- Home
- /
- Kabar Finansial
- /
- Bursa
Mayoritas Perusahaan Batu Bara Milik Konglomerat RI Telan Pil Pahit! Ini Daftarnya!
Batu bara atau dikenal juga dengan julukan emas hitam menjadi salah satu bisnis komoditas yang paling digeluti, terlepas dari berbagai pro kontra yang menyertainya. Bukan rahasia lagi bahwa bisnis batu bara juga mampu melahirkan sosok-sosok konglomerat di Tanah Air.
Garibaldi Thohir adalah salah satu taipan yang sebagian besar kekayaannya bersumber dari bisnis batu baru. Secara langsung, Garibaldi Thohir terlibat dan menggeluti bisnis tambang batu bara melalui perusahaan yang ia dirikan, yakni PT Adaro Energy Tbk (ADRO). Ia juga tercatat menjadi salah satu pemegang saham mayoritas dalam Adaro Energy.
Baca Juga: Dahsyatnya Pandemi: Pemilik Pizza Hut, KFC, dan Starbucks Terpaksa Gigit Jari
Siapa sangka, selain Adaro Energy, masih ada sejumlah nama perusahaan tambang batu bara lain yang sebagian besar sahamnya dikuasai oleh konglomerat Tanah Air. Lantas, perusahaan apa sajakah itu dan bagaimana kinerjanya sepanjang enam bulan pertama tahun 2020? Simak ulasan berikut ini.
1. Adaro Energy - Garibaldi Thohir
Garibaldi Thohir alias Boy Thohir menjadi salah satu konglomerat Indonesia yang mendulang kekayaan melalui bisnis tambang batu bara. Kakak kandung Menteri Erick Thohir tersebut merupakan pemimpin sekaligus pemegang saham mayoritas dalam emiten tambang PT Adaro Energy Tbk (ADRO). Selain Garibaldi Thohir, ada sejumlah nama konglomerat lainnya yang turut menjadi pemegang saham ADRO walau dalam porsi kecil atau dengan kepemilikan tidak langsung, yakni Theodore Rachmat dan Edwin Soeryadjaya.
Di bawah kepemimpinan Garibaldi Thohir, ADRO membukukan laba bersih sebesar US$155,09 juta atau setara Rp2,27 triliun pada semester I 2020. Sayangnya, capaian tersebut anjlok 47,75% dari capaian semester I 2019 yang kala itu mencapai US$298,86 juta atau setara Rp4,38 triliun.
Baca Juga: Bukan Kaleng-Kaleng! Kabar Terbaru dari Perusahaan Milik Luhut Pandjaitan, Ternyata...
Berdasarkan laporan keuangan perusahaan, pada paruh pertama tahun 2020 ini ADRO membukukan penurunan pendapatan usaha sebesar 23% dari US$1,77 miliar (setara Rp26,01 triliun) menjadi US$1,36 miliar (setara Rp19,99 triliun). Jika ditelisik, seluruh sumber pendapatan ADRO kompak menurun.
Per Juni 2020, segmen usaha pertambangan dan perdagangan batu bara menyumbang US$1,26 miliar dari total pendapatan perusahaan, Itu pun menurun 23% dari Juni 2019 yang kala itu mencapai US$1,64 miliar. Pada periode yang sama, pendapatan dari segmen jasa pertambangan terkoreksi 28% dari US$103 juta menjadi US$74 juta. Kemudian, pendapatan lainnya tercatat menurun sedalam 27% dari US$37 juta menjadi US$27 juta.
Presiden Direktur dan CEO ADRO, Garibaldi Thohir, mengaku bahwa koreksi pendapatan dan laba perusahaan merupakan imbas dari menurunnya volume penjualan batu bara seiring dengan pemberlakuan lockdown di negara-negara pengimpor batu bara. Dengan kondisi tersebut, permintaan terhadap komoditas batu bara pun ikut menurun pada semester I 2020 ini.
Ia melanjutkan, perlambatan ekonomi global dan penurunan aktivitas industri menjadi tantangan besar bagi ADRO sepanjang enam bulan pertama tahun ini. Meski begitu, ia menilai perusahaan mampu mengupayakan kinerja secara maksimal di tengah tantangan yang ada.
"Kita tidak dapat memungkiri bahwa kinerja Adaro pada 1H20 tidak kebal dari dampak penurunan permintaan batu bara yang terjadi karena wabah COVID-19. Namun, kami tetap memaksimalkan upaya untuk terus berfokus pada keunggulan operasional bisnis inti perusahaan, meningkatkan efisiensi dan produktivitas operasi, menjaga kas, dan mempertahankan posisi keuangan yang solid di tengah situasi sulit yang berdampak terhadap sebagian besar dunia usaha," pungkasnya dalam keterangan resmi, Selasa, 29 September 2020.
Lebih lanjut, ia menyatakan bahwa ADRO akan tetap fokus pada pengendalian biaya dan pemertahanan oprasional yang efisien terhadap rantai pasokan batu bara yang dimiliki perusahaan. Hal itu salah satunya tercermin dari beban pokok pendapatan yang angkanya membaik 14% dari US$1,21 miliar pada tahun 2019 menjadi US$1,04 miliar pada tahun 2020.
"Walaupun masih harus menghadapi tantangan ini untuk beberapa saat ke depan, kami tetap yakin bahwa fundamental sektor batu bara dan energi di jangka panjang tetap kokoh, terutama karena dukungan aktivitas pembangunan di engara-negara Asia," lanjutnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Lestari Ningsih
Editor: Lestari Ningsih