Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Jadikan Covid-19 Kambing Hitam Rendahnya Serapan Anggaran, Ironis

        Jadikan Covid-19 Kambing Hitam Rendahnya Serapan Anggaran, Ironis Kredit Foto: Sufri Yuliardi
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Pandemi Covid-19 tidak hanya mengancam kesehatan, tapi berimplikasi besar pada kegiatan sosial dan ekonomi masyarakat. Dampaknya juga berimbas pada perekonomian Nasional. Penanganan bencana non-alam dengan berbagai dampaknya, perlu upaya luar biasa (extraordinary) oleh pemerintah untuk mengeksekusi semua program yang direncanakan.

        Demikian diungkapkan Intan Fauzi, Anggota DPR RI Dapil Kota Bekasi dan Depok. Menurutnya, pemerintah harus optimal, namun terukur dalam membelanjakan anggaran di masa keadaan darurat ini. Apalagi, payung hukum yang menjadi amunisi bagi pengambil kebijakan sudah tersedia.

        Intan mengungkapkan, penetapan Perppu 1/2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19 dan/atau dalam rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan telah disahkan menjadi Undang-Undang 2/2020. Untuk mengakselerasi belanja negara, diikuti juga dengan terbitnya Peraturan Presiden 72/2020 terkait penyesuan kembali postur dan rincian APBN.

        Baca Juga: BBM Premium: Jakarta Makin Tenggelam dan Kelam oleh Polusi

        Anggaran penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) mengalami kenaikan sebanyak empat kali dalam jangka waktu singkat. Awalnya pemerintah mengalokasikan anggaran sebesar Rp405,1 triliun, kemudian naik signifikan menjadi Rp677,2 triliun, lalu naik lagi menjadi Rp695,2 triliun. Kemudian pemerintah memproyeksi dana penanganan melonjak hingga Rp905,1 triliun.

        "Namun sayangnya, kita menghadapi persoalan klasik yang hampir terus terjadi di setiap tahun anggaran, yakni kemampuan serapan anggaran kementerian dan lembaga masih rendah," ungkap Intan.

        Persoalan tersebut jelas berdampak langsung bagi masyarakat karena program pemerintah untuk masyarakat menjadi tersendat. Apalagi, program ini bersentuhan dengan kebutuhan yang mendesak bagi publik.

        Persoalan akut menahun ini sepatutnya tidak perlu terjadi. Sebab, anggaran yang disusun itu berbadasarkan program berbasis kinerja yang juga merupakan hasil pembahasan  panjang dengan mitra kerja pemerintah di DPR.

        "Jadi, alokasi anggaran di APBN itu bukan lahir dari bim salabim, tetapi hasil sebuah proses politik di Parlemen. Menjadikan Covid-19 sebagai kambing hitam penyebab rendahnya daya serap anggaran, adalah mengada-ngada dan ironis," ujar Intan.

        Realisasi anggaran kementerian/lembaga sampai Mei 2020 hanya 10,41%. Khusus anggaran kesehatan sebesar Rp85,77 triliun untuk belanja penanganan Covid-19 mendapat sorotan karena realisasinya baru mencapai 4,68% dari total alokasi.

        Baca Juga: China-Jepang Mau ke RI, Titah Jokowi: Bentangkan Karpet Merah!

        Intan berujar, "Betapa ruginya rakyat, akibat tidak optimalnya pemanfaatan anggaran yang ada. Semakin sedikit anggaran yang terserap, fungsi anggaran sebagai alat distribusi dan pemerataan pembangunan tidak tercapai."

        Tindakan berskala dan berimplikasi besar sepatutnya diambil oleh pemerintah. Dampak kesehatan, sosial, dan ekonomi yang tengah dihadapi ini sangat dahsyat, karena itu perlu kebijakan luar biasa.

        "Jika daya serap anggaran ini masih belum optimal, maka sama saja dengan memelihara kesenjangan ekonomi dan sosial. Kenapa? Sebab pemerintah dipersepsikan kurang serius dalam mengimplementasi program," tegasnya.

        Pemerintah harus memperbaiki dan memaksimalkan penyerapan anggaran ini. Jika tidak, akan berpengaruh pada kepercayaan publik terhadap kinerja pemerintah. Perlindungan terhadap kesehatan masyarakat menjadi syarat penting untuk memajukan perekonomian negara. Roda kegiatan ekonomi tidak akan berjalan tanpa didukung dengan SDM yang berkualitas dan sehat. Demikian juga sebaliknya,  masyarakat sehat, tapi roda ekonomi stagnan, tentu tidak memberi insentif bagi negara ini.

        "Publik memiliki sensitivitas tinggi terhadap anggaran. Ketidakmampuan pemerintah mengoptimalkan pemanfaatan anggaran, yang disoroti publik adalah buruknya kinerja pemerintah. Ini sangat memprihatinkan," tukasnya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Agus Aryanto
        Editor: Rosmayanti

        Bagikan Artikel: