Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Meski Dinyatakan Bersalah, Rupanya Jokowi Tak Diputuskan Minta Maaf ke Publik. Kok Bisa?

        Meski Dinyatakan Bersalah, Rupanya Jokowi Tak Diputuskan Minta Maaf ke Publik. Kok Bisa? Kredit Foto: Antara/Sigid Kurniawan
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) memutuskan Presiden dan Menteri Komunikasi dan Informatika bersalah dalam melakukan pemblokiran internet di Papua pada Agustus 2019 lalu. Dalam hal ini, pemberitaan pun sempat diramaikan dengan tuntutan Presiden Joko Widodo dan Menkominfo Johnny G Plate untuk meminta maaf melalui media massa nasional.

        Namun ternyata, tuntutan permintaan maaf itu adalah kekeliruan. Hal ini disampaikan oleh Ade Wahyudin, Direktur LBH Pers, dalam konferensi pers secara virtual, Kamis (4/6/2020).

        Menurut Ade, memang sejak awal penggugat menuntut agar Presiden dan Menkominfo untuk minta maaf, namun dalam perjalanannya, tuntutan itu berubah.

        Baca Juga: Jokowi Kalah, Pemerintah Terbukti Sengaja Tutupi Kejahatan Genosida di Papua?

        "Memang terjadi beberapa perubahan dalam teknis gugatan, yang kita tahu bahwa teman-teman wartawan juga mendapat kekeliruan terkait dengan adanya putusan dan petitum yang berbeda. Dalam kesempatan ini kita akan berikan klarifikasi bahwa yang tertera di dalam SIP PTUN Jakarta itu adalah gugatan awal kami sebelum adanya sidang pendahuluan," kata Ade, Kamis.

        Ade mengatakan, pada sidang pendahuluan, sebagai penggugat pihaknya banyak mendapatkan masukan dari majelis hakim. Karena ada kekhawatiran terkait jalannya teknis persidangan, maka penggugat memutuskan untuk mengubah tuntutan dan menarik tuntutan yang menyatakan Presiden dan Menkominfo harus meminta maaf.

        "Pada sidang pendahuluan di dalamnya terdapat masukan dari majelis hakim setelah sidang pendahuluan, tuntutan kami terkait dengan permintaan maaf itu kami drop karena ada kekhawatiran terkait teknis di pengadilan," ujar Ade.

        Sehingga, pemberitaan yang saat ini beredar jika PTUN memutuskan Presiden dan Menkominfo untuk meminta maaf, adalah kekeliruan, namun bukan merupakan berita hoaks. Sebab dari awal memang ada tuntutan semacam itu yang dilayangkan oleh LBH Pers.

        "Jadi memang tidak ada hoaks, memang benar kami mengajukan gugatan pada saat awal-awal seperti itu. Jadi tidak ada yang salah. Tapi akhir putusan ini, itu tidak ada tuntutan terkait permintaan maaf. Tuntutan permintaan maaf itu tidak ada," ujarnya.

        Berikut putusan lengkap yang dilansir dari website PTUN Jakarta:

        MENGADILI

        Dalam Eksepsi: Menyatakan eksepsi Tergugat I dan Tergugat II tidak diterima;

        Dalam Pokok Perkara:

        1. Mengabulkan gugatan Para Penggugat;

        2. Menyatakan Tindakan-Tindakan Pemerintahan yang dilakukan oleh Tergugat I dan Tergugat II berupa:

        Tindakan Pemerintahan Throttling atau pelambatan akses/bandwidth di beberapa wilayah Provinsi Papua Barat dan Provinsi Papua pada 19 Agustus 2019 sejak pukul 13.00 WIT (Waktu Indonesia Timur) sampai dengan pukul 20.30 WIT;

        Tindakan Pemerintahan yaitu pemblokiran layanan data dan/atau pemutusan akses internet secara menyeluruh di Provinsi Papua (29 Kota/Kabupaten) dan Provinsi Papua Barat (13 Kota/Kabupaten) tertanggal 21 Agustus 2019 sampai dengan setidak-tidaknya pada 4 September 2019 pukul 23.00 WIT;

        Tindakan Pemerintahan yaitu memperpanjang pemblokiran layanan data dan/atau pemutusan akses internet di 4 Kota/Kabupaten di Provinsi Papua (yaitu Kota Jayapura, Kabupaten Jayapura, Kabupaten Mimika, dan Kabupaten Jayawijaya) dan 2 Kota/Kabupaten di Provinsi Papua Barat (yaitu Kota Manokwari dan Kota Sorong) sejak 4 September 2019 pukul 23.00 WIT sampai dengan 9 September 2019 pukul 18.00 WIB/20.00 WIT; Adalah perbuatan melanggar hukum oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan

        3. Menghukum Tergugat I dan Tergugat II untuk membayar biaya perkara secara tanggung renteng sebesar Rp.457.000,- (empat ratus lima puluh tujuh ribu rupiah);

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Rosmayanti

        Bagikan Artikel: