Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Jokowi Serukan New Normal: Program Konkret Seperti Apa Nih, Pak?

        Jokowi Serukan New Normal: Program Konkret Seperti Apa Nih, Pak? Kredit Foto: Antara/Aditya Pradana Putra
        Warta Ekonomi -

        Ajakan Presiden Joko Widodo untuk menjalankan kehidupan new normal sebaiknya direspons dengan panduan program yang jelas. Jika tidak, sangat berpotensi Indonesia mengalami kegagalan sosial.

        Para pembantu Presiden Jokowi dinilai belum tentu mampu menerjemahkan ide besar yang sedang ditunggu masyarakat tersebut.

        Anggota Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia (HIPPI), Johan Singandaru, menyebut kondisi new normal ditunggu betul oleh pedagang kecil, UMKM, dan para pengusaha di DKI Jakarta serta wilayah penyangga. Banyak yang mengharapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dipungkasi pada Juni 2020.

        "Bulan Juni bulan bekerja kembali dengan memenuhi protokol kesehatan. Saya setuju dengan hal itu. Sebab, kondisi usaha saat ini tengah mengalami penurunan tajam sampai dengan 50 persen lebih. Akibat daya beli masyarakat yang drop sehingga industri menurunkan produksinya," terang Johan, belum lama ini.

        Ditambahkannya, seluruh sektor usaha melakukan efisiensi anggaran dan pengurangan karyawan. Jika bulan Juni tak ada new normal maka pengusaha bakal benar-benar gulung tikar.

        "Sepertinya kalau masih begini terus selama satu atau dua bulan lagi bisa menyerah deh," ujarnya. 

        Serupa, Dosen Komunikasi Politik Universitas Pelita Harapan Emrus Sihombing menyebut new normal dalam menghadapi dampak buruk pandemi Covid-19 ini perlu segera dipertegas. Presiden harus punya keberanian membuat terobosan program yang jelas tentang hidup berdampingan dengan corona.

        Menurut Emrus, terobosan cerdas penting dilakukan sebab hingga saat ini belum ada lembaga penelitian yang kredibel di seluruh dunia yang mampu membuat kesimpulan kapan pandemi berakhir. Karenanya, solusi terbaik sifatnya temporer, atau boleh jadi ke depan menerapkan kebiasaan sosial, budaya baru, atau kehidupan normal baru, secara permanen.

        Untuk itu, pemerintah pusat, harus bekerja keras agar semua masyarakat dapat beradaptasi dengan fenomena penyebaran dan dampak Covid-19. Kementerian dan lembaga pemerintah kudu membuat program unggulan dalam rangka mengantarkan seluruh masyarakat di Indonesia masuk ke pintu gerbang perubahan, yaitu kehidupan normal baru dan hidup berdampingan dengan Covid-19.

        "Kementerian Agama, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Sosial, semua insitusi terkait lalukan jemput bola, proaktif berinisiatif bekerja keras membuat program unggulannya agar berhasil memasuki dan berada pada kehidupan new normal, termasuk bisa bekerja kembali seperti biasa seperti gagasan dan pemikiran Presiden yang sangat futuristik dan antisipatif itu," ungkap Emrus.

        Di lain sektor, tambah Emrus, Polri perlu terlibat dengan merevitalisasi fungsi dan peran satuan pembinaan masyarakat (Satbinmas) untuk menumbuhkan kesadaran kehidupan berbangsa dan bernegara yang baru. Terutama untuk mengantisipasi gangguan ketertiban dan keamanan di lingkungan masing-masing yang ditimbulkan oleh dampak Covid-19.

        Sebelumnya, Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA merilis temuannya yang dihimpun dari berbagai sumber ilmiah seperti Worldometer, WHO, dan data Gugus Tugas Nasional, bahwa Indonesia sudah memenuhi syarat untuk memulai hidup normal bekerja kembali dengan beberapa catatan. Hal itu penting dilakukan sebelum vaksin corona ditemukan.

        Peneliti LSI Denny JA, Ikrama Masloman memaparkan lima kisi-kisi untuk Indonesia kembali kerja. Pertama, new normal dimulai dari daerah yang grafik tambahan kasus harian positifnya menurun. Kedua, yang usianya rentan terkena virus dan rentan angka kematian, 45 tahun ke atas, tetap di rumah atau kerja dari rumah. Sedangkan usia yang tidak rentan di bawah 45 tahun dibolehkan bekerja kembali di luar rumah.

        Ketiga, data menunjukan bahwa tingkat kematian juga tidak proporsional bagi mereka yang punya penyakit penyerta tetap kerja dari rumah. Keempat, memulai gaya hidup baru di era 'new normal' diizinkan kembali beraktivitas namun selalu menjaga protokol kesehatan, dan aturan social distancing harus tetap berlaku ketat seperti pakai masker, sering mencuci tangan, tak bersalaman dulu dan lainnya.

        Kelima, semua pihak harus berperan serta, mengambil bagian menjaga agar protokol kesehatan terjaga ketika kembali beraktivitas. Tak hanya pemerintah pusat maupun daerah. Pemimpin dunia usaha, tokoh masyarakat, tokoh agama harus terlibat aktif mengedukasi, mengawasi warga agar kesehatan tetap terjaga.

        "Kembali beraktivitas, tetap menjaga ketat protokol kesehatan sangat penting mencegah melonjaknya kasus baru juga mengantisipasi datangnya gelombang kedua pandemi," papar Ikrama.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Cahyo Prayogo

        Bagikan Artikel: