Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Jepang Cium Kejanggalan Langkah China dan Korsel yang Mulai Terang-terangan...

        Jepang Cium Kejanggalan Langkah China dan Korsel yang Mulai Terang-terangan... Kredit Foto: DVIDS/Jessica Quezada
        Warta Ekonomi, Tokyo -

        Pemerintah Jepang mencurigai adanya peningkatan jumlah perusahaan China dan Korea Selatan yang membeli tanah di dekat pangkalan militernya. Hal ini mendorong Jepang membatasi penjualan tanah di area sensitif tersebut.

        Pemerintah Jepang mencatat, sekitar 80 bidang tanah dekat pangkalan militer Jepang telah dijual ke perusahaan China dan Jepang dalam 10 tahun terakhir. Belakangan, pejabat di Sekretariat Kabinet menemukan terjadi peningkatan pembelian.

        Baca Juga: Hadapi Rudal-rudal Korut, Kapal-kapal Jepang Bakal Dipasangi Radar Canggih Ini

        "Kami pertama kali mulai memantau penjualan ini tujuh tahun lalu. Beberapa tahun terakhir, situasinya jauh lebih genting," kata pejabat itu, menolak disebutkan namanya kepada South China Morning Post, Rabu (9/12/2020).

        "Kami tengah menyelesaikan garis besar kebijakan penting, akan diselesaikan sebelum akhir tahun ini," tambah pejabat itu.

        Salah satu kebijakan yang sedang digodok yaitu memaksa pembeli asing untuk mengikuti pemeriksaan mendetail mengenai alasan pembelian tanah, termasuk sumber dana.

        "Kami tidak percaya mereka asal membeli tanah di dekat fasilitas sensitif kami. Ini pasti ada alasan tersembunyi," duga si pejabat itu.

        Pada akhir 2016, sebuah perusahaan China berencana membeli 2,4 hektar tanah di pulau terpencil Taketomi, paling selatan kepulauan Okinawa. Pulau tersebut jaraknya 170 km dari Kepulauan Senkaku, milik Jepang tetapi diklaim Beijing.

        Beruntung, Dewan kota turun tangan pada menit terakhir agar tanah tersebut tidak menjadi milik asing. Sayangnya, langkah ini tidak bisa diberlakukan di tanah-tanah lain. Lebih dari 8 hektar tanah didapati sudah milik perusahaan China yang hanya berjarak 3 kilometer dari Pangkalan Udara Chitose, Angkatan Udara Jepang di Hokkaido. Transaksi tersebut menjadi pembahasan pemerintahan setempat, namun tidak diinfokan kepada media.

        Selain itu, sebuah perusahaan Korea Selatan pada 2013 membeli sebidang tanah di samping fasilitas radar Pasukan Bela Diri Maritim, di Pulau Tsushima, Prefektur Nagasaki, Jepang selatan. Lokasinya yang strategis menjadikannya pos terdepan bagi militer. Pulau ini berjarak sekitar 50 kilometer dari pantai Korea Selatan.

        Repotnya, beberapa orang di Korea Selatan menyebut Pulau Tsushima harus diakui sebagai bagian dari Semenanjung Korea. Pada 2005, beberapa penduduk di kota Masan Korea Selatan menggelar festival untuk menuntut kembalinya Pulau Tsushima yang mereka sebut sebagai Daemado.

        Insiden itu yang membuat Tokyo curiga, ada motif tersembunyi di balik transaksi tersebut.

        "Ketika investor Korea membeli tanah di Tsushima, kami mulai menyelidiki," terang pejabat Tokyo yang enggan namanya disebut.

        "Kami tidak dapat menjawab apakah Pemerintah China berada di balik beberapa kesepakatan ini, karena seringkali sulit melacak pembeli sebenarnya atau menemukan hubungannya dengan pemerintah," tambah pejabat tersebut.

        Garren Mulloy, pengamat Hubungan Internasional di Universitas Daito Bunka Jepang dan pakar masalah pertahanan mengatakan, pihak berwenang Jepang punya alasan kuat untuk khawatir.

        "Negara manapun pastinya akan curiga jika ada perusahaan asing yang membeli tanah dan membangun di dekat fasilitas penting ," ujarnya.

        Menurut Mulloy, beberapa dari kesepakatan ini mungkin hanya bisnis biasa, tetapi kesepakatan yang melibatkan negara, lebih mengkhawatirkan bagi Tokyo.

        "Perusahaan China tidak terbuka terhadap pengawasan dibandingkan perusahaan dari negara lain. Mereka terikat pada pemerintah mereka," kata jelasnya.

        Mulloy menambahkan, tidak hanya China dan Korea Selatan, bisa saja di bagian utara Hokkaido, ada tanah-tanah yang juga milik perusahaan Rusia. Di Wakkanai misalnya, sekitar 5.000 meter persegi tanah milik asing berada dekat radar Pasukan Bela Diri. Perusahaan itu ingin mengembangkan turbin tenaga angin, namun belum ada yang dibangun. Mulloy menilai, itu akan menjadi perhatian militer Jepang.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Muhammad Syahrianto

        Bagikan Artikel: