Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Kisruh Pelabuhan Marunda, Pengamat: MA Harus Selamatkan Aset Negara

        Kisruh Pelabuhan Marunda, Pengamat: MA Harus Selamatkan Aset Negara Kredit Foto: Yosi Winosa
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Mahkamah Agung (MA) diminta mengedepankan penyelamatan aset negara dalam menangani Peninjauan Kembali (PK) sengketa Pelabuhan Marunda antara PT. Kawasan Berikat Nusantara (KBN) dengan PT. Karya Citra Nusantara (KCN), karena di dalamnya ada pemberian konsensi tanah negara seluas 1.700 meter persegi dan wilayah pantai sepanjang 1.000 meter kepada pihak swasta selama 70 tahun.

        “MA harus punya komitmen dan tanggungjawab atas nama negara untuk bersama lembaga eksekutif melindungi dan mencegah pengelolaan asset negara dan nilai ekonominya ke pihak lain (swasta) untuk misi kepentingan pembangunan ekonomi negara yang lebih progresif,” kata Rusman Ghazali, Pengamat kebijakan publik di Jakarta, Sabtu (14/11/2020). Baca Juga: Kontribusi Positif KBN di tengah Pandemi Covid-19

        Ketua Program Studi Ilmu Administrasi Publik Pasca Sarjana Universitas Nasional Jakarta itu mengingatkan, bahwa sengketa mengenai Pelabuhan Marunda, Jakarta Utara, sebagai upaya manipulasi atau praktik kolusi dan korupsi oleh pihak tertentu, sehingga dengan mudah dan jelas terbaca serta terhitung akan potensi kerugian negara yang amat besar, mencapai Rp 55,8 triliun (sementara) sebagaimana yang dilaporkan KHPP Immanuel, Jhonny & Rekan.

        Terkait sikap PT. Karya Tehnik Utama (KTU) yang teguh berpegangan pada perjanjian tahun 2004 dengan kepemilikan saham 85% terhadap PT. KCN dan 15% PT. KBN dan tidak mempertimbangkan adanya addendum perjanjian III yang sudah disahkan oleh Kemenkumham pada 2015, Rusman Ghazali mengatakan, bahwa kekeliruan prosedur hukum atas pengelolaan asset negara dan nilai ekonominya tidak boleh mengalahkan kepentingan negara.

        Apalagi, lanjut Rusman, hal itu menyangkut jatuhnya hak kuasa pengelolaan asset negara dalam kurung waktu yang lama (70 tahun) kepada pihak lain (swasta) melalui kekaburan (pengaburan) perjanjian kerjasama.

        “Boleh jadi, ini merupakan “skema yang sengaja diciptakan” sebagai modus untuk memindahkan atau penguasaan asset negara dan nilai ekonominya ke  pihak-pihak tertentu (PT KTU) yang hanya mengejar kepentingan individu atau kelompok semata tanpa mempertimbangkan kepentingan ekonomi negara sebagai pilar pembangunan nasional,” tutur Rusman.

        Menurut Rusman, konsesi PT KCN dengan KSOP V Marunda untuk pengelolaan tanah negara seluas 1.700 dan wilayah pantai 1000 M selama 70 tahun ini adalah kasus yang amat serius karena berpindahnya penguasaan asset negara ke pihak lain (swasta) secara mutlak.

        “Kasus tersebut dapat diletakkan sebagai kasus perlawanan pada hak kuasa negara atas assetnya sendiri dan segala nilai ekonomi yang melekat pada asset tersebut selama 70 tahun ke depan,” tegas Rusman.

        Untuk itu, lanjut Rusman, PT KBN harus tetap berdiri tegak memperjuangkan hak kuasa atas asset negara dan nilai ekonominya sebagai tanggung jawab kebijakan, bersama dengan Kementerian BUMN dan Pemerintah DKI Jakarta sebagai pihak terkait (related) melalui jalur kebijakan dan jalur hukum yang tepat.

        Secara terpisah Manajer Hukum PT. KBN (Persero)  Ahmad Mawardi menyampaikan, bahwa sejak tahun 2015 hingga 2019 tidak ada RUPS PT. KCN. Selain itu PT. KCN juga tidak membuat RKAP tahun 2016, 2017, 2018, 2019, dan 2020, sehingga tidak ada penyelenggaraan RUPS dan pengesahan RKAP.

        Laporan keuangan (audit oleh KAP), lanjut Ahmad, tidak ada sejak tahun 2015, 2016, 2017, 2018, dan 2019. Sejak tahun 2015 itu, PT. KBN hanya menerima dividen sebesar Rp 3,1 miliar. PT. KCN juga tidak membuat laporan pertanggungjawaban Pembangunan Dermaga.

        “Hal tersebut melanggar Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dan melanggar Anggaran Dasar Perusahaan sehingga mengakibatkan negara cq. PT. KBN (Persero) mengalami kerugian,” tegas Ahmad.

        Sebelumnya Pengadilan Negeri Jakarta Utara dan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menerima gugatan PT KBN yang membatalkan konsesi PT KCN untuk pengelolaan tanah negara seluas 1.700 dan wilayah pantai 1000 M selama 70 tahun. Namun di tingkat kasasi, MA tidak menerima.

        MA membatalkan putusan PT. DKI Jakarta Nomor 754/PDT/2018/PT.DKI, tanggal 10 Januari 2029, yang menguatkan putusan PN. Jakarta Utara Nomor 70/Pdt.G/2018/PN.Jkt.Utr, tanggal 9 Agustus 2018 yang mengabulkan gugatan Penggugat.

        MA menyatakan PN. Pengadilan Jakarta Utara tidak berwenang mengadili perkara tersebut.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Vicky Fadil

        Bagikan Artikel: