Setelah sempat menjadi polemik panas, informasi yang yang menyebutkan mata pelajaran (mapel) Sejarah akan dihapus dari kurikulum sekolah sudah diklarifikasi langsung oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim.
Mendikbud menegaskan tidak ada kebijakan, regulasi, atau rencana menghapuskan mapel Sejarah di kurikulum nasional. Memang jika merujuk kepada salah satu agenda utama Menteri Nadiem, yaitu menerapkan pendidikan berkarakter, harusnya mapel Sejarah lebih dikuatkan karena materinya mengandung banyak inspirasi penguatan karakter anak bangsa.
Anggota DPD RI Fahira Idris bersyukur Mendikbud sudah menjamin dan memastikan mapel Sejarah tetap menjadi pelajaran wajib. Bagi Fahira, harusnya isu mapel Sejarah saat ini bukan lagi soal akan dihapus atau tidak, tetapi harus bergeser ke isu sudah sejauh mana Kemendikbud mengoptimalkan materi ajar mapel Sejarah diarahkan menjadi salah satu penguat karakter peserta didik.
Baca Juga: Ramai Desas-desus Usul Pelajaran Sejarah Dihapus, Sampoerna Foundation Angkat Bicara
Harusnya, kata dia, salah satu agenda penting Kemendikbud saat ini adalah mengevaluasi apakah materi ajar mapel Sejarah saat ini sudah optimal mengusung nilai-nilai penguatan karakter anak bangsa.
"Hemat saya selain Agama dan Kewarganegaraan, mapel Sejarah adalah salah satu pilar pendidikan karakter di sekolah. Dengan mempelajari sejarah perjalanan bangsa beserta tokoh-tokohnya, secara langsung berbagai nilai mulai dari religiusitas, kejujuran, toleransi, disiplin, kerja keras, bahkan demokrasi akan diserap oleh peserta didik. Ini menjadi salah satu 'PR' Mendikbud Nadiem," kata Fahira melalui keterangannya di Jakarta (23/9/2020).
Fahira mengungkapkan, pendidikan sejarah memberikan nilai-nilai dari peristiwa yang terjadi dan dari teladan para tokoh pejuang dan pendiri bangsa. Sejarah adalah mapel yang paling efektif dijadikan media untuk mengenalkan jati diri bangsa kepada peserta didik yang notabene merupakan generasi penerus bangsa.
Lewat sejarah, misalnya fase pergerakan nasional, peserta didik bisa mengetahui dan terinspirasi bahwa negara ini dimerdekakan oleh para pendiri bangsa yang sudah berjuang sejak usianya masih muda.
"Lewat mapel Sejarah, kita juga ingin peserta didik yang generasi muda ini meneladani tokoh-tokoh pergerakan nasional dan menjadikannya inspirasi. Tokoh seperti Bung Hatta misalnya, adalah sumber inspirasi jika kita ingin menguatkan karakter anak jadi pribadi yang religius, jujur, berani, sederhana, disiplin, kerja keras, toleran, dan paham nilai-nilai demokrasi," ujarnya.
Peserta didik diarahkan untuk meresapi perjalanan besar Bung Hatta dalam memperjuangkan republik ini yang dimulai sejak memimpin Perhimpunan Indonesia (PI) ketika usianya baru saja mencapai 21 tahun serta memimpin delegasi Kongres Demokrasi Internasional di Prancis di usia yang terbilang muda, yaitu 23 tahun, dan pada 1926 sudah mulai memperkenalkan nama Indonesia ke dunia.
"Sangat banyak inspirasi dari mapel Sejarah yang bisa kita jadikan salah satu dasar untuk pendidikan karakter. Sejarah juga sesungguhnya sangat efektif mengasah daya berpikir kronologis, kritis, dan kreatif. Dalam mempelajari sejarah, peserta didik diarahkan untuk mengembangkan kemampuan berkomunikasi dan kemampuan mencari, mengolah, mengemas, dan mengomunikasikan informasi. Ini saya rasa kemampuan yang wajib dimiliki anak-anak kita untuk menatap masa depannya," pungkas Fahira.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Rosmayanti
Tag Terkait: