Otoritas Jasa Keuangan (OJK) perlu memetakan regulasi profesi financial planner atau perencana keuangan lebih jelas. Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Ira Aprilianti mengatakan, beberapa hal yang patut diregulasi terkait aktivitas yang satu ini mencakup kewenangan dan kewajibannya, ruang lingkup dan kode etik profesinya, pertanggungjawabannya, hingga pengawasannya yang dapat dibantu melalui peran asosiasi.
Maraknya kasus perencana keuangan tidak berizin belakangan ini tentu merusak kepercayaan terhadap profesi perencana keuangan dan pasar keuangan. Apalagi, literasi keuangan di Indonesia masih lemah, tercatat pada tingkat 38,03% yang berarti hanya 38 orang dari 100 orang paham lembaga keuangan di Indonesia. Hal ini membuka kesempatan terjadinya tindakan eksploitasi dari oknum tidak bertanggung jawab.
Baca Juga: Dijamin Cuan, Ini Cara Efektif dan Aman Kelola Keuangan
Sebagaimana diketahui, belum lama ini Jouska, perusahaan financial planner, melakukan praktik layaknya manajer investasi. Parahnya, perusahaan penyedia jasa perencanaan keuangan ini dianggap merugikan kilennya karena masalah penempatan dana klien secara serampangan.
Perencana keuangan sendiri berfungsi sebagai pihak yang membantu perencanaan keuangan yang mengacu pada kebutuhan dari klien. Perencana keuangan tidak berhak menjalankan aktivitas keuangan nasabah karena sifatnya hanya memberikan masukan dan merencanakan. Sementara itu, manajer investasi adalah mereka yang menjalankan dan mengelola portofolio milik nasabah, baik individu maupun kelompok.
Ira menjelaskan, selama ini profesi perencana keuangan belum diatur oleh OJK dan hanya melalui proses sertifikasi oleh lembaga sertifikasi profesi. Padahal, wilayah kerja dari aktivitas ini berhubungan erat dengan kewenangan OJK untuk melindungi konsumen lembaga keuangan sesuai amanat UU OJK No. 21/2011.
Di Indonesia, sertifikasi FP dikeluarkan oleh LSP FPSB Indonesia dan IAFRC Indonesia. LSP FPSB atau Lembaga Sertifikasi Profesi FPSB Indonesia merupakan penyelenggara program sertifikasi "Certified Financial Planner (CFP)" dan "Registered Financial Planner (RFP)".
Sementara, IAFRC Indonesia memberikan sertifikasi "Registered Financial Associate (RFA)", "Registered Financial Consultant (RFC)", dan "Registered Islamic Financial Associate (RIFA)". Semua sertifikasi itu mengacu ke organisasi internasional sebagai acuan standar.
"Belum adanya regulasi yang mengatur aktivitas perencana keuangan inilah, salah satunya, yang membuat koridor kerja mereka tidak jelas. Pada kasus yang sedang ramai diperbincangkan, perencana keuangan ini juga berperan sebagai manajer investasi. Padahal, keduanya memiliki fungsi yang berbeda. Masing-masing memiliki batasan dan etika yang harus dipatuhi," jelas Ira.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Fajar Sulaiman
Editor: Puri Mei Setyaningrum