Raja Thailand Vajiralongkorn menjadi sosok yang mendapatkan sorotan karena kehidupannya yang cukup kontroversial. Saat ini dia sedang menghadapi tuntutan demonstran untuk melepaskan kekuatan yang berlebihan karena bisa mengatur militer.
Sosok yang namanya berarti "dihiasi permata atau petir" ini lahir pada 28 Juli 1952. Dia adalah anak kedua dari Ratu Sirikit dan Raja Bhumibol Adulyadej yang sebelumnya memiliki anak perempuan, tetapi dianggap tidak bisa mewarisi kedudukan ayahnya.
Baca Juga: Punya Kekuatan Hampir Absolut, Raja Thailand Didemo
Dalam tahun-tahun awal, Vajiralongkorn dididik di sebuah sekolah istana di Bangkok. Pada usia 13 dikirim ke dua sekolah swasta di Inggris selama lima tahun, kemudian untuk tahun terakhir di sekolah di Sydney, Australia. Dia menghabiskan empat tahun berikutnya untuk dilatih di Royal Military College, Duntroon, di Canberra.
Dengan caranya sendiri, calon raja Thailand ini berjuang untuk tetap di sekolah karena merasa sulit mendapatkan nilai di Duntroon. Dia terus menerima pelatihan militer lanjutan di Thailand, Inggris, Amerika Serikat, dan Australia, dan menjadi perwira di angkatan bersenjata Thailand.
Dikutip dari BBC, Vajiralongkorn muda pun menjadi pilot sipil dan pejuang yang berkualifikasi. Ia menerbangkan Boeing 737 miliknya sendiri saat bepergian ke luar negeri. Dia secara resmi diberi gelar Putra Mahkota oleh ayahnya dalam upacara penobatan pada 1972 yang menjadikannya pewaris resmi.
Pada Mei 2019, beberapa hari sebelum penobatan, Raja Vajiralongkorn menikah untuk keempat kali dengan mantan pramugari Thai Airways, Suthida. pernikahan sebelumnya penuh dengan kontroversi karena dia dinilai sebagai lelaki "nakal" yang suka bermain dengan perempuan.
Akan tetapi hukum lese majeste telah mencegah setiap diskusi terbuka tentang kesesuaian raja baru di Thailand. Bahkan akibat ulahnya itu, sempat mencuat kemungkinan Vajiralongkorn tidak mendapatkan tahtanya karena adik perempuannya, Putri Sirindhorn, lebih populer dan patuh.
Kemungkinan ini terjadi dari perubahan dalam hukum suksesi istana untuk memungkinkan seorang perempuan berhasil naik takhta. Namun itu hanya mungkin terjadi ketika tidak ada ahli waris laki-laki dan Raja Bhumibol tidak pernah mendukung opsi tersebut.
Ketika kesehatan Raja Bhumibol menurun, Pangeran Mahkota Vajiralongkorn mulai terlihat lebih sering di depan umum melakukan ritual kerajaan tradisional atas nama ayahnya. Setelah ayahnya meninggal, dia memimpin ritual pemakaman yang rumit dan berkepanjangan untuk almarhum raja, memberinya kesempatan untuk meningkatkan posisinya sendiri dalam proses tersebut.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Muhammad Syahrianto
Tag Terkait: