Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        13 Tahun Menderita, Iran Janji Tak Bakal Jorjoran Beli Senjata

        13 Tahun Menderita, Iran Janji Tak Bakal Jorjoran Beli Senjata Kredit Foto: Defencepoint.com
        Warta Ekonomi, Teheran -

        Iran menyambut baik berakhirnya embargo senjata yang diberlakukan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) 13 tahun lalu. Negara Mullah itu janji nggak akan jorjoran membeli senjata meski kesempatan kini terbuka luas.

        Embargo senjata oleh PBB pada 2007 berakhir secara resmi, kemarin, berdasarkan kesepatan nuklir yang ditandatangani Iran, Rusia, China, Jerman, Prancis dan amerika Serikat (AS) pada 2015.

        Baca Juga: Pompeo Terus Gertak Iran Usai Embargo Senjata Berakhir

        Pada tahun itu, lima negara sepakat dengan Iran dalam mengurangi kegiatan nuklir dengan imbalan pencabutan sanksi ekonomi Internasional. AS kemudian secara sepihak menarik diri dari kesepakatan nuklir yang merupakan bagian dari resolusi 2231, Mei 2018.

        Presiden AS Donald Trump menyebutnya sebagai “kesepakatan terburuk yang pernah ada”, dan sejak itu memberlakukan gelom bang sanksi ekonomi yang keras terhadap Iran.

        Dengan pencabutan ini, artinya Iran secara legal dapat membeli dan menjual senjata konvensional, termasuk senjata kecil, rudal, helikopter dan tank. Tapi Iran menyatakan, doktrin pertahanan didasarkan atas ketergantungan nya terhadap rakyat dan kemam puan dalam negeri.

        “Senjata nonkonvensional, senjata pemusnah massal, dan membeli senjata besar-besaran, tidak memiliki tempat dalam doktrin pertahanan Iran,” begitu pernyataan Kementerian Luar Negeri Iran yang disiarkan media pemerintah IRNA, kemarin.

        Sebelumnya, AS dan Israel menentang berakhirnya embargo senjata dan berulang kali mencoba menghentikannya. Namun upaya itu gagal. Pada pertengahan Agustus, AS mengeluarkan resolusi untuk memperpanjang embargo senjata tanpa batas, yang ditolak mentahmentah oleh Dewan Keamanan (DK) PBB.

        Hanya republik Dominika yang mendukung resolusi terse but, sementara 11 anggota dari 15 anggota badan, termasuk Prancis, Jerman dan Inggris raya, yang dikenal sebagai E3, Abstain. Rusia dan China menentang perpanjangan itu.

        Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo mengecam keputusan anggota DK PBB. Pompeo menuding Iran akan menyebarkan kekacauan dan kehancuran yang lebih besar jika embargo berakhir. badan Intelijen Pertahanan AS memperkirakan dalam laporan tahun 2019, Iran akan mencoba membeli jet tempur, pesawat latih dan tank rusia, di antara senjata lainnya.

        Pada September, AS secara sepihak mengumumkan telah memulihkan semua sanksi PBB terhadap Iran yang dicabut sebagai bagian dari kesepakatan nuklir, sebuah langkah yang secara otomatis akan memperpanjang embargo senjata juga.

        Sekali lagi, mayoritas anggota DK PBB menolak tawaran tersebut, dengan mengatakan itu tidak memiliki dasar hukum. Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres juga mengatakan kepada dewan bahwa dia tidak akan mengambil tindakan apa pun atas deklarasi AS tersebut.

        Pompeo mengancam dan menyatakan AS siap menggunakan otoritas domestiknya untuk memberlakukan konsekuensi bagi negaranegara anggota PBB yang gagal mematuhi sanksinya.

        Menyusul penolakan tersebut, Presiden Iran Hassan Rouhani mengatakan, “Hari ini akan men jadi hari yang tak terlupakan da lam sejarah diplomasi negara kita.” Dia juga mengucapkan selamat kepada kekuatan dunia dalam melawan unilateralisme AS.

        Dia kembali menegaskan, Iran akan merespons tegas jika Negeri Paman Sam menggertak negara lain agar mematuhi sanksi AS.

        “Normalisasi kerja sama pertahanan Iran dengan dunia hari ini adalah kemenangan bagi multilateralisme dan perdamaian serta keamanan di kawasan kami,” kata Menteri Luar Negeri Iran moham mad Javad Zarif di Twitter.

        Pekan lalu, juru bicara Kemen terian Luar Negeri Iran Saeed Khatibzadeh mengatakan, “Republik Islam Iran telah menunjukkan sekali lagi bahwa AS bukanlah negara adikuasa seperti yang mereka suka.”

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Muhammad Syahrianto

        Bagikan Artikel: