Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Bukan Cuma Pertamina, Petronas dan Indian Oil Kompak Memerah

        Bukan Cuma Pertamina, Petronas dan Indian Oil Kompak Memerah Kredit Foto: Pertamina
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        PT Pertamina (Persero) mencatatkan rugi bersih sebesar 767,92 juta dolar Amerika Serikat (AS) atau setara Rp11,13 triliun (kurs Rp14.500/dolar AS) pada semester I 2020. Padahal, pada periode yang sama 2019 lalu, perusahaan migas pelat merah tersebut mencatatkan laba senilai 659,96 juta dolar AS atau Rp9,56 triliun.

        Berdasarkan laporan keuangan yang dipublikasikan di laman resmi perusahaan, penurunan laba diakibatkan pendapatan perusahaan juga berkurang dari US$25,55 miliar menjadi US$20,48 miliar. Selain itu, beban produksi hulu dan lifting juga naik dari US$2,38 miliar pada periode Januari-Juni 2019 menjadi US$2,43 miliar pada Januari-Juni 2020. Selanjutnya, beban dari aktivitas operasi lainnya yang melonjak dari US$803,7 juta menjadi US$960,98 juta pada semester I 2020.

        Baca Juga: Pertamina Untung Rp9,5 T, Tapi Dulu Sebelum Ahok Datang

        Hasil penjualan dalam negeri minyak mentah, gas bumi, energi panas bumi, dan produk minyak Pertamina turun dari US$20,94 miliar menjdi US$16,56 miliar pada periode ini. Sementara itu, penjualan ekspor minyak mentah, gas bumi, dan produk minyak justru naik dari US$1,61 miliar menjadi US$1,76 miliar. Berkurangnya penjualan juga disebabkan penggantian biaya subsidi dari pemerintah turun, dari US$2,51 miliar menjadi US$1,74 miliar.

        Di sisi lain, total aset perusahaan hingga Juni 2020 mencapai US$70,2 miliar atau naik dari US$67,08 miliar. Hal ini terdiri atas aset lancar US$24,5 miliar, naik dari US$23,08 miliar, dan aset tidak lancar yang juga naik menjadi US$45,7 miliar dari US$44 miliar.

        VP Corporate Communication Pertamina, Fajriyah Usman, menjelaskan, sepanjang semester I 2020, pihaknya menghadapi triple shock, yakni penurunan harga minyak mentah dunia, penurunan konsumsi BBM di dalam negeri, serta pergerakan nilai tukar dolar.

        "Pandemi Covid-19, dampaknya sangat signifikan bagi Pertamina. Dengan penurunan demand, depresiasi rupiah, dan juga crude price yang berfluktuasi sangat tajam membuat kinerja keuangan kami sangat terdampak," ujar Fajriyah dalam keterangan tertulisnya, Senin (24/8/2020).

        Profit Petronas Malaysia Turun 68%

        Sementara itu, CEO Petronas, Wan Zulkiflee Wan Ariffin, menyampaikan bahwa Petronas (Petroliam National Berhad) telah mengalami kemerosotan profit 68% di kuartal pertama dan akan memotong belanja modal serta pengeluaran operasional sebagai sokongan untuk satu tahun nanti sebagai dampak pandemi virus corona.

        Keuntungan bersih Petronas di kuartal pertama (Q1) yang berakhir 31 maret 2020 turun 68% menjadi 4.5 miliar ringgit dibandingkan sebelumnya 14.2 miliar ringgit. Penyebabnya adalah penurunan aset dan menurunnya catatan pendapatan.

        Zulkiflee menjelaskan, Petronas berencana mengurangi budget untuk belanja modal atau capital expenditure sebesar 21% di tahun ini dan pengeluaran operasional sebesar 12%. "Dengan melakukan ini, kemungkinan kita akan mengurangi dampak dari program belanja modal domestik," ujar Zulkiflee dalam kutipan Reuters.com Jumat, (22/5/2020).

        Keuntungan Petronas setelah pajak dari periode Januari ke Maret turun menjadi 4.5 miliar ringgit atau US$1.03 miliar dari 14.2 miliar ringgit di periode yang sama tahun lalu, yang disebabkan oleh turunnya harga LNG, produk minyak bumi, serta crude oil dan condensates.

        "Pendapatan 59 miliar ringgit, turun 4% dari 62 miliar ringgit di periode yang sama tahun lalu, disebabkan menurunnya harga LNG, minyak bumi, dan crude oil & condensates," ujar Zulkiflee.

        Zulkiflee menjelakaskan, Petronas berfokus untuk menghemat kas dan menjaga likuiditas, juga menjujung tinggi kesehatan dan keamanan pekerja dan komunitas yang beroperasi sebagai kontribusi dalam mengatasi pandemi global.

        "Dalam jangka panjang, kita tetap komit pada 3 strategi pertumbuhan yaitu dengan memaksimalkan produksi kas (cash generator), memperluas core bisnis, dan stepping out to future proof the organization," ujar Zulkiflee.

        Pendapatan Indian Oil Turun 18%

        Selain Pertamina dan Petronas, Indian Oil Group juga mengalami penurunan profit. Direktur Utama Indian Oil Corporation Limited (IOCL), Shrikant Madhav Vaidya, menyampaikan bahwa auto fuel demand (permintaan bahan bakar) saat ini di tahun finansial 2020-2021 tetap rendah dibanding level sebelum Covid 19.

        Vaidya mengungkapkan, kapasitas penggunaan meningkat jadi 93% di minggu pertama Juli 2020, tetapi saat ini sudah turun menjadi 75% akibat perpanjangan lockdown di negara bagian yang menjadikan tidak adanya permintaan bahan bakar.

        Baca Juga: Buat Pertamina Tekor Rp11 T, Mending Ahok Balik ke Habitatnya

        Vaidya berharap, kapasitas penggunaan IOCL bisa terjaga antara 70%-75% sampai penghujung tahun finansial 2020-2021. IOCL adalah retail bahan bakar terbesar di India dan satu-satunya yang melayani hampir setengah permintaan di negaranya.

        IOCL melaporkan, 2,350.25 Crore Rupee sebagai consolidated net profit (gabungan keuntungan) di kuartal pertama (Q1) tahun finansial 2020-2012. Turun dari 3,623.69 crore yang dilaporkan pada tahun lalu.

        "Total pendapatan gabungan (consolidated total income) untuk periode yang di-review ada pada angka 90,776.10 crore, turun signifikan dari 1,53,111.43 crore yang dilaporkan tahun lalu," ujar Vadya seperti dikutip thehindubusinessline.com, Jumat (21/8/2020).

        Vaidya mengatakan, IOCL mencatatkan kerugian inventaris 3,196 crore di Q1 fiskal 2020-2021. Oil grup ini melaporkan keuntungan inventaris 2,362 crore di tahun lalu. "Dalam hitungan barel, kerugian inventory loss di Q1 2020-2021 US$3.05 barel dibanding inventory gain US$3.92 barrel di periode yang sama tahun lalu," ujar Vaidya.

        Gross Refining Margin (GRM) atau keuntungan per barel dari crude oil processed selama Q1 tahun finansial 2020-2021 adalah US$1.98 per barel. Ini lebih rendah dibandingkan US$4.69 per barel di periode sama di tahun lalu.

        Keuntungan perusahaan induk dan consequential expenses (biaya konsekuensial) berkurang karena lockdown nasional akibat Covid-19. Penjualan perusahaan selama April 2020 terpengaruh secara signifikan karena lockdown sehingga kapasitas penggunaannya rendah.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Mochamad Rizky Fauzan
        Editor: Puri Mei Setyaningrum

        Bagikan Artikel: