Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Kisah Perusahaan Raksasa: Mitsubishi, Konglomerat dan Pebisnis Ulung Sejak Awal Jepang

        Kisah Perusahaan Raksasa: Mitsubishi, Konglomerat dan Pebisnis Ulung Sejak Awal Jepang Kredit Foto: Getty Images
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Logo tiga berlian milik Mitsubishi Group Corporation menjadi salah satu simbol paling dikenal di dunia. Perusahaan ini hampir muncul di segala sektor mulai dari mobil hingga pertanian. Kehadiran grup Tiga Berlian sejak awal abad ke-19 di Asia Timur nyatanya tidak perlu diragukan lagi. 

        Mitsubishi merupakan sebuah keiretsu (konglomerat perbankan), bisnis keluarga yang terhubung melalui sejarah dan tradisi Jepang, serta kepemilikan silang. Skema ini memberi kesempatan pada Mitsubishi untuk berafiliasi dengan merek-merek umum maupun terkenal. 

        Baca Juga: Kisah Perusahaan Raksasa: Walgreens, Ritel Farmasi Bergelimang Cuan Berumur Seabad Lebih

        Perjalanan panjang bisnis keluarga Jepang ini kiranya menarik untuk diulas. Alasannya, dengan umur lebih dari seabad, banyak kiranya cerita atau narasi menarik dari Mitsubishi yang dapat merangsang ide dan gagasan yang barangkali untuk mulai berbisnis. 

        Dikutip dan diolah dari berbagai sumber, pada kesempatan di awal pekan ini, Senin (5/9/2020), Warta Ekonomi siap menguraikan kisah perusahaan raksasa Mitsubisi menjadi tulisan sebagai berikut. 

        Kisah Mitsubishi berakar pada bisnis keluarga Jepang dari Klan Iwasaki. Sang pendiri, Yataro Iwasaki yang lahir pada 1834 adalah seorang petani. Ia sadar pada saat itu, status petani dianggap rendah, sehingga Iwasaki memutuskan membeli status samurai dengan bantuan kerabatnya. 

        Status samurai pun disandang Iwasaki. Ia kemudian memperluas jaringan dengan sejumlah administrator kota di Prefektur Tosa. Sukses menghampiri ketika Iwasaki menjabat sebagai anggota kelas administratif di Tosa. Dengan akses yang mudah ketika memiliki posisi penting, Iwasaki kemudian menjali sejumlah hubungan pribadi dengan politisi berpengaruh yang sangat ia butuhkan. 

        Setelah restorasi Meiji pada 1868, pemerintah baru Jepang memulai program modernisasi industri. Banyak perusahaan negara dioperasikan setelah dijual pada investor swasta. Pada saat ini, untuk urusan beli-membeli hanya bisa dilakukan oleh keluarga terkaya di Jepang meliputi keluarga Mitsui, Sumitomo, dan Yasuda. Meski begitu peran mereka sangat krusial untuk memperluas perekonomian negara. 

        Jelas kiranya Yataro Iwasaki bukan dari keluarga kaya. Namun demikian pada 1870, selama tahun-tahun awal pemerintahan Meiji, ia dapat membeli Tsukumo Shokai, perusahaan pelayaran resmi Tosa, itu semeua berkat posisinya sebagai pejabat kota. 

        Iwasaki pada 1873 kemudian mengubah nama Tsukumo Shokai dengan nama baru yaitu Mitsubishi. Nama tersebut memiliki arti "tiga berlian". Iwasaki berdedikasi pada pekerjaannya sebagai pedangang dan pengusaha yang ingin menciptakan perusahaan pelayaran Jepang kompetitif dengan jalur asing. 

        Mujur masih didapat Iwasaki. Menteri Keuangan Jepang Shigenobu Okuma ternyata kawan dekat Iwasaki dan sekaligus pendukung terbesar Mitsubishi di pemerintahan. Dia berperan melobi atas nama Mitsubishi, menunjuk perusahaan untuk mendapatkan banyak subsidi dan hak istimewa. 

        Ketika pemerintah Jepang melancarkan ekspedisi militer hukuman terhadap pulau Formosa (Taiwan) pada 1874, Okuma memastikan bahwa Mitsubishi dipilih untuk menyediakan kapal-kapal tersebut. Pemerintah kemudian menawarkan subsidi langsung kepada Mitsubishi Shokai (perusahaan) untuk memastikan Jepang tetap kompetitif dalam pelayaran dunia. Dengan dukungan dan perlindungan aktif dari pemerintah, Mitsubishi, seperti Mitsui, Sumitomo dan Yasuda, berkembang menjadi zaibatsu, yang secara harfiah berarti "klik uang".

        Sampai 1877, 80 persen lintas maritim Jepang dikendalikan oleh Mitsubishi Shokai. Dengan alasan keistimewaan dalam praktik pemerintahan dan perdagangan, sosok Iwasaki kemudian dikritik dan mulai tidak disukai lawan politik dan profesional. Dalam banyak kesempatan, Iwasaki secara pribadi diserang di surat kabar karena praktik bisnisnya yang tidak bermoral. Meski begitu, Zaibatsu lainnya, terutama Mitsui, sangat bergantung pada Mitsubishi untuk pengiriman dan sangat menderita karena harga monopoli.

        Pada 1880, Mitsui mendukung pembentukan perusahaan pelayaran saingan yang disebut Tokyo Fuhansen. Ironisnya, dalam setahun Mitsubishi berhasil membuat Fuhansen gulung tikar. Namun, setelah Count Okuma meninggal pada tahun 1881, lawan politiknya bergabung dengan para pesaing Iwasaki dengan tujuan yang sama untuk mematahkan monopoli perkapalan Mitsubishi. 

        Tahun berikutnya Fuhansen direorganisasi, digabungkan dengan beberapa perusahaan pelayaran kecil lainnya. Masih dalam satu agenda reorganisasi, Funhansen berganti nama menjadi Kyodo Unyu (United Transport). Kaoru Inoue, musuh politik Okuma dan teman dekat Takashi Masuda dari Mitsui, meyakinkan pemerintah untuk berinvestasi besar-besaran di Kyodo Unyu. Setelah itu, Mitsubishi dan Kyodo Unyu terlibat dalam persaingan yang sangat mahal dan ketat yang menghabiskan hampir semua sumber daya perusahaan.

        Selama pertempuran dengan Kyodo Unyu, Mitsubishi mengamankan sumber bahan bakar yang terjamin. Sebab itulah perusahaan membeli tambang batubara Takashima pada 1881. 

        Setelah menguasai sumber daya batu bara, Iwasaki mengalihkan perhatiannya untuk mendapatkan kendali atas pemasok kapal. Iwasaki mengingatkan pemerintah bahwa Rusia baru saja menyelesaikan pangkalan angkatan laut di Vladivostok, sementara galangan kapal utama Jepang di Nagasaki hampir tidak dapat menangani perbaikan kecil. Dengan kepintarannya, Mitsubishi memenangkan kontrak untuk menyewa dan kemudian membeli Galangan Kapal Nagasaki yang bangkrut dari pemerintah.

        Pada 1885, pertempuran untuk supremasi dalam perkapalan Jepang menemui jalan buntu. Tahun itu direktur Kyodo Unyu, Eiichi Shibusawa, mengundang pemerintah untuk memberlakukan monopoli regulasi pada pelayaran. Tiba-tiba diketahui bahwa Yataro Iwasaki telah memperoleh saham pengendali di Kyodo Unyu. Dalam apa yang mungkin merupakan pengambilalihan permusuhan pertama di dunia, Iwasaki diam-diam membeli sebagian besar saham pesaingnya. 

        Iwasaki mengkonsolidasikan kedua perusahaan tersebut ke dalam Nihon Yusen Kaisha (NYK), atau Perusahaan Perkapalan Jepang, dan menolak peran manajerial baik untuk Masuda maupun Shibusawa yang terpana oleh kekalahan mereka. Namun, Iwasaki tidak dapat menikmati kemenangannya karena dia meninggal tak lama kemudian.

        Rekan Iwasaki, semuanya samurai, tidak dapat menyatakan diri mereka sebagai manajer independen sampai setelah Iwasaki meninggal. Terlepas dari kenyataan bahwa Mitsubishi diorganisir sebagai sebuah perusahaan, Iwasaki mengoperasikannya sebagai urusan keluarga dan menjalankan kontrol otoriter. Adik laki-lakinya, Yanosuke Iwasaki, mengambil alih kepemimpinan Mitsubishi Shokai dan NYK pada 1886.

        Tahun berikutnya Mitsubishi Shipbuilding Company menjadi perusahaan Jepang pertama yang memproduksi kapal yang terbuat dari baja dan dilengkapi dengan (penguap) boiler. Semakin ketatnya persaingan membuat perusahaan pelayaran besar, NYK dan OSK (Osaka Shosen Kaisha), memperluas rute mereka ke China dan Korea, dan pada 1899 ke Eropa, Amerika Utara, India, dan Australia.

        Pada 1893 Yanosuke Iwasaki memulai reorganisasi Mitsubishi dan mengubah namanya menjadi Mitsubishi Goshi Kaisha. Tiga tahun kemudian dia meragamkan operasi perusahaan dengan membeli tambang emas Sado dan tambang perak Ikuno. Dia juga membeli dan mengembangkan rawa seluas 110 acre atau 445.154 meter persegi yang kemudian menjadi beberapa properti paling mahal di kawasan bisnis Tokyo.

        Koyata Iwasaki (yang menggantikan Yanosuke sebagai kepala perusahaan pada 1916) melanjutkan program diversifikasi. Antara 1917 dan 1919 Mitsubishi mendirikan divisi internal untuk perbankan, pertambangan, real estate, pembuatan kapal, dan perdagangan. Sebagai pemenang dalam Perang Dunia I, Jepang dilegitimasi sebagai kekuatan utama dunia dengan pengaruh besar di Pasifik. Tapi legitimasi ini berutang pada zaibatsu (dan tidak terkecuali Mitsubishi), yang telah membangun Jepang menjadi seperti dulu.

        Pada 1918, Mitsubishi didirikan sebagai perusahaan saham gabungan (dimiliki sepenuhnya oleh keluarga Iwasaki). Saat itu Mitsubishi Shoji Kaisha (Perusahaan Dagang) didirikan sebagai badan usaha tersendiri. 

        Antara 1917 dan 1921 beberapa divisi perusahaan dibuat menjadi perusahaan publik independen untuk menarik modal investor. Mitsubishi Shipbuilding (kemudian Mitsubishi Heavy Industries) didirikan pada 1917, Mitsubishi Bank pada tahun 1919, dan Mitsubishi Electric pada 1921.

        Dalam dekade berikutnya, teroris politik nasionalis memperoleh pengaruh di militer dan pemerintah.  Pada 1932 teroris membunuh Takuma Dan, kepala saingan utama Mitsubishi, Mitsui.

        Para militeris membayangkan sebuah rezim ekonomi regional untuk Asia Timur yang disebut Greater East Asia Co-Prosperity Sphere atau Lingkungan Kemakmuran Bersama Asia Timur Raya. Sebagai bagian dari skema ini, Jepang akan bertanggung jawab atas industri dan manajemen, China untuk pertanian, Manchuria dan Korea untuk pertambangan dan kehutanan, Indonesia untuk minyak, dan Filipina untuk perikanan.  

        Terlepas dari gagasan itu, Mitsubishi secara khusus terlibat dalam bidang yang paling penting meliputi perkapalan, pembuatan kapal, pertambangan, manufaktur berat, pembangkit listrik, pergudangan, dan perdagangan.

        Ketika Jepang menginvasi seluruh Asia timur dan mengebom Pearl Harbor pada 1941, kemitraan yang tidak nyaman antara zaibatsu dan militeris menjadi lebih penting. Perusahaan seperti Mitsubishi terus mencari keuntungan. Mereka yang juga terdiri dari kompleks militer atau industri yang mengabadikan kemampuan Jepang untuk berperang.

        Di satu sisi Mitsubishi Shipbuilding menciptakan kapal perang, di sisi lain divisi pesawat Mitsubishi Heavy Industries memproduksi lebih dari 18.000 pesawat tempur. Yang paling penting adalah Pesawat Zero. Teknologi Zero yang sederhana memungkinkan ribuan unit dibangun dengan cepat. Jumlahnya yang besar dan kemampuannya untuk menukik dan berakselerasi menjadikannya salah satu senjata perang yang paling tangguh saat itu.

        Jepang menyerah kepada sekutu dan Amerika Serikat pada 1945. Seluruh pabrik Mitsubishi lenyap, dan yang tersisa terpaksa ditinggalkan dalam reruntuhan. 

        Pasukan pendudukan AS di bawah Jenderal Douglas MacArthur merumuskan rencana industri untuk rekonstruksi Jepang yang mencakup penerapan undang-undang anti-monopoli gaya Amerika. Akibat undang-undang tersebut, zaibatsu dilarang dan penggunaan logo sebelum perang juga dilarang.

        Alhasil Mitsubishi dibagi menjadi 139 perusahaan independen. Selain itu, pembatasan yang ketat menghalangi perusahaan untuk mengoordinasikan strategi bisnis dan menyiapkan kepemilikan silang saham.

        Revolusi komunis di China selama 1949 dan Perang Korea (1950-1952) secara signifikan meningkatkan nilai strategis Jepang sebagai kekuatan industri dan sekutu AS. Mulai 1950 beberapa bekas perusahaan zaibatsu Mitsubishi diizinkan untuk dipasang kembali. Kepentingan inti perusahaan yang masih ada mengadaptasi kembali nama Mitsubishi Shoji Kaisha dan logo tiga berlian. 

        Pada 1953, Bank Mitsubishi mulai menggunakan nama lamanya dan mulai mengkoordinasikan berbagai bekas perusahaan Mitsubishi. Pada 1954 Mitsubishi Shoji bergabung dengan tiga perusahaan komponen sebelumnya dan mulai membangun kembali jaringan perdagangannya di seluruh dunia.

        Sejumlah perusahaan asosiasi didirikan selama dekade 1950-an. Salah satunya adalah Mitsubishi Gas Chemical Company dan Mitsubishi Petrochemical Company. Rekanan asing terpenting perusahaan, Mitsubishi International Corporation (MIC), didirikan di Amerika Serikat pada 1954.

        Kementerian Perdagangan dan Industri Internasional (MITI) Jepang berperan aktif dalam menjaga keseimbangan persaingan monopoli yang sehat antara zaibatsu baru, Mitsui, Mitsubishi, Sumitomo, dan lainnya. MITI bertanggung jawab atas koordinasi sumber daya, perencanaan, dan pengembangan yang sangat baik yang memungkinkan perusahaan Jepang untuk tumbuh dan bekerja dengan sukses dalam periode pascaperang. Dengan zaibatsu baru sebagai instrumennya, MITI mempersiapkan Jepang untuk beberapa dekade pertumbuhan yang didorong ekspor.

        Selanjutnya Mitsubishi mengalihkan perhatiannya pada potensi mineral yang belum tergali di Australia dan Papua Nugini. Perusahaan membentuk anak perusahaan bernama Mitsubishi Australia untuk berpartisipasi dalam proyek pertambangan batu bara besar di Bowen Basin di Queensland. Mulai 1971 bahan mentah dikirim dari Australia ke Jepang di mana bahan tersebut digunakan untuk memproduksi besi dan baja.

        Pada 1969 Mitsubishi membantu mendirikan perusahaan kehutanan bernama Balikpapan Forest Industries di Sotek, Indonesia. Pada 1973 Mitsubishi membentuk usaha patungan dengan pemerintah Meksiko untuk memproduksi garam di Baja California, dan dengan pemerintah Kenya untuk mengembangkan industri pariwisata di negara tersebut. 

        Di akhir tahun 1970-an, Mitsubishi membuat perjanjian pemasaran bersama dengan Chrysler Corporation untuk menjual mobil di AS yang dibuat oleh Mitsubishi Motor Company.

        Pada 1971 Mitsubishi Shoji Kaisha mengubah namanya menjadi Mitsubishi Corporation. Tujuannya mencerminkan internasionalisasi perusahaan yang berkembang. 

        Takeo Kondo diangkat sebagai presiden Mitsubishi pada bulan Juni 1986. Beberapa bulan setelah mengambil alih kepemimpinan perusahaan, Kondo mempresentasikan rencana untuk mengatur ulang dan meninjau operasinya. Namun, pada bulan November, Kondo tiba-tiba meninggal. 

        Kondo digantikan oleh Shinroku Morohashi, wakil presiden yang ditugasi oleh Kondo untuk melaksanakan rencana restrukturisasi. 

        Akuisisi internasional yang agresif oleh afiliasi Mitsubishi menjadi tajuk utama di akhir 1980-an. Langkah ini secara nyata membantunya berkembang dari basisnya di industri berat. Pada 1985 misalnya, Mitsubishi Motors meningkatkan kerja samanya dengan Chrysler Corp. melalui penciptaan Diamond-Star Motors. Pada 1989 dan 1990, Mitsubishi Estate Co. mengakuisisi saham pengendali di Rockefeller Center dengan biaya hampir 1 miliar dolar AS. Sekitar waktu yang sama, Mitsubishi Corp. meningkatkan kepentingan bahan kimia dengan saham pengendali di Aristech Chemical Corp. of Pittsburgh.

        Pada 1990, perusahaan Mitsubishi Motors pindah untuk membentuk usaha patungan dengan pembuat mobil Jerman Daimler-Benz dan mengakuisisi sepertiga dari Volvo yang berbasis di Belanda pada tahun berikutnya.

        Kekuatan Mitsubishi dan ekonomi Jepang menurun pada akhir 1980-an dan awal 1990-an. Turunnya permintaan di segmen bahan bakar penting Mitsubishi dikombinasikan dengan resesi yen yang kuat. Selain itu, banyak perusahaan Jepang berhenti mengandalkan layanan perdagangan yang disediakan oleh sogo shosha, atau perusahaan perdagangan umum seperti Mitsubishi. 

        Faktor-faktor tersebut jika digabungkan untuk mempengaruhi penurunan pendapatan yang stabil maka menghasilkan angka dari 19,73 triliun yen pada 1991 menjadi 17,28 triliun yen pada 1994.

        Minoru "Ben" Makihara pria keturunan Jepang yang lahir di Inggris yang mengenyam pendidikan Harvard ditunjuk sebagai presiden Mitsubishi pada 1992. Banyak pengamat menilai upaya tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan reputasi buruk bisnis Jepang di AS. Mungkin bukan kebetulan, ayah Makihara bekerja untuk Mitsubishi di London, dan istrinya adalah cicit dari pendiri keiretsu.

        Pada pertengahan 1990-an, operasi Mitsubishi Corporation dibagi menjadi beberapa kelompok sebagai berikut. 1) Logam yang menyumbang 37 persen pendapatan tahunan. 2) Mesin (termasuk sistem dan layanan informasi) menyumbang 24,7 persen. 3) Makanan (12,7 persen). 4) Bahan kimia (7,3 persen), tekstil dan barang dagangan umum (6,9 persen). Sekitar 40 persen dari penjualan tahunannya dilakukan di luar negeri. 

        Pada 1992, Mitsubishi mengumumkan kebijakan manajemen baru, yaitu menuju "Perusahaan Global yang Sehat". Langkahnya adalah perusahaan mulai menempatkan fokus yang lebih besar pada operasi konsolidasi dan meningkatkan nilai asetnya. Dengan kata lain, perusahaan lebih banyak melakukukan upaya mengglobalisasikan operasinya. 

        Mitsubishi kemudian membentuk MC2000 pada 1998. Itu adalah langkah pendekatan untuk melakukan Select & Focus pada bisnis dengan tujuan memperkuat bidang strategis, menekankan kebijakan yang berorientasi pada pelanggan. Rencana baru ini sangat penting dalam menopang fondasi perusahaan dan membuka jalan menuju masa depan yang sejahtera. 

        Pada 2004, Mitsubishi meluncurkan "Innovation 2007". Itu adalah pertanda sekaligus penetapan perusahaan sebagai inovator industri baru dengan tujuan membuka era baru dan tumbuh bersama masyarakat. 

        Kendala di masa kontemporer juga sempat dialami Mitsubishi. Perusahaan, bersama dengan pabrikan lain, terkena dampak skandal Kobe Steel pada 2017, yang melibatkan pemalsuan data untuk produk yang dipasok ke industri kedirgantaraan, mobil, dan tenaga listrik.

        Pada 28 November 2018, Mahkamah Agung Korea Selatan memerintahkan Mitsubishi Heavy Industries, sebagai salah satu perusahaan inti Mitsubishi, untuk membayar 10 warga Korea 150 juta won (133.000 dolar AS atau 104.000 euro) sebagai kompensasi kerja paksa yang diawasinya selama pendudukan Jepang di Korea.

        Konglomerat Jepang yang memiliki bisnis mulai dari otomotif hingga elekrtronik mengalami peningkatan pendapatan pada 2019. Dengan menyandang titel perusahaan raksasa dunia, pada tahun operasional ini, pendapatan tahunan Mitsubishi meningkat 112 persen menjadi 145,24 miliar dolar AS. Laba bersihnya pun berada di angka 5,38 miliar dolar AS. Posisi Mitsubishi juga berada di nomor 33 dalam Global 500 milik Fortune.

        Sayang beribu sayang, pada 2020, Mitsubishi mengalami penurunan pendapatan tahunan sebesar 6,4 persen dari 145 milair dolar menjadi 135,94 milair dolar AS. Sementara untuk laba bersih juga turun lebih dalam sebesar 7,6 persen dari 5,38 miliar menjadi 4,92 miliar dolar AS. Capaian ini menyeret Mitsubishi ke posisi 42 dalam Global 500. 

        Perusahaan mengatakan bahwa terpukulnya keuntungan perusahaan disebabkan oleh masalah dalam divisi mobil, gas alam cair dan petrokimia. Bisnis pertambangannya pun juga dipengaruhi oleh penurunan permintaan batu bara metalurgi Australia. 

        Sementara itu, pandemi Covid-19 dikatakan mempersulit laju bisnsi perusahaan. Seperti banyak perusahaan sejenis lainnya, perusahaan Mitsubishi menolak memberikan perkiraan untuk tahun mendatang.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Muhammad Syahrianto
        Editor: Muhammad Syahrianto

        Bagikan Artikel: