
Satu per satu pendukung Presiden Jokowi di pilpres 2019 mulai berubah sikap. Mereka yang tadinya pecinta berat Jokowi kini berubah menjadi menyerang Jokowi. Kenapa mereka jadi begitu?
Pada Pilpres 2019, Jokowi tidak hanya didukung banyak parpol dan relawan, tapi mereka yang punya latar belakang akademisi, aktivis dan artis, juga masuk barisan pendukung militan Jokowi.
Baca Juga: Alamaak! Jokowi Kembali Dibuat Kesal Bukan Kepalang, Gara-Gara...
Siapa saja mereka? Pertama, Abdillah Toha. Pada pilpres lalu, pengamat politik yang juga mantan anggota DPR dari PAN ini masuk dalam golongan "fanatik Jokowi". Dukungannya terhadap Jokowi sudah dilakukan sejak Pilpres 2014. Namun belakangan ini, Abdillah Toha getol mengritik Jokowi. Kritikan itu disampaikannya lewat akun Twitter miliknya, @aT_abdillahToha.
Salah satu yang paling keras dikritiknya terkait majunya putra sulung Jokowi, Gibran Rakabuming, di Pilkada Solo. Kritikan berlanjut terkait kasus buronan Djoko Tjandra. Dia bilang penegakan hukum di negeri ini makin gelap. Seorang buronan bisa melenggang di Ibukota sampai sekarang belum tertangkap.
"Kalau apa yang disampaikan anggota DPR ini benar, negeri ini sakit parah dan harus masuk ICU," tulisnya tadi malam saat mengomentari pemaparan anggota Komisi III Benny K Harman yang menceritakan perjalanan Djoko Tjandra.
Dalam tulisan bertajuk Ke Mana Jokowi Akan Membawa Kita, Abdillah menceritakan berbagai kekecewaan pada pemerintahan Jokowi. Mulai dari munculnya Perppu Corona, lolosnya RUU Minerba, juga lahirnya Omnibus Law yang dianggapnya tidak mencerminkan kepentingan rakyat. Selain itu, banyak lagi yang dia sorot.
Dia berharap, dalam waktu dekat muncul tanda-tanda yang mengindikasikan langkah-langkah nyata dalam rangka mengoreksi semua itu. Kalau tidak? "Akan sangat sulit bagi orang seperti saya dan banyak pendukung lain untuk bertahan sebagai barisan pembela Jokowi," tulisnya.
Pendukung Jokowi lain yang sekarang getol mengritik adalah Akhmad Sahal. Cendekiawan muda Nahdlatul Ulama ini bisa dibilang pendukung garis keras Jokowi. Tapi kini, Sahal mulai berani melayangkan kritik pada Jokowi. Salah satu yang ia kritik soal Gibran.
Menurut dia, cara terbaik dukung Jokowi saat ini adalah dengan mengkritiknya secara terbuka kalau keliru dan bukan mencari alasan untuk membelanya. Fanatisme terhadap Jokowi dengan membela/memujinya secara membabi buta justru akan menjerumuskannya.
"Kritik obyektif, bukan kebencian atau fitnah," kicaunya lewat akun Twitter miliknya @Sahal_AS.
Dari kalangan selebritis, komika yang juga aktivis film Ernest Prakasa sudah lebih dulu putar haluan. Ernest sekarang paling getol menyampaikan kritik. Saat video Jokowi viral memarahi para menterinya (28/6/2020) lalu, Ernest malah menyebutnya sebagai drama politik. Kini, Ernest makin kencang mengkritik Jokowi terkait majunya Gibran di Pilkada Solo.
"Menurut saya, Mas Gibran orang baik. Tapi, saya enggak setuju Pak Jokowi merestui anaknya maju pilkada saat beliau masih presiden. Menurut saya, itu enggak asik. Dan saya enggak sungkan mengkritik Presiden karena menurut saya itu adalah cara mendukung yang sportif," kicau @ernestprakasa.
Baca Juga: Pinta Fadli Zon: Pak Jokowi, Keras Dong ke Nadiem
Terakhir adalah Savic Ali. Mantan aktivis 99 ini mengkritik kebijakan Mendikbud Nadiem Makarim soal Program Organisasi Penggerak. Dia kecewa Nadiem memberi bantuan dana kepada lembaga konglomerat yang akhirnya membuat Muhammadiyah, NU, dan PGRI mundur.
Menurut dia, negara wajib menyediakan pendidikan dasar buat semua warganya. Negara belum sanggup. Masih jauh. Di saat yang sama kelompok masyarakat serta ormas yang membantu negara menjalankan kewajibannya juga guru-guru non-PNS yang bayarannya tak seberapa kini sudah dilupakan.
"Jokowi ini orang biasa yang makin menjauh dari rakyat biasa. Apalagi sebagian besar menterinya. Periode kedua ini gw udah gak happy sejak lihat jajaran menteri," kicau @savicali.
Pengamat politik dari UIN Bandung Nanat F Natsir memberikan analisis terkait berubahnya sikap para pendukung Jokowi tersebut. Kata dia, itu hal yang universal. Kalau seseorang sudah berbicara nuraninya, ia akan berbicara tentang keadilan dan kebenaran.
"Ini berlaku umum atau sudah sunatullah," kata Nanat.
Mantan Rektor UIN Bandung ini mengatakan seorang yang bukan pendukung Jokowi pun akan memberi dukungan jika kinerjanya dianggap sesuai janji kampanye. Sebaliknya, orang yang dulu mendukung pasti akan berbalik arah bila melihat kinerja Jokowi jauh dari yang disampaikan saat kampanye. Dalam kondisi ini, hati nurani akan muncul.
"Lebih-lebih dalam kenyataan semakin hari semakin jauh dari apa yang disampaikan saat kampanye," ungkapnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Cahyo Prayogo