Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun kembali mengkritik soal pengelolaan BUMN. Menurut dia, selama profesionalisme tidak ditegakkan, berat bagi BUMN untuk bergerak ke arah yang lebih baik.
"Sulit kita menegakkan good governance, menegakkan peraturan, menegakkan UU kalau yang melanggar justru pusat kekuasaan sendiri," katanya dalam video berjudul Relawan Jokowi: Belasan Kawan Adian Jadi Komisaris, BUMN Bersih Hanya Mimpi!!! yang diunggah melalui channel Youtube, Rabu (1/7/2020) malam.
Refly mengaku sangat prihatin melihat ketidakprofesionalan BUMN yang sudah disaksikannya sejak zaman Rini Soemarno. Dia mengungkapkan, hampir semua punggawa Kementerian BUMN ditempatkan di pos-pos yang enak. Orang-orang tersebut berputar-putar berganti jabatan di antara mereka.
Baca Juga: Investor Asing Hengkang dari China, Erick Siapkan Sambutan Hangat
Padahal, pada saat yang bersamaan orang-orang itu merupakan penentu siapa yang akan menjadi komisaris, bagaimana bonusnya, dan berapa gajinya.
"Dari kecil itu saja sudah terlihat ada conflict of interest di sana. Tapi sayang seperti ini kan tidak diperhatikan Erick Tohir," tutur dia.
Refly lalu menceritakan pengalamannya menolak seorang yang dianggapnya tidak cocok untuk ditempatkan sebagai komisaris anak perusahaan, ketika dia menjadi komisaris utama BUMN. Menurut dia, dari segi usia nama yang disodorkan masih terlalu muda, sekitar 20-an tahun. Begitu juga latar belakang pendidikannya tidak relevan.
"Karena kebetulan membantu kementerian. Jadi, dia bekerja di kementerian tapi gajinya dari BUMN, gimana nalarnya ya? Saya kira berdosa kalau membiarkan praktik-praktik seperti itu," kata Refly.
Refly berharap, sebagai orang profesional, Erick thohir mau membenahi hal-hal semacam itu. Hanya dia sendiri meragukan Erick Tohir bisa melakukan itu karena posisinya adalah pembantu presiden.
"Kalau presiden tidak memberikan clear message untuk membenai BUMN, ya susah juga," ujarnya.
Refly pun menyindir kemarahan Jokowi belum lama ini. "Jadi kalau presiden marah-marah, tapi at the same time dia membiarkan praktik-praktik yang begini di BUMN, ya orang akan mencibir. Bagaimana kita mau profesional kalau tiba-tiba dua wakil menteri menjadi komisaris di salah satu perusahaan besar dengan tantiem rata-rata per bulan lebih dari Rp1 miliar?" kata Refly.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Rosmayanti
Tag Terkait: