Terkait putusan KPPU terhadap Grab Indonesia yang dinyatakan bersalah dalam dugaan diskriminasi, Hotman Paris Hutapea sebagai kuasa hukum menyatakan bahwa putusan tersebut merupakan preseden buruk bagi citra dunia usaha di Indonesia di mata international.
Senada dengan pernyataan tersebut, pakar ekonomi dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia Rizal E. Halim menilai, putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) berpotensi meningkatkan ketidakpastian hukum dalam berusaha. Menurutnya, syarat sebuah negara dapat maju ekonominya adalah kepastian hukum dalam berusaha.
Baca Juga: Hukuman KPPU ke Grab Dinilai Tepat, Tidak Ganggu Investasi Asing
"Dengan kepastian hukum, investor tertarik menanamkan modal, pengusaha dapat menyusun rencana bisnis. Sebaliknya, kepastian hukum yang buruk membuat investor hengkang dan usaha menggulirkan roda perekonomian akan terganggu," ujar Rizal, Selasa (7/7/2020).
Menurut Rizal, untuk mendorong efisiensi industri dan mendorong kinerja perusahaan, dalam siklus hidup industri selalu dihadirkan upaya untuk mengelola motivasi personil (SDM) dalam sebuah perusahaan. Hal ini tentunya sangat jelas pada industri jasa, mekanisme pengelolaan motivasi ini biasa dikaitkan dengan reward system.
"Termasuk perusahaan seperti Grab sebagai perusahaan teknologi yang telah menyiapkan sistem pengelolaan motivasi dan penilaian berbasis kinerja yang transparan," imbuh Rizal.
Selanjutnya, jika kompetisi berprestasi dinilai sebagai diskriminasi, yang terjadi adalah demotivasi dan makin sulitnya menumbuhkan daya saing usaha yang berimbas pada daya saing nasional secara lebih luas. Perusahaan pun akan enggan membuat program-program sejenis yang sejatinya bertujuan meningkatkan pelayanan dan memberikan layanan superior kepada konsumen (consumers surplus).
Rizal mengungkapkan, Bank Dunia setiap tahun mengeluarkan laporan Kemudahan Berusaha (Ease of Doing Business) yang menggambarkan peringkat negara-negara dalam kemudahan berusaha. Dalam laporan berjudul Doing Business 2020, Bank Dunia mencatat Indonesia sudah melakukan perbaikan sehingga skornya naik 1,64 poin menjadi 67,69. Namun, peringkatnya tetap sama dengan tahun lalu, di urutan ke-73.
"Jangan sampai putusan KPPU akan memperburuk posisi Indonesia dalam hal kepastian hukum dalam berusaha," ujar Rizal.
Menurut Rizal, Presiden Jokowi berkali-kali mengingatkan Kementerian dan Lembaga untuk terus mendorong iklim usaha di Indonesia yang salah satunya adalah menghadirkan kepastian hukum dalam berusaha. Seharusnya, apa yang diputuskan KPPU perlu tidak hanya menghadirkan situasi persaingan yang sehat, tetapi juga mengedepankan efisiensi industri khususnya dalam memberikan layanan superior bagi konsumen dan masyarakat. Bukan sebaliknya. Hal ini berpotensi menghadirkan ketidakpastian hukum dan menekan iklim usaha secara lebih luas.
Sebelumnya, KPPU menyatakan bersalah PT Solusi Transportasi Indonesia (Grab Indonesia) dan PT Teknologi Pengangkutan Indonesia (TPI) atas dugaan diskriminasi terhadap mitra pengemudi mandirinya. Dikatakan KPPU, Grab telah memberikan order prioritas kepada mitra pengemudi GrabCar yang berada di bawah naungan TPI.
Akibatnya, Grab dinilai telah melakukan persaingan usaha tidak sehat terhadap mitra mandiri selain TPI. Menanggapi putusan tersebut, Grab menyatakan menyesalkan putusan KPPU karena adanya argumentasi dan pembuktian yang kuat dari Grab dan didukung oleh saksi dan ahli yang dihadirkan dalam persidangan.
Menurut Grab, sistem pemesanan bersifat adil dan murni berdasarkan kinerja dan prestasi. Grab memiliki berbagai program manfaat untuk memberikan penghargaan kepada semua mitra pengemudi yang memenuhi syarat dan mendapat penilaian tinggi dari konsumen secara konsisten. Grab mengajukan banding atas putusan KPPU tersebut.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Agus Aryanto
Editor: Puri Mei Setyaningrum
Tag Terkait: