Bukan Kaleng-kaleng, Kekayaan Miliarder AS Akibat Pandemi Meroket hingga Rp12.478 T!
Miliarder AS seperti Jeff Bezos, Bill Gates, Mark Zuckerberg serta deretan miliarder Amerika lainnya telah merasakan kekayaan mereka meroket selama enam bulan terakhir selama pandemi virus korona.
Hal itu berbanding terbalik di antara jutaan orang Amerika yang kini berpenghasilan lebih rendah dari sebelum krisis.
Baca Juga: Nasib! Pajak Miliarder Bakal Makin Tinggi Kalau Joe Biden Jadi Presiden AS!
Laporan Miliarder Bonanza terbaru dari Institute for Policy Studies tentang ketidaksetaraan kekayaan menunjukkan bahwa 643 orang Amerika terkaya telah meraup USD845 miliar (Rp12.478 triliun) dalam aset gabungan sejak 18 Maret hingga 15 September. Kekayaan gabungan mereka meroket sebesar 29%.
Dilansir dari CNN Business di Jakarta, Jumat (18/9/2020) studi tersebut mencatat bahwa kekayaan yang meningkat pesat telah meningkatkan total kekayaan bersih di antara orang-orang berpenghasilan tinggi dari USD2,95 triliun (Rp43.477 triliun) menjadi USD3,8 triliun (Rp56.004 triliun).
Daftar penerima tertinggi termasuk CEO Tesla Elon Musk, CEO Oracle Larry Ellison dan mantan Walikota New York City Michael Bloomberg. Studi ini didasarkan pada data kekayaan bersih individu yang dilacak oleh Forbes.
Chuck Collins, direktur Institute for Policy Studies 'Program on Inequality, yang ikut menulis laporan itu, mengatakan dia agak terkejut dengan angka tersebut, menambahkan bahwa krisis Covid-19 telah membebani ketidaksetaraan yang ada di Amerika.
"Saya berpikir mungkin enam bulan setelah ini segala sesuatunya akan terguncang dan semua orang akan terpukul," kata Collins kepada CNN Business.
"Perbedaan mencolok antara keuntungan bagi miliarder dan kesengsaraan ekonomi yang meluas di negara kita. Ini semacam mendramatisasi pengorbanan yang tidak setara dan adanya elemen yang mengambil untung dari akumulasi kekayaan." lanjutnya.
Collins juga mencatat efek berlawanan dari ekonomi Covid pada rata-rata pekerja Amerika. Pandemi tersebut mengantarkan krisis pengangguran terburuk sejak Great Depression dengan tingkat pengangguran mencapai 14,7% pada April sebelum rebound menjadi 8,4% pada Agustus. Negara ini masih kehilangan 11,5 juta pekerjaan sejak Februari.
Meski demikian, klaim untuk tunjangan pengangguran telah turun, tetapi tetap empat kali lebih tinggi dari tingkat sebelum pandemi.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Fajria Anindya Utami
Editor: Fajria Anindya Utami
Tag Terkait: