Cerita KRI Sultan Hasanuddin Selamat dari Ledakan Maut Lebanon
Ledakan dahsyat yang meluluhlantakkan Ibu Kota Lebanon, Beirut pada Selasa (4/8/2020) telah menewaskan setidaknya 137 orang dan melukai lebih dari 5.000 lainnya. Di antara korban terdapat dua warga negara Indonesia (WNI) yang mengalami luka ringan.
Insiden yang terjadi di gudang tempat penyimpanan 2.750 ton amonium nitrat di Pelabuhan Beirut itu telah menyebabkan hingga 300.000 orang kehilangan tempat tinggal. Kekuatan ledakan yang menimbulkan gempa berkekuatan 3,5 itu dilaporkan terasa hingga radius 10 kilometer.
Baca Juga: Pasang Bendera, Publik Lebanon Ngamuk: Israel Munafik
Duta Besar Indonesia untuk Lebanon, Hajriyanto Tohari mengatakan meskipun kompleks KBRI terletak sekitar 8,3 kilometer dari pusat ledakan dan gedung-gedung di kawasan itu bergetar hebat, tetapi tidak ada kerusakan berarti.
“Mungkin karena KBRI, yang bertetangga dengan Istana Presiden Lebanon, berada di perbukitan dan ada hutan kota yang memisahkan daerah ini dengan pusat kota Beirut. Jadi ada goncangan hebat seperti gempa, tetapi tidak ada kerusakan berarti,” jelasnya sebagaimana dilansir VOA.
Walaupun prihatin dengan kondisi pasca ledakan itu, Hajriyanto yang diwawancarai melalui Zoom, Kamis pagi (6/8/2020) mengatakan sangat bersyukur, karena pada hari itu KRI Sultan Hasanuddin yang biasanya bersandar di pelabuhan, di mana ledakan terjadi, sedang berpatroli di Laut Lebanon.
“Biasanya kapal itu bersandar di pelabuhan itu. Dari 1.234 personil yang tergabung dalam Kontingen Garuda di UNIFIL (United Nations Interim Force in Lebanon/Misi PBB Penjaga Perdamaian di Lebanon), sekira 120 personel berada di KRI Sultan Hasanuddin. Ketika terjadi insiden itu hari Selasa (4/8/2020) pas mereka sedang patroli di Laut Lebanon, menuju ke Mersin-Turki sehingga alhamdulillah mereka selamat,” ujarnya.
KRI Sultan Hasanuddin bersama beberapa kapal negara lain tergabung dalam UNIFIL Maritime Task Force (MTF/Satuan Tugas Maritim UNIFIL) ditempatkan di pelabuhan itu untuk mendukung Angkatan Laut Lebanon memonitor kawasan perairan, mengamankan garis pantai dan mencegah masuknya senjata dan material berbahaya lain melalui laut ke Lebanon.
Berdasarkan permintaan pemerintah Lebanon dan mandat PBB tahun 2006, UNIFIL MTF juga membantu membangun kapabilitas Angkatan Laut Lebanon untuk dapat berpatroli secara efektif hingga 110 mil dari pantai Lebanon hingga mampu melakukan pengamanan maritim secara mandiri.
Sayangnya nasib serupa tidak dialami sebuah kapal perang Bangladesh yang sedang berada di Pelabuhan Beirut. Menurut Dubes Hajriyanto, kapal itu terkena imbas ledakan menyebabkan jatuhnya korban jiwa di antara awaknya.
“Ketika ledakan terjadi, kapal perang Bangladesh sedang bersandar, dua orang meninggal dan sembilan lainnya luka berat, kritis dan dirawat di rumah sakit. Meski kapal tidak sampai tenggelam, mungkin karena guncangan hebat, mereka meninggal dan luka-luka,” ujar Hajriyanto lirih.
UNIFIL lewat Twitter menyampaikan belasungkawa dan sekaligus menginformasikan personil yang luka-luka dalam insiden itu.
Selain yang tergabung dalam Maritime Task Force, pangkalan-pangkalan di mana UNIFIL berada memang jauh. Bahkan kini mereka bergabung bersama tim kesehatan untuk penyelamatan dan penanganan korban ledakan ini.
Diwawancarai secara terpisah, Kepala PIO Indobatt XXIII-N UNIFIL Kapten Laut (KH) Dony Raemana juga tak habis mengucap syukur.
“Untungnya kontingen kita, Satgas MTF, sedang berlayar ke Turki hari itu. Jadi tidak ada korban dari Kontingen Garuda. Sesuai perintah dari Sector East, kita back up hampir semua patroli di Sector East,” ujarnya.
Ditambahkannya, “Alhamdulillah masih diberi perlindungan Allah SWT. Kami semua yang tergabung dalam Kontingen Garuda di UNIFIL, alhamdulillah sehat semua. Dengan jumlah 1.234 personil yang terbagi dalam berbagai satuan... semua dalam keadaan aman dan sehat.”
Dari 13 misi penjaga perdamaian PBB di seluruh dunia, UNIFIL adalah misi dengan jumlah personil kelima terbesar setelah UNIMISS (di Sudan Selatan), MONUSCO (di Republik Demokratik Kongo), MINUSMA (di Mali) dan MINUSCA (di Republik Afrika Tengah).
Hingga Agustus 2020 ini ada 10.124 personil pasukan penjaga perdamaian yang tergabung dalam UNIFIL, di mana 1.234 di antaranya berasal dari Indonesia, dalam Kontingen Garuda.
Dubes Hajriyanto mengatakan bahwa tidak ada pengamanan khusus bagi warga Indonesia di Lebanon pasca insiden tersebut.
“Karena sebagian besar kan personil UNIFIL yang bahkan memiliki aturan dan protokol lebih ketat dibanding kami. Sisanya, sekitar 213 orang merupakan WNI sipil, termasuk keluarga KBRI dan mahasiswa. Kami sudah menyampaikan imbauan melalui WhatsAppGroup dan juga simpul-simpul WNI untuk segera melapor jika berada dalam situasi tidak aman.”
Sementara itu dua warga Indonesia yang luka-luka dan sebelumnya dirawat di RS. Rafiq Hariri, Beirut, sudah diizinkan kembali ke rumah.
Hingga laporan ini disampaikan otorita berwenang di Lebanon telah menangkap 16 orang untuk dimintai keterangan, termasuk di antaranya beberapa pejabat pelabuhan dan bea cukai.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Muhammad Syahrianto