Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Shared Responsibility Dorong Serapan Minyak Sawit Berkelanjutan

        Shared Responsibility Dorong Serapan Minyak Sawit Berkelanjutan Kredit Foto: Antara/Syifa Yulinnas
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Tingkat penyerapan minyak sawit berkelanjutan di Indonesia hanya sebesar 13% pada Juni 2020. Untuk mendorong peningkatan serapan tahun ini, anggota RSPO berkomitmen untuk menerapkan konsep Shared Responsibility tentang penyeimbangan antara produksi dan konsumsi minyak sawit berkelanjutan di Indonesia.

        Dijelaskan dalam aturan konsep yang disetujui pada 31 Oktober 2019 bahwa produsen penghasil barang konsumen (Consumer Goods Manufacturers) dan pengecer yang membeli produk minyak sawit berkelanjutan, untuk meningkatkan serapannya sebesar 15% dari baseline tahun sebelumnya, yaitu Laporan Komunikasi Tahunan Anggota RSPO (ACOP 2019) untuk tahun pertama dari implementasi Shared Responsibility. Misal, kalau serapannya sebesar 10% pada tahun sebelumnya, maka harus menjadi 25 persen pada tahun pertama setelah implementasi Shared Responsibility.

        Merespons hal tersebut, panelis dari RSPO, Golden Agri Resources (GAR), World Wide Fund for Nature (WWF) Indonesia, dan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) berkumpul bersama untuk mendiskusikan tantangan kunci dan peluang untuk mendorong transformasi pasar di negara produsen minyak kelapa sawit terbesar di dunia.

        Baca Juga: Perangi Black Campaign Sawit? Ini Strateginya!

        Direktur RSPO Indonesia, Tiur Rumondang menjelaskan bahwa Shared Responsibility atau Tanggung Jawab Bersama bukan merupakan konsep yang baru bagi RSPO dan telah menjadi bagian dari kode etik anggota RSPO selama lebih dari lima tahun, setelah revisi Prinsip dan Kriteria (P&K) pada 2017, hingga saat ini para pemangku kepentingan mengidentifikasi bahwa Shared Responsibility perlu diidentifikasi dan dikembangkan lebih lanjut.

        "Selama 14 tahun terakhir, kita telah melihat pertumbuhan yang impresif dalam produksi minyak sawit berkelanjutan dari anggota kami, namun permintaannya tidak sebanding dengan suplai dan ada keyakinan bahwa pembeli tidak mematuhi standar yang berlaku bagi produsen karena tidak adanya aturan mengenai hal itu," ungkap Tiur, Rabu (19/8/2020).

        Dengan Shared Responsibility, pihaknya ingin mendorong upaya di antara semua pemangku kepentingan dalam rantai pasok minyak sawit untuk mentransformasi pasar dan untuk meraih visi bersama RSPO untuk menjadikan minyak sawit berkelanjutan sebagai norma.

        Ikut mendukung pendekatan tersebut, Head of Market Transformation WWF Indonesia, Aditya Bayunanda mengatakan, saat ini upaya bersama dibutuhkan untuk memastikan produsen yang memproduksi minyak sawit secara berkelanjutan menerima manfaat yang seharusnya, dan konsumen kemudian menggunakan daya beli mereka untuk memberikan insentif kepada produsen, utamanya petani kecil.

        WWF, menurut Aditya, ikut mempromosikan penggunaan produk minyak sawit berkelanjutan di pasar domestik maupun pasar internasional, serta memberikan informasi yang relevan ke mana pembeli bisa memeroleh sumber minyak sawit berkelanjutan untuk mendukung para pelaku pasar.

        Managing Director for Sustainability and Strategic Stakeholder Engagement GAR, Agus Purnomo mengatakan, selama ini beban yang signifikan hanya ditanggung oleh produsen kelapa sawit. Karena itu perlu aksi keberlanjutan sebagai tanggung jawab bersama yang dipikul bersama-sama oleh semua pihak.

        GAR sendiri, menurut Agus, telah menjadi anggota RSPO sejak April 2011 dan memiliki 270.000 hektare perkebunan sawit yang telah mendapat sertifikasi RSPO dengan kapasitas produksi hingga 1,3 juta ton minyak sawit mentah (CPO).

        Selain komitmen mereka terhadap RSPO, GAR juga telah mendorong dan mengajak pabrik dan petani independen yang tidak tergabung dalam jaringan rantai pasok mereka untuk mengimplementasikan kebijakan keberlanjutan yang serupa.

        "Kami memiliki data perkebunan yang mencakup 80% dari total seluruh pemasok kami. Data ini penting untuk memastikan kepada konsumen kami bahwa mereka telah membeli dari perkebunan dan pabrik yang telah berkomitmen untuk mengikuti prinsip keberlanjutan," kata Agus.

        Sementara Ketua YLKI Tulus Abadi menambahkan bahwa mayoritas konsumen di Indonesia tidak mengetahui adanya komposisi minyak sawit yang terkandung dalam berbagai produk yang dijual di pasar. Banyak konsumen di Indonesia yang hanya mengetahui minyak sawit sebagai bagian dari minyak goreng dan hal-hal terkait konsumsi yang berkelanjutan bukan merupakan perhatian besar bagi mereka.

        "Ini terjadi karena tidak adanya edukasi dari pelaku industri terhadap konsumen tentang pengetahuan produk dan juga tidak adanya kebijakan yang jelas dalam hal ini," ujar Tulus.

        YLKI, lanjut Tulus, mendorong industri minyak goreng untuk memastikan bahwa produk mereka ramah lingkungan, dari hulu hingga ke hilir. Pelaku industri juga harus memastikan bahwa tidak ada pelanggaran terhadap hak-hak buruh dan hak asasi manusia lainnya dalam kriteria keberlanjutan mereka.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Agus Aryanto
        Editor: Rosmayanti

        Bagikan Artikel: