Tokoh Pro-Demokrasi Hong Kong Dibebaskan dengan Uang Jaminan
Taipan media Hong Kong, Jimmy Lai, kembali dibebaskan dengan uang jaminan usai mendekam selama 40 jam di tahanan kepolisian. Dia sendiri mengaku “terkejut” oleh tawaran pembebasan dan meyakini adanya “kekacauan” di antara pejabat Cina dan Hong Kong terkait implementasi UU Keamanan Nasional.
Dalam sebuah pernyataan video di laman tabloid miliknya, Apple Daily, Lai mengaku tidak menyangka dirinya akan ditangkap sedemikian dini.
Baca Juga: Kisah Orang Terkaya: Lee Shau Kee, Taipan No. 1 di Hong Kong
“Saya kira Cina akan menahan diri mengimplementasikan UU Keamanan Nasional, terlebih dengan respon yang keras dari dunia internasional,” katanya.
“Tapi mungkin pejabat di level tinggi dan rendah tidak saling berkoordinasi. (Penangkapan) ini cuma menunjukkan bahwa mungkin rejim ini sedang kacau karena mereka tidak berkoordinasi.”
Penangkapan Lai ditanggapi kelompok pro-demokrasi dengan merapatkan barisan. Ribuan warga memborong oplah Apple Daily sehari setelah penggerebekan oleh kepolisian. Banjir simpati juga memenuhi media sosial.
“Mungkin jika saya melakukan sesuatu yang sangat subversif, tapi untuk saat ini saya yakinkan bahwa saya tidak akan dibawa ke China,” kata Lai.
Nasib serupa dialami pegiat demokrasi Hong Kong lain, Agnes Chow. Perempuan berusia 23 tahun itu juga dibebaskan, Kamis (13/8/2020), dengan uang jaminan.
“Dewi demokrasi” dalam kurungan
Penangkapan Chow sempat memicu gelombang protes di Jepang, dengan ribuan netizen mempopulerkan tagar #FreeAgnes di media sosial. Oleh media lokal, Agnes Chow yang fasih berbahasa Jepang itu didaulat sebagai “dewi demokrasi” dan disamakan dengan karakter Mulan dalam film kartun Disney.
Sejumlah anggota parlemen lintas partai di Tokyo bereaksi terhadap penangkapan Lai dengan mendesak pemerintah melonggarkan aturan permohonan visa bagi warga Hong Kong dan agar tidak tunduk pada tekanan Cina terkait impelementasi UU Keamanan Nasional.
Pemerintah di Tokyo selama ini menahan diri atas situasi di Hong Kong. Namun pada Kamis (13/8/2020), Menteri Luar Negeri Toshimitsu Motegi yang berada di Singapura mengatakan pihaknya khawatir oleh perkembangan terakhir, usai penangkapan tehradap Jimmy Lai dan Agnes Chow, katanya dalam sebuah konferensi video dengan wartawan.
“Saya harap warga Jepang tetap memperhatikan situasi di Hong Kong,” kata Agnes Chow dalam sebuah pesan video yang disiarkan stasiun Jepang, NHK.
Eksil Hong Kong di luar negeri
Tokoh pro-demokrasi Hong Kong termasuk yang pertama dibidik oleh UU Keamanan Nasional. Beberapa memilih mengungsi ke luar negeri sebelum berurusan dengan aparat keamanan.
Nathan Law, bekas pegiat mahasiswa yang ikut mendirikan gerakan pro-demokrasi, Demosist?, lebih dulu minggat ke Inggris sebelum UU Keamanan Nasional berlaku, 30 Juni silam. Sebulan berselang, dia bersama lima aktivis lain, yakni Samuel Chu, Ray Wong, Simon Cheng, Wayne Chan and Honcques Laus, masuk dalam daftar buronan kepolisian.
Law diwawancara oleh media pemerintah, Radio and Television Hong Kong (RTHK), saat berita tentang perintah penangkapan terhadap dirinya mulai beredar, 31 Juli silam. Namun sejak Kamis (13/8/2020), rekaman video wawancara tersebut diturunkan oleh RTHK.
RTHK yang selama ini dikenal independen, mendapat teguran Otoritas Komunikasi Hong Kong atas pemberitaannya seputar aksi demonstrasi anti-China. Redaksi dianggap terlalu kritis melaporkan tindak tanduk polisi anti huru-hara ketika terjadi bentrokan dengan demonstran.
Pekan lalu kepolisian Hong Kong menggugat 24 aktivis pro-demokrasi ke pengadilan, termasuk tokoh demokrasi Joshua Wong, lantaran menggelar aksi peringatan Pembantaian Tiananmen, 7 Juni lalu.
UU Keamanan Nasional dibuat untuk mengakhiri gelombang demonstrasi berkepanjangan yang melanda seisi kota sejak tahun lalu. Tapi meski berlimpah dukungan warga, pegiat demokrasi Hong Kong harus memiliki nafas panjang, kata Jimmy Lai.
“Kita tidak bisa radikal, kita tidak bisa menghadapi mereka secara langsung, karena kita seperti sebuah telur dan mereka seperti tembok tinggi,” kata dia. “Kita harus lentur, inovatif dan sabar, tapi tetap gigih.”
UU tersebut membidik tindak subversi, hasutan, terorisme atau kolusi dengan kekuatan asing dengan hukuman maksimal penjara seumur hidup. Buntutnya Cina bersitegang dengan berbagai negara barat.
Inggris, Australia, AS dan sejumlah negara Eropa lain saat ini sudah membekukan perjanjian ekstradisi dengan China, lantaran mengkhawatirkan keselamatan pelarian Hong Kong di negaranya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Muhammad Syahrianto
Tag Terkait: