Seorang diplomat senior Amerika Serikat (AS) pada Kamis (13/8/2020) mengatakan bahwa Biro Penyelidik Federal (FBI) akan bergabung dalam penyelidikan ledakan Beirut yang menewaskan setidaknya 172 orang.
Keterlibatan FBI itu disampaikan Wakil Menteri Urusan Politik AS David Hale saat melakukan tur ke lingkungan di Beirut yang hancur akibat ledakan. Dia juga mengatakan Lebanon membutuhkan "reformasi ekonomi dan fiskal, diakhirinya pemerintahan yang tidak berfungsi dan janji-janji kosong".
Baca Juga: Selain Lebanon, Ini 4 Negara yang Simpan Bahan Berbahaya
"FBI akan segera bergabung dengan penyelidik Lebanon dan internasional atas undangan Lebanon untuk membantu menjawab pertanyaan tentang keadaan yang menyebabkan ledakan ini," kata Hale pada Kamis sebagaimana dilansir Middle East Monitor.
Ledakan di pelabuhan Beirut melukai 6.000 orang dan memaksa sekitar 300.000 kehilangan tempat tinggal, serta membuat Lebanon semakin tenggelam dalam krisis keuangan. Hingga saat ini, sekira 30-40 orang masih hilang.
Pihak berwenang menyalahkan ledakan 4 Agustus itu pada tumpukan besar amonium nitrat yang disimpan selama bertahun-tahun di pelabuhan tanpa tindakan pengamanan.
Presiden Lebanon Michel Aoun mengatakan penyelidikan akan menyelidiki apakah penyebabnya adalah kelalaian, kecelakaan atau mungkin "campur tangan eksternal".
Aoun telah meminta citra satelit Prancis untuk penyelidikan tersebut. Sebuah kapal Angkatan Laut Kerajaan Inggris juga dikerahkan ke Beirut untuk mensurvei lokasi tersebut.
Pihak berwenang memperkirakan kerugian akibat ledakan itu mencapai USD15 miliar, jumlah yang tidak dapat dibayar Lebanon. Negara itu sudah gagal membayar utang luar negerinya yang sangat besar pada Maret dan perundingan IMF terhenti.
Bantuan kemanusiaan telah mengalir masuk. Tetapi negara-negara asing yang pernah membantu telah menjelaskan bahwa mereka tidak akan memberikan dana untuk membantu Lebanon keluar dari keruntuhan ekonomi tanpa reformasi untuk menangani korupsi dan pemborosan negara.
Hale mengatakan Washington akan mendukung pemerintahan baru yang "mencerminkan keinginan rakyat" dan memberlakukan reformasi. Dampak ledakan memaksa kabinet Lebanon mengundurkan diri pekan ini.
Parlemen telah menyetujui keputusan pemerintah untuk memberlakukan keadaan darurat, yang dikritik oleh para aktivis sebagai upaya untuk menekan perbedaan pendapat.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Muhammad Syahrianto
Tag Terkait: