Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Sempat Dipuji, Negara-negara Ini Justru Kesulitan Tangani Corona

        Sempat Dipuji, Negara-negara Ini Justru Kesulitan Tangani Corona Kredit Foto: Reuters/Carlo Allegri
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Dipuji atas respon mereka yang cepat, tanggap, dan memiliki angka infeksi dan kematian yang rendah, negara-negara ini sempat dicap sebagai contoh yang baik dalam tindakannya menghadapi Covid-19. Namun, itu semua kini menjadi masa lalu.

        Pasalnya, seperti dilansir CNN, Selasa (4/8/2020), saat ini negara-negara yang dulunya dipuji atas penanganannya terhadap Covid-19, sekarang malah alami kesulitan dalam menghadapi kemunculan gelombang kedua dari virus tersebut.

        Baca Juga: Pandemi Corona Sebabkan 1 Orang Tewas Tiap 15 Detik

        Sebagai contoh, pada hari Minggu di Australia, Pemerintah Melbourne mengumumkan bahwa kota tersebut masuk ke dalam status darurat Covid-19.

        Gelombang kedua virus ini menjadi sebuah peringatan bagi para pemimpin negara lainnya bahwa negara-negara yang dulunya sukses dalam menghadapi virus ini pun bisa alami kesulitan.

        Australia

        Hanya beberapa bulan yang lalu, Australia dipuji atas tindakannya hadapi pandemi. Seperti di Amerika Serikat (AS), Australia menutup akses bagi para pendatang yang pernah berada di China.

        Seiring penyebaran virus berlangsung, pemerintah di sana menutup akses bagi warga asing pada 19 Maret. Seiring meningkatnya kasus Covid-19, Australia memberlakukan social distancing, tes massal, dan memberlakukan penutupan restoran dan bar.

        Bahkan beberapa negara bagian disana sudah menutup perbatasannya. Kala itu, penyebaran virus masih ada dalam kendali.

        Pada 8 Mei, Perdana Menteri Australia Scott Morrison mengumumkan rencananya dalam membuka kembali negara tersebut pada bulan Juli setelah pemerintah mulai melakukan keringanan aturan social distancing. Saat ini, angka kasus dan kematian di Australia berada pada 7000 kasus, dengan 97 kematian.

        Namun, kasus-kasus Covid-19 di negara bagian Victoria telah meningkat secara drastis belakangan ini. Negara bagian tersebut mencatat sudah ada 671 kasus hanya dalam sehari pada hari Sabtu. Hal ini juga mendorong pemerintah setempat untuk menjadikan negara bagian ini kedalam status darurat Covid-19 pada hari Minggu.

        Berdasarkan keterangan pemerintah setempat disana, 13 kematian baru diumumkan pada hari Minggu, menjadikan angka kematian di Victoria mencapai 136, dan total kasus infeksi disana pun mencapai 11.937 kasus.

        Perbatasan antara negara bagian Victoria dan New South Wales pun ditutup untuk pertama kalinya dalam 100 tahun pada bulan Juli.

        Aturan lockdown di Melbourne pun telah ditingkatkan kembali dengan catatan tetap didalam rumah untuk 6 minggu kedepan. Industri-industri yang tidak dibutuhkan pun ditutup kembali, serta sekolah-sekolah kembali melakukan pembelajaran daring.

        Bahkan hanya satu orang yang diperbolehkan untuk keluar rumah dalam sehari –diluar waktu yang ditentukan– untuk mengambil kebutuhan-kebutuhan pokok, dan para warga di sana tidak dibolehkan untuk berada lebih dari 5 kilometer dari rumah mereka.

        Pada hari Senin 3 Agustus 2020, Australia telah mencatat lebih dari 18.000 kasus Covid-19 dengan 221 angka kematian.

        Hong Kong

        Hong Kong dulunya dipuji atas respon cepatnya hadapi Covid-19 pada bulan Januari dengan memberlakukan pemetaan virus dan social distancing sembari mengajak para warga untuk terus mencuci tangan dan melakukan tindakan-tindakan pencegahan lainnya.

        Pemerintah Hong Kong mengambil tindakan lebih lanjut dalam menghadapi gelombang kedua Covid-19 pada bulan Maret saat warga disana kembali beraktivitas di Hong Kong.

        Baca Juga: Perhatian, Muda-Mudi Bikin Kasus Corona Naik di Seluruh Dunia

        Pemerintah di sana juga melarang warga asing mendatangi Hong Kong, menunda transit melalui bandara disana, dan memberlakukan karantina ketat dan tes bagi pendatang.

        Sudah dalam beberapa Minggu, angka kasus Covid-19 yang muncul di Hong Kong telah menurun drastis, terkadang bahkan mencapai nol.

        Hanya saja, walaupun aturan-aturan ketat ini diberlakukan, Hong Kong telah mencatat lebih dari 1.000 kasus baru akhir-akhir ini, dan pihak kesehatan telah memperkirakan adanya krisis yang lebih parah lagi jika tidak ditindaklanjuti.

        Perkumpulan di area publik pun telah dibatasi maksimal 2 orang saja, pusat-pusat kebugaran juga telah ditutup, dan para pendatang dari luar negeri diharuskan untuk membawa bukti bahwa dirinya negatif dari Covid-19.

        Pada akhir bulan Juli, Hong kong memberlakukan kewajiban memakai masker walaupun para warganya telah memakainya.

        Hong Kong telah mencatat 80 kasus baru dan 2 kematian pada hari Senin –pertama kalinya dalam hampir 2 minggu ketika kasus-kasus Covid-19 menurun secara signifikan– membuat total kasus di negara tersebut menjadi 3.590 kasus dan 37 kematian.

        Pemerintah Hong Kong pun kini mengalihfungsikan gedung Asia World-Expo pun telah dialihfungsikan menjadi rumah sakit sementara dengan kapasitas 500 pasien. Tempat tersebut mulai menerima pasien Covid-19 pada Sabtu di siang hari.

        Jerman

        Negara yang tadinya menjadi contoh yang baik dalam menangani Covid-19 di Eropa pun sedang mengalami masa sulit akhir-akhir ini.

        Pada bulan Maret, saat lebih dari 4 persen dari pasien Covid-19 di dunia dinyatakan meninggal, persentase kematian karena Covid-19 di Jerman dilaporkan hanya 0.4 persen saja. Dalam beberapa bulan setelahnya, Jerman sukses menekan penyebaran virus berkat responnya yang cepat.

        Pemerintah Jerman telah mengumumkan rencananya dalam membuka kembali negara tersebut secara bertahap. Namun penularan kembali menjalar setelah dilakukannya keringanan atas lockdown yang diberlakukan, dengan 900 kasus baru dalam sehari pada bulan Mei dan klaster-klaster baru telah ditemukan di rumah-rumah jagal.

        Pada bulan Juni, negara bagian North-Rhine Westphalia memberlakukan lockdown di daerah dekat pabrik pengolahan daging setelah ribuan pekerja di sana dinyatakan postitif terjangkit Covid-19.

        Pemerintah disana telah mencatat adanya 955 kasus baru pada Jumat kemarin, yang merupakan angka tertinggi sejak awal Mei, berdasarkan pusat penanganan penyakit Robert Koch Institute.

        Menteri Perekonomian Peter Altmaier menyebutkan bahwa angka tersebut ‘berbahaya’ pada kicauannya di Twitter, “Karena ini bukanlah ‘pusat’ dari infeksi, sumber virus harus ditemukan sehingga pencegahan dapat lebih terarah,” ujarnya.

        Kenaikan jumlah infeksi ini disebabkan karena longgarnya aturan social distancing dan juga protokol kesehatan, juga kedatangan orang-orang dari luar, membuat menteri kesehatan Jerman menawarkan tes Covid-19 secara gratis bagi orang-orang yang datang ke negara tersebut.

        Tes ini diwajibkan untuk orang-orang yang datang dari negara yang memiliki risiko penularan yang tinggi.

        Vietnam

        Negara ini telah memberhentikan aturan social distancing pada bulan April setelah 3 minggu diberlakukan lockdown.

        Kesuksesan Vietnam dalam menangani Covid-19 ini diawali dari penyaringan ketat di bandara bersamaan dengan ketatnya karantina dan program pengawasan.

        Negara ini juga telah melakukan persiapan terhadap pandemi Covid-19 berminggu-minggu sebelum adanya kasus pertama di negara tersebut, dan setelah mengkonfirmasi kasus Covid-19 pertamanya, pemerintah Vietnam langsung segera mengambil langkah lockdown –yang merupakan pemberlakuan lockdown terbesar di luar China pada bulan Februari.

        Namun setelah 100 hari tanpa kasus baru, bulan lalu, Vietnam mengalami peningkatan infeksi baru dalam sehari sejak bulan Januari.

        Pasalnya, 3 warga didapati terjangkit virus di pusat kota Da Nang, membuat pemerintah disana melakukan evakuasi terhadap 80.000 turis di kota tersebut, penerbangan lokal ke Da Nang juga ditutup, dan social distancing kembali diberlakukan.

        Penularan kembali berlanjut pada minggu lalu dan negara tersebut melaporkan kematian Covid-19 pertamanya. Dengan ini, Vietnam mengumumkan adanya 642 kasus dan 6 kematian berdasarkan data dari Johns Hopkins University.

        Sejak hari Senin, 103.268 orang yang melakukan kontak langsung terhadap pasien Covid-19 telah dikarantina, berdasarkan Vietnam News Agency.

        Jepang

        Jepang juga merupakan salah satu negara yang dinilai efektif hadapi wabah Covid-19 tanpa memberlakukan lockdown seperti beberapa negara lainnya di dunia.

        Pada 25 Mei, Perdana Menteri Shinzo Abe mengangkat status darurat Covid-19. Ia juga mengatakan pada saat persiapan bahwa, “kita berhasil mengakhiri wabah dalam waktu satu setengah bulan dengan cara kita sendiri.”

        Ia menambahkan bahwa Jepang akan meningkatkan aktivitas sosial dan ekonomi mereka secara bertahap dalam membangun ‘hidup baru’ bersama Covid-19.

        Namun saat ini, Jepang harus menghadapi gelombang baru dari virus tersebut. Bahkan negara tersebut juga telah mencatat angka-angka terburuknya semenjak pandemi dimulai.

        Pada hari Minggu, Jepang mencatat 1.331 kasus Covid-19 baru –sudah 5 hari berturut-turut negara tersebut mencatat lebih dari 1000 infeksi per harinya, mendorong jumlah kasus di negara ini menjadi 39.399 kasus dan 1.025 kematian.

        Riset terbaru dari Jepang menyebutkan bahwa banyak sumber penularan Covid-19 diluar rumah sakit ditularkan dari orang-orang berumur kurang dari 40 tahun atau yang merasa tidak sedang sakit, serta orang-orang yang memandang rendah protokol kesehatan seperti mengabaikan pemakaian masker.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Muhammad Syahrianto

        Tag Terkait:

        Bagikan Artikel: