- Home
- /
- Kabar Finansial
- /
- Bursa
Duel Media Televisi Milik Konglomerat: Hary Tanoesoedibjo vs Eddy Sariaatmadja, Siapa Juara?
Hary Tanoesoedibjo dan Eddy Sariaatmadja adalah dua sosok konglomerat Indonesia, di mana kekayaan yang dimiliki bersumber dan tumbuh dari bisnis media. Baik Hary Tanoe maupun Eddy Sariaatmadja mempunyai kerajaan bisnis media yang terbilang raksasa, mulai dari media online, penyiaran, sampai media televisi nasional pun ada dalam genggaman keduanya.
Baca Juga: Mayoritas Perusahaan Batu Bara Milik Konglomerat RI Telan Pil Pahit! Ini Daftarnya!
Hary Tanoe menggerakan mesin bisnis media televisi melalui salah satu perusahaan miliknya di bawah naungan MNC Group, yakni PT Media Nusantara Citra Tbk (MNCN). Sementara itu, bisnis media televisi milik Eddy Sariaatmadja dijalankan melalui PT Elang Mahkota Teknologi Tbk (EMTK).
Lantas, di antara MNCN milik Hary Tanoesoedibjo dan EMTK milik Eddy Sariaatmadja, manakah yang lebih unggul berdasarkan capaian kinerja keuangan semester I 2020? Mampukah bisnis keduanya bertumbuh di tengah tantangan pandemi Covid-19 sepanjang enam bulan pertama tahun ini? Simak ulasan berikut ini.
Media Nusantara Citra (MNC) - Hary Tanoesoedibjo
PT Media Nusantara Citra Tbk (MNCN) menjadi salah satu lengan bisnis MNC Group milik Hary Tanoe. Perusahaan yang lebih dikenal dengan MNC itu didirikan oleh miliarder berinisial HT itu pada 17 Juni 1997 silam yang kemudian bergabung di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada 22 Juni 2007.
Bertumbuh sebagai salah satu konglomerasi media raksasa di Indonesia, MNC mempunyai sumber pendapatan terbesar dari empat media televisi nasional miliknya, yakni MNCTV, RCTI, GTV, dan iNews. Pertanyaan, bagaimana nasib kinerja keuangan MNC pada awal tahun ini?
Melansir dari laporan keuangan perusahaan, nyatanya pandemi Covid-19 turut menekan bisnis MNC pada enam bulan pertama tahun 2020. Hal itu terlihat dari laba bersih MNC yang anjlok hingga 17,56% dari Rp1,16 triliun pada semester I 2019 menjadi Rp956,22 miliar pada semester I 2020.
Penurunan laba tersebut selaras dengan tergerusnya pendapatan MNC sebesar 6,7% dari Rp4,25 triliun per Juni tahun lalu menjadi Rp3,97 triliun per Juni tahun ini. Manajemen MNC mengaku, amblasnya pendapatan ini merupakan imbas dari penundaan sejumlah program beromzet besar akibat adanya pandemi Covid-19.
"Karena pandemi Covid-19, beberapa program besar yang seharusnya menghasilkan pendapatan besar telah ditunda. Sebagai contoh, Piala Euro ditunda hingga Juni 2021," tegas manajemen MNC dalam keterangan resmi yang diterima Warta Ekonomi, Jakarta, Kamis, 1 Oktober 2020.
Pendapatan iklan masih mendominasi secara keseluruhan, yakni mencapai Rp3,61 triliun pada semster I 2020. Namun, angka tersebut menurun 10,42% dari semester I 2019 yang kala itu menembus Rp4,03 triliun. Penurunan tersebut khusunya terjadi untuk iklan nondigital yang anjlok hingga 15,57% menjadi Rp3,21 triliun. Sementara itu, iklan digital bertumbuh 26% menjadi Rp409,08 miliar.
Pada saat yang bersamaan, pendapatan konten MNC menurun sebesar 11,49% dari Rp912,89 miliar pada paruh pertama tahun lalu menjadi Rp807,92 miliar pada paruh pertama tahun ini. Beberapa faktor yang menyebabkan pendapatan dari segmen ini kurang maksimal, yakni adanya pembatasan aktivitas produksi konten yang berimbas pada berkurangnya output konten bagi grup.
Sejalan dengan itu, MNC mampu memperbaiki pos beban dari yang sebelumnya Rp1,58 triliun menjadi Rp1,49 triliun. Perbaikan beban paling besar berlaku untuk beban program dan konten yang secara tahunan membaik 7% dari Rp1,49 triliun menjadi Rp1.38 triliun.
Merespons capaian perusahaan, Hary Tanoe selaku Group Chairman of MNC Group menyatakan optimismenya bahwa MNC mampu melewati masa terburuk bagi industri media saat ini. Terlebih lagi, ia berkeyakinan bahwa pandemi akan turut mengubah perilaku masyarakat menjadi lebih banyak di rumah dengan asumsi konsumsi hiburan televisi pun ikut bertambah.
"Walaupun dampak ekonomi dari pandemi ini akan masih terasa, perilaku masyarakat kita juga akan berubah, yang berarti akan lebih banyak lagi orang yang menonton TV, dan juga waktu menonton mereka per hari akan bertambah. Untuk H2-2020, saya yakin bahwa MNC akan mencatat performa yang jauh lebih baik daripada semester pertama," pungkas pemilik sapaan HT ini.
Elang Mahkota Teknologi (Emtek) - Eddy Sariaatmadja
Sama-sama menggeluti bisnis media televisi, Eddy Kusnadi Sariaatmadja mendirikan PT Elang Mahkota Teknologi Tbk (Emtek) pada tahun 1983 silam. Emtek kemudian menjadi perusahaan tercatat dan bergabung di BEI pada 12 Januari 2020.
Baca Juga: Bisnis Konglomerat Eddy Sariaatmadja Pangkas Rugi Gede-Gedean
Turut menyandang status konglomerasi raksasa, kerajaan bisnis Emtek mengandalkan pendapatan terbesarnya juga dari dua stasiun TV nasional yang berada di bawah naungannya, yaitu SCTV dan Indosiar. Lantas, apakah kinerja keuangan Emtek lebih baik daripada MNC yang merupakan kompetitornya? Mari simak rangkumannya berikut ini.
Merujuk kepada laporan keuangan perusahaan, sampai dengan semester I 2020 Emtek masih menanggung rugi usaha sebesar Rp210,45 miliar. Namun, rugi tersebut menurun drastis hingga 77,94% dari semester I 2019 yang kala itu tekor sebesar Rp954,08 miliar. Emtek belum mampu lepas dari jerat rugi karena pendapatan perusahaan pada paruh pertama tahun ini pun mengalami penurunan.
Per Juni 2020, pendapatan Emtek mencapai Rp5,35 triliun atau 1,02% lebih rendah dari Juni 2019 lalu yang angkanya mencapai Rp5,40 triliun. Jika dibedah, sumber pendapatan terbesar bagi Emtek di tengah pandemi adalah bisnis solusi dengan kontribusi hingga Rp2,76 triliun. Angka tersebut naik dari kontribusi tahun lalu yang hanya Rp2,27 triliun.
Selain bisnis solusi, pendapatan Emtek juga disumbang oleh bisnis media sebesar Rp2,38 triliun. Sayangnya, kontribusi tersebut lebih rendah daripada tahun lalu yang mencapai Rp2,79 triliun. Kemudian, pos pendapatan lainnya tercatat mengalami penurunan cukup dalam, yakni dari Rp413,32 miliar pada tahun 2019 menjadi Rp270,01 miliar pada tahun 2020.
Dalam keterangan tertulis, manajemen Emtek tak menampik bahwa pandemi Covid-19 membatasi ruang gerak bisnis perusahaan. Sebagai contoh, selama penerapan PSBB, Emtek mengurangi kegiatan dan pertemuan fisik. Meski begitu, manajemen tetap mengupayakan untuk menjaga performa keuangan, terutama dengan cara aktif berinvestasi di bisnis digital.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Lestari Ningsih
Editor: Lestari Ningsih