Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Rugi Berjemaah! Blue Bird vs TAXI Express, Siapa Paling Tekor?

        Rugi Berjemaah! Blue Bird vs TAXI Express, Siapa Paling Tekor? Kredit Foto: Jakartaglobe.ic
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Sudah jatuh tertimpa tangga pula, begitu nasib yang dialami oleh pebisnis transportasi darat, khususnya taksi konvensional. Setelah susah payah bangkit bersaing melawan bisnis transportasi online, kini muncul lawan baru yang tidak kalah hebatnya, yaitu pandemi Covid-19.

        Sebagaimana diamini bersama, virus corona menjadi musuh besar bagi hampir semua sektor, tak terkecuali sektor transportasi, baik darat, laut, maupun udara. Sektor ini pun dibuat mogok oleh berbagai kebijakan dalam mencegah penyebaran virus corona seperti halnya pembatasan sosial berskala besar (PSBB). 

        Baca Juga: Emiten Penerbangan Kompak Dapat Rapor Merah, Siapa yang Paling Berdarah-Darah?

        Akibatnya, roda bisnis menjadi tidak berjalan maksimal hingga berujung pada amblasnya pendapatan dan rugi besar-besaran. Lantas, separah apakah dampak tersebut terhadap kinerja keuangan dari dua emiten transportasi taksi di Indonesia? Simak ulasan berikut.

        Blue Bird

        Keberuntungan belum berpihak kepada PT Blue Bird Tbk (BIRD) dalam enam bulan pertama tahun 2020 ini. Emiten pengelola taksi ini harus menanggung rugi bersih sebesar Rp93,67 miliar pada semester I 2020. Capaian tersebut berbanding terbalik dari semester I 2019 lalu yang tercatat untung sebesar Rp158,37 miliar.

        Berdasarkan laporan keuangan perusahaan, pendapatan Blue Bird merosot tajam hingga 39,8% dari Rp1,91 triliun pada Juni 2019 menjadi hanya Rp1,15 triliun pada Juni 2020. Kendaraan taksi masih menjadi kontributor terbesar terhadap pendapatan perusahaan pada paruh pertama tahun ini.

        Baca Juga: Mayoritas Perusahaan Batu Bara Milik Konglomerat RI Telan Pil Pahit! Ini Daftarnya!

        Per Juni 2020, kendaraan taksi menyumbang pendapatan sebesar Rp865,74 miliar. Kontribusi ini menurun 43,09% dari tahun sebelumnya yang mencapai Rp1,52 triliun. Hal demikian juga terjadi untuk pendapatan dari sewa kendaraan, di mana tahun lalu porsinya mencapai Rp421,16 miliar menjadi hanya Rp295,14 miliar pada tahun ini.

        Sejatinya, dalam enam bulan pertama tahun ini Blue Bird mampu menekan beban langsung dengan cukup signifikan, yakni dari Rp1,39 triliun per tahun 2019 menjadi Rp946,28 per tahun 2020. Yang membuat Blue Bird menanggung rugi di antaranya pembengkakan di sejumlah pos keuangan, misalnya pos denda dan klaim angkanya bengkak hingga nyaris tujuh kali lipat dari Rp7,82 miliar menjadi Rp48,39 miliar. 

        Kinerja keuangan Blue Bird semakin berat ketika beban bunga membengkak dari Rp35,77 miliar menjadi Rp52,36 miliar pada periode tersebut. Blue Bird juga masih harus menelan rugi pelepasan aset yang angkanya melonjak drastis dari Rp2,17 miliar pada tahun lalu menjadi Rp32,32 miliar pada tahun ini. Beban lain-lain juga memperparah keuangan perusahaan, di mana pada periode tersebut angkanya naik dari Rp344 juta menjadi Rp7,65 miliar.

        Situasi yang demikian sudah diprediksi oleh pihak manajemen Blue Bird. Melalui keterbukaan informasi, manajemen menyatakan bahwa sebagian kegiatan operasional terpaksa dihentikan karena adanya pandemi. Meski sebagian mulai beroperasi kembali, seperti layanan JAC dan Big Bird Shuttle Jakarta-Bandung, itu pun belum maksimal karena adnaya pembatasan kapasitas penumpang.

        "Layanan JAC dan Big Bird Shuttle Jakarta-Bandung sudah mulai beroperasi dengan kapasitas terbatas, menurunnya reveneu dari Airports dan Cititrans, serta penutupan sebagian pool," ungkap manajemen saat menjelaskan kegiatan bisnis yang mengalami pembatasan selama pandemi, dikutip pada Rabu, 30 September 2020.

        Tak berdiam diri, manajemen pun telah mengupayakan langkah-langkah strategis untuk memperbaiki kinerja perusahaan. Diakui manajemen, Blue Bird berupaya menciptakan peluang bisnis baru selain bisnis yang sudah ada. Selain itu, efisiensi di berbagai lini operasi juga sudah dilakukan.

        Express Transindo (TAXI)

        Senasib dengan sang kompetitor, PT Express Transindo Utama Tbk (TAXI) juga tak mendapat untung sepanjang semester I 2020. Sampai dengan Juni tahun ini, kerugian bersih yang ditanggung perusahaan mencapai Rp43,45 miliar. Meski begitu, rugi tersebut 62,47% lebih rendah daripada rugi pada Juni 2019 yang mencapai Rp115,78 miliar. 

        Merangkum dari laporan keuangan perusahaan, dari bisnis transportasi TAXI hanya mampu meraup pendapatan sebesar Rp19,41 miliar pada paruh pertama tahun ini. Angka tersebut amblas 74,85% dari paruh pertama tahun lalu yang mencapai Rp77,18 miliar. Dengan posisi pendapatan lebih rendah secara tahunan, keberhasilan TAXI dalam memangkas rugi didukung oleh perbaikan beban pokok pendapatan dari yang sebelumnya Rp160,42 miliar menjadi Rp69,59 miliar.

        Baca Juga: Bisnis Telekomunikasi Moncer, TBIG Kantongi Pendapatan Rp2,58 Triliun

        Jika dibedah satu per satu, terlihat bahwa seluruh sumber pendapatan TAXI terkoreksi oleh adanya pandemi. Pendapatan dari kendaraan taksi angkanya anjlok dari Rp56,03 miliar pada Juni 2019 menjadi Rp13,69 miliar pada Juni 2020. Kontribusi pendapatan sewa kendaraan bahkan turun hingga lima kali lipat dari Rp15,52 miliar tahun lalu menjadi Rp3,17 miliar tahun ini.

        Berikutnya, TAXI mengantongi pendapatan dari bisnis suku cadang sebesar Rp471,31 juta pada semester I 2020. Angka tersebut jauh menurun jika dibandingkan tahun lalu yang menembus Rp2,82 miliar. Sementara itu, pendapatan lain-lain juga turun dari Rp2,81 miliar menjadi Rp2,08 miliar.

        Secara terbuka, manajemen TAXI mengaku bahwa sebagian besar bisnis perusahaan terdampak oleh adanya Covid-19. Terlebih lagi, adanya PSBB memaksa operasional perusahaan ikut terbatas. Dalam keterbukaan informasi, disebutkan bahwa perusahaan melakukan pembatasan operasional untuk taksi reguler dan taksi premium, baik yang ada di Jabodetabek maupun luar kota lainnya.

        Tak berhenti sampai di sana, TAXI juga terpaksa menghentikan operasional layanan penyewaan kendaraan dan limusin di Jakarta dan Bali. Begitu pun juga dengan layanan penyewaaan bus di Jabodetabek yang ikut dibatasi selama semester pertama tahun 2020.

        "Penghentian atau pembatasan operasional di atas terutama disebabkan oleh penurunan permintaan atas layanan transportasi umum dan juga adanya pemberlakuan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) dan perpanjangan PSBB transisi hingga Agustus 2020," pungkas manajemen TAXI dikutip pada Rabu, 30 September 2020.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Lestari Ningsih
        Editor: Lestari Ningsih

        Bagikan Artikel: