Militer China Siaga, Xi Jinping Desak Tentaranya Siap Tempur
Militer China terus bersiaga. Yang terbaru, angkatan laut negara itu melakukan latihan yang semakin meningkatkan ketegangan di kawasan Laut China Selatan. Presiden China, Xi Jinping disebut tengah mendesak militer meningkatkan kesiapan perang dan kemampuan tempur.
Mengutip dari Badan Keamanan Maritim China, Global Times, media yang berafiliasi dengan Pemerintah China menyebutkan, latihan berlangsung di Laut Bohai di timur laut China dari pukul 06.00 pagi hingga 17.00 waktu setempat.
Baca Juga: Sambil Ejek AS, China Bangga-banggakan Jabatan Anggota Dewan HAM PBB
Tidak jelas, manuver angkatan laut dan perangkat spesifik apa yang terlibat dalam acara sepanjang hari itu. Tapi latihan Bohai adalah bagian dari kegiatan angkatan laut yang lebih besar.
September lalu, latihan itu bahkan mencakup latihan tembakan langsung. Saat itu, China melarang semua kapal non militer melintasi wilayah tempat latihan berlangsung.
Sebelumnya pada Selasa (13/10/2020), Xi memeriksa pasukan elit angkatan laut dan marinir China yang ditempatkan di Provinsi Guangdong di selatan. Dia menyerukan peningkatan yang lebih cepat dari kemampuan tempur mereka.
“Untuk membentuk pasukan yang kuat, juga pasukan tempur," penjelasan sejumlah media mengutip Xi, seperti dilansir kantor berita Al Jazeera.
Laporan tersebut mengatakan, inspeksi itu sebagai sinyal, bahwa China akan mempercepat persiapannya untuk setiap potensi konflik militer di beberapa wilayah. Termasuk Laut China Selatan dan Taiwan yang disengketakan, yang diklaim oleh China sebagai teritorinya.
Xi juga mendesak pasukan China untuk mempertahankan tingkat kesiapan yang tinggi. Termasuk fokus pada pelatihan yang berorientasi pada kemampuan tempur serta kekuatan.
Masih dalam laporan itu, Xi menekankan, tentara China harus cepat menanggapi, dan mampu bertempur dalam kondisi multi-dimensi.
Ketegangan Meningkat
Ketegangan di Laut China Selatan kian meningkat dalam beberapa bulan terakhir. Di mana China dan AS saling menuduh melakukan tindakan provokasi.
Baru-baru ini, AS menuduh China melanjutkan perluasan pulau buatannya di beberapa bagian Laut China Selatan. Juga kerap memprovokasi Taiwan, yang merupakan sekutu AS.
Taiwan mendapat tekanan yang meningkat dari China, sejak Tsai Ing-wen terpilih pertama kali sebagai presiden pada 2016. Gertakan manuver angkatan udara pun meningkat.
Dalam beberapa pekan terakhir, pesawat tempur China bahkan kerap melintasi garis tengah sensitif Selat Taiwan. Garis ini berfungsi sebagai zona penyangga tidak resmi.
Di saat yang sama, AS juga mengkritik perlakuan China terhadap Muslim Uighur di Provinsi Xinjiang. Serta Undang-Undang Keamanan Nasional yang baru diberlakukan Beijing di Hong Kong, yang dikatakan sebagai serangan langsung terhadap kebebasan penduduk di wilayah itu.
Sedangkan China menuduh AS memicu konfrontasi di wilayah tersebut, dengan mengerahkan beberapa kapal perangnya dan menjual senjata canggih ke Taiwan. Padahal, China menganggap Taiwan sebagai provinsi pemberontak. Global Times bahkan menuding AS secara bertahap cenderung mendukung agar Taiwan memisahkan diri dari China.
Selain itu, China memprotes upaya AS membentuk aliansi Indo-Pasifik. Yaitu kemitraan keamanan yang mirip dengan NATO, namun dinilai China mengancam stabilitas kawasan.
Berbicara di Kuala Lumpur, Selasa lalu, Menteri Luar Negeri China Wang Yi mengatakan, kemitraan yang dipimpin AS dapat menandai awal dari “lereng yang berbahaya dan licin" di kawasan Asia-Pasifik. Wang juga memperingatkan terhadap gangguan eksternal. Dia menekankan, bahwa masa depan suatu wilayah harus ditentukan sendiri oleh orang-orang di wilayah tersebut.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Muhammad Syahrianto
Tag Terkait: