Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Ogah Minta Maaf ke Din Syamsuddin, Ade Armando Ungkap Pembelaan Dirinya

        Ogah Minta Maaf ke Din Syamsuddin, Ade Armando Ungkap Pembelaan Dirinya Kredit Foto: Sufri Yuliardi
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Dosen Ilmu Komunikasi FISIP UI Ade Armando kembali akan berurusan dengan hukum. Pasalnya, dia disomasi oleh PW Pemuda Muhammadiyah Jateng karena dianggap menghina Muhammadiyah dan mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin.

        "Saya memperoleh kabar bahwa saya disomasi oleh PW Pemuda Muhammadiyah Jawa Tengah  karena unggahan saya di Facebook (1 Juni 2020 ) dianggap mendiskreditkan Muhammadiyah dan Din Syamsudin," kata Ade pada Selasa (2/6/2020) melalui rilis klarifikasi lewat pesan WhatsApp.

        Sebelumnya Wakil Ketua PW PM Jateng Andika Budi Riswanto menganggap unggahan Ade adalah pencemaran nama baik dan fitnah yang sangat menyakitkan bagi warga Muhammadiyah.

        Baca Juga: Ogah Terseret Pemakzulan Presiden, Anwar Abbas: Jangan Sangkut Pautkan Muhammadiyah ke Politik!

        Ungggahn yang dimaksud, kata Ade, soal komentarnya terhadap sebuah webinar yang diselenggarakan Masyarakat Hukum Tata Negara Muhammadiyah (Mahutama) dan Kolegium Jurist Institute (KJI) berjudul Menyoal Kebebasan Berpendapat dan Konstitusionalitas Pemakzulan Presiden di Era Pandemi Covid-19.

        Kemudian Ade menuliskan pernyataan menanggapinya.

        "Komentar lengkap saya berbunyi begini isu pemakzulan Presiden digulirkan Muhammadiyah. Keynote Speakernya Din Syamsudin, si dungu yang bilang konser virtual Corona menunjukkan pemerintah bergembira di atas penderitaan rakyat. Andika menuntut saya mencabut posting-an itu serta menyampaikan permintaan maaf secara terbuka kepada Persyarikatan Muhammadiyah dan kepada Prof Din Syamsuddin melalui lima media massa televisi nasional, lima media massa cetak nasional, lima media massa berbasis jaringan internet nasional, dan di halaman media-media sosial saya," imbuh Ade.

        Berkenaan somasi tersebut, kata Ade, dia memiliki sikap sebagaimana dituangkan dalam poin-poin berikut:

        1. Saya menghargai kebebasan setiap warga negara untuk menyampaikan pandangan politiknya di negara ini. Karena itu saya tidak pernah meminta pihak manapun untuk menindak penyelengaraan diskusi tersebut. Adalah hak Mahutama dan KJI untuk menggulirkan isu pemakzulan presiden.

        2. Dalam posting-an saya, saya tidak menuduh Mahutama dan KJI berinisiatif untuk menggulingkan Presiden. Saya hanya menyatakan bahwa isu pemakzulan presiden digulirkan Muhammadiyah, mengingat Mahutama menggunakan kata Muhammadiyah dalam nama resminya. Tapi kembali saya tekankan, saya tidak menuduh Mahutama berinisiatif menggulingkan Presiden. Yang dilakukan Mahutama adalah menggulirkan isu pemakzulan presiden. Dua hal tersebut jelas berbeda.

        3. Saya baru saja memperoleh informasi bahwa acara itu sendiri sebenarnya tidak disetujui pimpinan Muhammadiyah. Sebagaimana diberitakan, Ketua PP Muhammadiyah Anwar Abbas ternyata menyesalkan pengunaan nama Muhammadiyah dalam penyelenggaran webinar tersebut.

        Menurut Anwar, penggunaan nama Muhammadiyah dalam acara tersebut dilakukan tanpa sepengetahuan PP Muhammadiyah. Anwar menyatakan penggunaan nama Muhammadiyah tanpa sepengetahuan PP Muhammadiyah tersebut 'bisa merusak nama baik dan mempersulit posisi Muhammadiyah'.

        Ade mengutip salah satu media nasional soal pernyataan poin nomor tiga itu. Dia melanjutkan bahwa Anwar mengingatkan bahwa penyematan nama Muhammadiyah dalam diskusi itu harus melalui izin dari organisasi karena topik diskusinya menyangkut hal yang sangat sensitif.

        Anwar juga menyatakan pihaknya sama sekali belum menerima permohonan konsultasi atau informasi dari penyelenggara acara tersebut bahwa akan menyematkan Muhammadiyah. Dia baru mengetahui dari tautan sejumlah pihak lewat pesan aplikasi Whatsapp.

        "Untuk itu saya sangat menyesalkan dan mengimbau para pihak kalau akan menyelenggarakan acara yang akan menyeret-nyeret nama Muhammadiyah ke ranah politik semestinya sebelum melaksanakan, hendaknya bertanya dan berkonsultasi dulu dengan pimpinan pusat dan atau pimpinan wilayah Muhammadiyah setempat," kata Ade.

        4. Terkait dengan klarifikasi Anwar, saya merasa perlu menyampaikan permintaan maaf kepada PP Muhammadiyah karena saya tidak memperoleh informasi bahwa sebenarnya kegiatan Mahutama tersebut dilakukan tanpa seizin PP Muhammadiyah. Saya sendiri heran mengapa Mahutama secara gegabah melakukan acara yang bisa merusak nama baik Muhammadiyah. Tapi saya lega bahwa PP Muhammadiyah menolak acara tersebut.

        5. Terkait dengan nama Din Syamsuddin, saya bersedia mencabut pernyataan saya dan meminta maaf kepadanya, selama dia juga menjelaskan kepada publik mengapa dia, melalui media massa, menuduh pemerintah bergembira di atas rakyat yang menderita di tengah pandemik Covid-19 karena BPIP menyelenggarakan konser virtual penggalangan dana untuk membantu korban terdampak Covid-19 pada 17 Mei lalu. Tuduhan semacam itulah yang saya anggap 'dungu'. Bagaimana mungkin langkah pemerintah berusaha menggalang dana untuk membantu mereka yang menderita dianggap sebagai bukti bahwa pemerintah bergembira?

        6. Terakhir saya rasa ada baiknya PW Pemuda Muhammdiyah Jateng mengomentari pernyataan Din Syamsudin sebagai keynote speaker di Webinar 1 Juni tersebut.

        Ade lantas lebih lanjut menjelaskan komentar dirinya soal Din Syamsuddin. "Din menyatakan saat ini, dengan merujuk teoritikus Islam Al Mawardi, sudah terpenunuhi syarat-syarat untuk memakzulkan presiden. Ada tiga syarat yang harus dipenuhi untuk memakzulkan presiden: ketiadaan keadilan, ketiadaan ilmu pengetahuan, dan ketiadaan kewibawaan. Din juga menyatakan pemakzulan pemimpin sangat mungkin dilakukan apabila terjadi kepemimpinan represif hingga cenderung diktator," kata dia.

        Baca Juga: Din Syamsuddin Beberkan Sejumlah Sebab Presiden Sangat Mungkin Dimakzulkan

        Ade menambahkan bahwa Din menyebut pemerintah Indonesia belakangan ini tak berbeda jauh dengan kondisi tersebut. Menurutnya, pemerintah saat ini tengah membangun kediktatoran konstitusional. Merujuk pada pemikir Islam modern Rasyid Ridho, Din meminta agar masyarakat tak segan melawan kepemimpinan yang zalim apalagi jika melanggar konstitusi.

        "Saya menganggap pandangan Din bahwa sudah terpenuhi syarat-syarat untuk memakzulkan Presiden adalah pandangan yang 'dungu'. Namun saya juga bersedia mencabut anggapan bahwa Din adalah tokoh yang 'dungu', bila PW Pemuda Muhammadiyah Jateng bisa menjelaskan apa yang dimaksud oleh pernyataan Din Syamsuddin tersebut," katanya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Rosmayanti

        Bagikan Artikel: