Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Yeay! Kasus Karhutla Turun, Kolaborasi Stakeholder Tetap Dihimpun

        Yeay! Kasus Karhutla Turun, Kolaborasi Stakeholder Tetap Dihimpun Kredit Foto: Antara/Iggoy el Fitra
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Beberapa tahun terakhir, kasus kebakaran lahan yang terjadi di Indonesia seringkali dikaitkan dengan pembukaan lahan perkebunan, khususnya kelapa sawit. Padahal, kelapa sawit bukan pemicu utama dari kasus kebakaran tersebut.

        Banyak faktor lain yang mengakibatkan fenomena tersebut nyata terjadi, di antaranya kondisi alam yang mulai memasuki cuaca kering dan panas.

        Meskipun demikian, jika merujuk data Kementerian Lingkungah Hidup dan Kehutanan (KLHK), tren kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Indonesia telah mengalami tren penurunan.

        Baca Juga: Pupuk Kaltim Kembangkan PreciPalm, Teknologi Perkebunan Sawit

        Baca Juga: Long Weekend, Harga CPO di W3 Agustus 2020?

        Selama periode Januari–Juli 2020, luas karhutla di Indonesia tercatat sebanyak 71.145 hektare atau mengalami penurunan hingga mencapai 52,41 persen. Angka ini lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun lalu sekitar 135.747 hektare.

        Direktur Perlindungan Perkebunan Kementerian Pertanian (Kementan), Ardi Praptono menjelaskan bahwa semua pihak berkolaborasi dan bekerja sama dalam upaya pencegahan karhutla tahun ini.

        Kementan secara aktif melakukan sosialisasi regulasi dan penerapan pembukaan lahan tanpa bakar (PLTB) di enam provinsi rawan karhutla, yaitu Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Timur.

        Langkah lainnya yakni dengan membentuk Brigade Karlabun dan Kelompok Tani Peduli Api (KTPA) yang beranggotakan sebanyak 3.181 orang. Hingga 2019, telah terbentuk 17 Brigade Kartabun dengan total jumlah personel 1.051 orang. Selain itu, juga telah terbentuk 142 KTPA dengan total anggota petani sebanyak 2.130 orang.

        Dalam pencegahan karhutla sepanjang 2020, Kementan telah menyiapkan anggaran dana sebesar Rp4,55 miliar dengan fokus penggunaan terhadap operasional Brigade Karlabun dan pengawalan penanganan kebakaran lahan dan perkebunan serta di Kalimantan Tengah sudah dibuatkan demplot pembukaan lahan perkebunan tanpa membakar.

        Lebih lanjut Ardi meminta pihak perkebunan di Indonesia turut menyiapkan diri untuk mengatasi kebakaran.

        Bahkan, Kementan dalam Undang-Undang Perkebunan Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan juga telah mempersiapkan sanksi tegas bagi pelaku usaha perkebunan yang membuka dan/atau mengolah lahan dengan cara membakar akan dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp10 miliar.

        Kepala Sub Direktorat Pencegahan Kebakaran Hutan dan Lahan KLHK, Anis Susanti Aliati mengatakan, BKMG memprediksi puncak musim kemarau tahun ini terjadi pada Juli–September. Mengingat kondisi tersebut, untuk mengendalikan terjadinya karhutla, Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) telah dilakukan lebih awal yakni pada akhir musim hujan atau pada awal Maret 2020 lalu.

        Tidak hanya melalui TMC, optimalisasi pemanfaatan data iklim dan monitoring cuaca serta pengelolaan dari para pemegang konsensi lahan agar melakukan kegiatan pembukaan lahan tanpa bakar juga merupakan solusi yang dapat ditempuh sebagai upaya pengendalian karhutla.

        Meskipun demikian, Ketua Bidang Sustainability Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki), Bambang Dwi Laksono mengatakan masih terdapat sejumlah tantangan dalam penanganan kasus karhutla, khususnya di areal perkebunan Indonesia.

        Pertama, lahan perkebunan pada umumnya berada di remote area dengan sistem komunikasi dan transportasi yang terbatas sehingga deteksi kejadian dan penanganannya seringkali mengalami keterlambatan. Kedua, masih terdapat peraturan perundangan yang memperbolehkan pembakaran lahan untuk membuka lahan baru dengan alasan kearifan lokal.

        Ketiga, dalam penanggulangan kebakaran, dibutuhkan terutama program edukasi bagi komunitas setempat sesuai kultur masyarakat yang menjadi objek pencegahan. Keempat, pandemi Covid-19  menjadikan keterbatasan interaksi sehingga berpotensi menyebabkan rendahnya pelaksanaan program kerja sama dengan masyarakat lokal dalam penanganan karhutla.

        Oleh karena itu, dibutuhkan sinergi antara semua pihak, baik pemerintah, pelaku usaha, perguruan tinggi maupun masyarakat, agar kasus karhutla dapat dicegah dan Indonesia aman dari karhutla di tengah pandemi ini.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Ellisa Agri Elfadina
        Editor: Rosmayanti

        Tag Terkait:

        Bagikan Artikel: