Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Mudik dan Pulang Kampung Beda, Persamaannya: Sama-Sama Bawa Virus!

        Mudik dan Pulang Kampung Beda, Persamaannya: Sama-Sama Bawa Virus! Kredit Foto: Sufri Yuliardi
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Media sosial (medsos) diramaikan dengan polemik soal perbedaan istilah mudik dan pulang kampung. Polemik berawal dari pernyataan Presiden Joko Widodo saat menjawab pertanyaan Najwa Shihab dalam program televisi yang membahas tentang larangan mudik untuk mencegah penyebaran virus corona.

        Dalam wawacara dengan host program Mata Najwa itu, Jokowi menjelaskan beda mudik dengan pulang kampung. Warga yang kembali ke kampung halaman sebelum pemberlakuan larangan mudik adalah pulang kampung, bukan mudik.

        Baca Juga: Denny Siregar: Kalau Habib Rizieq Pulang Itu Mudik atau Pulang Kampung?

        Menurut Jokowi, pulang kampung adalah mereka yang pulang ke kampung halamannya karena sudah tidak ada lagi pekerjaan. Sementara, anak istrinya berada di kampung. Penjelasan Jokowi mendadak viral di medsos. Ada yang mengaku bingung dengan pernyataan mantan Wali Kota Solo itu yang membedakan mudik dan pulang kampung.

        Pernyataan Jokowi pun dikomentari Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Mardani Ali Sera, yang menilai perbedaan istilah itu sebagai sesuatu yang lucu.

        "Lucu, ketika membedakan mudik atau pulang kampung, penduduk tetap berpindah dari kota besar ke daerah-daerah, baik dalam istilah mudik atau pulang kampung," ujar Mardani Ali Sera, Jumat (24/4/2020).

        Dia mengatakan, mudik atau pulang kampung sama-sama berpeluang membawa virus ke kampung halaman. "Pergerakan dari zona merah ini sangatlah berbahaya," ungkapnya.

        Dia melanjutkan, sedikit atau banyak sama bahayanya. "Kita tidak tahu siapa yang membawa penyakit. Satu orang pemudik bisa jadi super-carrier virus bagi kampung halamannya. PSBB akan sia-sia jika hal tersebut sampai terjadi," katanya.

        Mardani memberikan contoh, orang dalam pemantauan (ODP) di Sumedang dan beberapa wilayah di Jawa Tengah meningkat akibat limpahan orang mudik dari Jabodetabek yang sudah menjadi zona merah. "Hal ini bisa dicegah dari awal jika pemerintah tegas dalam mengambil keputusan," ujar anggota Komisi II DPR ini.

        Walaupun keputusan untuk melarang mudik telah diambil, kata Mardani, tetap ada hal lain yang perlu diperhatikan. "Pemerintah perlu membatasi penerbangan domestik dan transportasi lainnya. Negeri kita berbentuk kepulauan, tingginya mobilitas antarpulau berpotensi mempercepat penyebaran virus tersebut," ujarnya.

        Dia mengutip data Badan Pusat Statistik Indonesia tahun 2018, ada sekitar 100 juta penumpang yang melakukan perjalanan via udara serta 20 juta orang lewat laut. "Data seperti ini penting dijadikan landasan untuk membuat keputusan selanjutnya," ujarnya.

        Selain itu, kata dia, ada tradisi yang dilakukan oleh masyarakat ketika mudik yakni memberikan bantuan kepada warga atau kerabat di kampung halaman.

        "Jika melarang warga untuk mudik, pemerintah perlu memastikan ada bantuan yang dapat di-cover untuk mereka yang ada di kampung," katanya.

        Dia juga meminta Presiden Jokowi sebagai pemimpin berada selalu berada di "atas" tidak bergantung dengan yang di bawah.

        "Bapak yang memutuskan apa yang telah disepakati bersama jajaran. Tegas kepada jajaran yang memiliki kepentingan pribadi, jadikan tantangan ini sebagai peluang untuk Indonesia yang lebih unggul dan mandiri ke depan," tuturnya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Puri Mei Setyaningrum

        Bagikan Artikel: