Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Gak Cuma Perkasa di LCS, China Juga Makin Bercokol di Wilayah...

        Gak Cuma Perkasa di LCS, China Juga Makin Bercokol di Wilayah... Kredit Foto: Wikimedia Commons/Tyg728
        Warta Ekonomi, Singapura -

        Pengaruh China di Asia-Pasifik semakin kuat, terutama usai memanaskan sengketa Laut China Selatan dan Timur. Namun, China juga ternyata punya pengaruh kuat di Polinesia dan Mikronesia, gugusan pulau-pulau kecil di Samudra Pasifik.

        Pengaruh tersebut membuat Barat khawatir negara-negara kecil di Pasifik berada di bawah kungkungan China , terutama bagi mereka yang masih punya koloni seperti Prancis.

        Baca Juga: Cerita Miliarder China Bangun Supermarket 'Uang' Digital Hingga Bernilai Rp3 Kuadriliun

        Dikutip dari South China Morning Post, Kaledonia Baru merupakan satu-satunya koloni Prancis di Pasifik.

        Dihuni 270.000 orang penduduk, negara kecil itu masih berjuang untuk meraih kemerdekaan penuh lewat referendum.

        Referendum dari Prancis untuk kedua kalinya akan digelar pekan ini demi menyelesaikan proses dekolonialisasi meski sangat terlambat.

        Bekas koloni pengasingan itu sangat tergantung pada anggaran bantuan dari Prancis sebesar 1,5 miliar Dolar AS atau sekitar Rp22 triliun.

        Mereka kini sudah diberikan kesempatan oleh Prancis untuk menggadakan tiga kali referendum kemerdekaan yang dipisah dua tahun sekali.

        Referendum pertama pada 2018, sekitar 57 persen masih ingin tetap bersama dengan negara koloni.

        Sayangnya, Pasifik saat ini menjadi rebutan geopolitik antara China, Amerika Serikat (AS), dan Australia.

        Kaledonia Baru sendiri sangat tergantung pada penjualan tambang nikel yang sebagian besar dijual ke China sebagai mitra terkuatnya.

        Pada 2018, Kaledonia Baru mengekspor barang tambang tersebut dengan nilai total sebesar 1,06 miliar Dolar AS setara dengan Rp15 triliun.

        Nilai ini menyumbang hampir seluruh anggaran negara Kaledonia Baru, di luar bantuan dari Prancis.

        Teritori Lepas Pantai itu pun menjadi negara dengan PDB per kapita tertinggi di Pasifik, sekitar 38.270 Dolar AS atau Rp571 juta pada 2018 silam.

        Diberikannya kemerdekaan penuh oleh Prancis tentu akan menimbulkan goncangan yang sangat besar terhadap anggaran negara mereka.

        Oleh karena itu, pemimpin antikemerdekaan mengklaim Kaledonia Baru bisa menjadi 'Koloni China ' jika lepas dari Prancis.

        Besarnya kuota perdagangan menjadi dalih mereka untuk pernyataan tersebut.

        "Orang-orang sudah memperbincangkan China. Mereka bilang, jika kita bukan lagi di tangan Prancis, kita akan menjadi orang China," ujar Dr. Catherine Ris, Kepala Pusat Penelitian Ekonomi dan Hukum Universitas Kaledonia Baru.

        "Ada kekhawatiran China akan muncul dimana saja di muka bumi ini," imbuhnya.

        Presiden Prancis Emmanuel Macron yang datang ke Kaledonia Baru saat referendum dua tahun lalu sempat menuduh China sedang 'membangun hegemoni yang akan mengurangi kebebasan dan peluang' di Pasifik.

        Ia pun terus melakukan berbagai langkah agar Kaledonia Baru tak lepas dari tangan Prancis lewat 'Poros Paris-Delhi-Canberra' yang mampu memperkuat pengaruh di Asia-Pasifik.

        Selain Kaledonia Baru, sebenarnya China mulai 'disukai' banyak negara Pasifik. 14 negara telah mengakui Beijing sebagai pemerintahan yang sah dan memutus hubungan dengan Taipei.

        Kini, tersisa empat negara merdeka di Pasifik yang mengakui Taiwan dan menolak Cina, yakni Palau, Nauru, Tuvalu, dan Kepulauan Marshall.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Muhammad Syahrianto

        Bagikan Artikel: