi minyak import tersebut 100 persen untuk kebutuhan dalam negeri, berbeda dengan Singapura pengimpor nomor 1 dan Thailand pengimport nomor 2 di ASEAN yang kemudian diolah menjadi bahan bakar dan Petrokimia untuk di eksport kembali dimana salah satu pasarnya juga adalah Indonesia! Oleh karena itu, bisa jadi Indonesia adalah pengimport minyak mentah plus BBM plus Petrokimia terbesar di ASEAN.

        Tidak adanya kebijakan dari Pemerintah Indonesia yang cerdas dalam menyikapi turun-nya harga minyak dunia pada tahun 2015 yang lalu, bisa jadi disebabkan lemahnya infrastruktur migas di Indonesia dimana salah satu yang sangat penting adalah cadangan minyak Indonesia yang masih mengandalkan cadangan minyak dalam perut bumi yang proven sebesar 3.1 milar barrel yang diperkirakan akan habis dalam Kurun waktu 10 tahun, tapi sama sekali tidak memiliki cadangan strategis atau Strategic Petroleum Reserve (SPR) alias zero!

        Padahal sepanjang tahun 2015 yang lalu, DPR disetiap raker di Komisi VII selalu mengingatkan dan mendesak mentri ESDM untuk segera membuat roadmap SPR Indonesia untuk membangun infrastruktur tangki timbun sebanyak mungkin agar dapat memanfaatkan peluang ketika harga minyak dunia jatuh, sehingga Indonesia mampu merealisasi ketahanan energi yang selama ini hanya sekedar jargon semata.

        Jika harga minyak dunia terus turun, maka serta merta produksi pun akan dipangkas, dan pada titik tertentu, produksi minyak dunia akan dibawah kebutuhan sehingga harga minyak dunia bumping up kembali melonjak tinggi dan apabila hal ini terjadi dan kebijakan Pemerintah Indonesia hanya melulu tentang Penanggulangan virus corona saja, tapi tidak menyadari ekses lain dari corona, dimana salah satunya adalah BBM, maka bisa dipastikan akan terjadi kelangkaan BBM di Indonesia yang pastinya akan menyengsarakan rakyat karena minyak masih menjadi energi primer di Indonesia untuk transportasi. Oleh karena itu, pembangunan SPR harus segera diprioritaskan.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Vicky Fadil

        Bagikan Artikel: