Pemerintah harus bersiap dengan utang badan usaha milik negara (BUMN). Pasalnya, seiring pandemi Covid-19 ini utang perseoran pelat merah terus membengkak.
Peneliti Indef Enny Sri Hartati mengatakan, utang BUMN berbentuk mata uang asing sudah mencapai 68%. Apalagi utang ini sudah jatuh tempo sehingga membuat perseroan pelat merah terbebani.
Saat ini, berdasarkan data Bank Indonesia tercatat, utang luar negeri (ULN) BUMN meningkat 22,9% menjadi US$58,9 miliar (sekitar Rp854 triliun, kurs Rp14.500) pada Juni 2020.
Baca Juga: Utang Indonesia Beranak Pinak Rp5.434,86 T, Kapan Lunas Ya?
Baca Juga: Utang RI Makin Berkembang Biak, Sri Mulyani Berteriak
Total ULN Indonesia sendiri mencapai US$408,6 miliar atau setara Rp5.924,7 triliun. Angka ini terdiri dari ULN sektor publik (pemerintah dan bank sentral) sebesar US$199,3 miliar dan ULN sektor swasta termasuk BUMN sebesar US$209,3 miliar.
"Utang BUMN enggak hanya bayar utang gali lubang tutup lubang. Untuk BUMN naiknya sudah 68%. Dalam foreign currency ini menjadi masalah ada gejolak ekonomi seperti pandemi sekarang. Jadi persoalan yang harus ditangani ini begitu krusial," ujar Enny dalam rapat dengar dengan Komis VI di Gedung DPR, Jakarta, Senin (31/8/2020).
Menurutnya, jika kinerja BUMN memiliki utang yang banyak bisa tidak memaksimalkan Pemulihan Ekonomi Nasional (PMN). Sementara, BUMN turut ikut serta dalam pemulihan itu.
"Apakah efektif di saat utang BUMN yang meningkat dalam Pemulihan Ekonomi Nasional," tandasnya.
Sebelumnya, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengungkapkan penyebab jumlah utang luar negeri (ULN) BUMN meningkat. Salah satunya, dikarenakan aksi korporasi.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Rosmayanti
Tag Terkait: