Kegiatan pemberdayaan istri pengemudi ojek online yang dilakukan oleh Grab menuai kritik. Grab Indonesia yang menggelar kegiatan pelatihan pembuatan masker bagi para istri dari mitra pengemudi di Makassar. Puluhan istri mitra pengemudi GrabBike dan GrabCar di Makassar akan mengikuti pelatihan pembuatan masker di konveksi Makassar Jeans House selama enam hari.
Dari 3.000 masker yang dihasilkan, 300 masker siap dibawa pulang oleh istri mitra pengemudi yang telah mengikuti pelatihan. Masker tersebut bisa dijual kembali untuk menambah penghasilan dan bisa digunakan sebagai modal untuk menjalankan usaha pembuatan masker ke depannya. Masker tersebut juga akan dibagikan kepada keluarga mitra pengemudi, merchant GrabFood dan juga GrabKios untuk menjaga kesehatan mereka.
Baca Juga: Grab Siapkan Berbagai Insentif bagi Mitra Pengemudi
Komisioner Komnas Perempuan Andy Yentriyani, mengatakan bahwa kegiatan yang disebut pemberdayaan itu masih berkutat pada aspek stereotipe misalkan seorang perempuan diberdayakan dengan cara-cara seperti menjahit. Menurutnya, perlu ada terobosan lain aktivitas pemberdayaan yang keluar dari pandangan stereotipe tersebut.
Adriana Venny, dari Lembaga Paritsipasi Perempuan mengamini pernyataan Andy Yentriyani. Menurutnya, kegiatan pendampingan harusnya diawali dengan assesment sehingga tidak terjebak dalam stereotipe.
“Perempuan tidak hanya ingin diberikan ketrampilan yang stereotip perempuan seperti masak atau menjahit,” ucapnya.
Baca Juga: Salut! Lawan Corona, Grab Lakukan Hal Ini untuk Para Mitranya
Aksi Grab tersebut ramai diperbincangkan di twitter, dalam cuitannya melalui akun twitter @BuruhSiluman, Hariati Sinaga, seorang peneliti pada International Center for Development and Decent Work (ICDD) Universital Kassel, Jerman, menilai apa yang dilakukan oleh Grab adalah upaya mempekerjakan istri dari para mitra driver.
“Bukannya merogoh kocek sendiri u/ menyediakan masker kpd "mitra"nya (yg terpaksa bekerja krn tdk ada jaminan ekon meski disebut "mitra"), bisnis platform malah mempekerjakan istri "mitra pengemudi" dgn tdk dibayar atas nama workshop utk memproduksi masker,” cuitannya pada 9 Mei 2020.
Cuitan itu mendapatkan tanggapan dari pengguna Twitter lainnya, salah satunya adalah Kate Walton melalui akun @waltonkate. “I read the headline and thought "maybe it could work" then read the article and immediately retracted that. Six days unpaid 'training' to make masks?? That ain't training - that's exploitation”. (saya membaca headline dan berpikir “mungkin itu bisa kerja” lalu membaca artikelnya dan sekejab mencabut asumsi itu. Enam hari 'pelatihan' tanpa dibayar untuk membuat masker?? Itu bukan pelatihan-itu eksploitasi”).
Akun lainnya,@thedandellion mengatakan: “ Ya tapi cuannya ga sebanding sama kerja keras mereka pas workshop itulah yang dinamakan eksploitasi ya mas/mba. Kalau semua maskernya boleh dibawa pulang buat mereka jual sendiri dan pakai sendiri ya masih mending, ini sebagaian besarnya malah buat perusahaan juga”.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Annisa Nurfitri
Editor: Annisa Nurfitri