Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Apresasi Asosiasi Sawit terhadap Pungutan Ekspor

        Apresasi Asosiasi Sawit terhadap Pungutan Ekspor Kredit Foto: Antara/FB Anggoro
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Setelah diberlakukan pada 10 Desember lalu, pelaku industri biodiesel mengapresiasi kebijakan penyesuaian tarif pungutan ekspor sawit berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 191/PMK.05/2020 tentang Tarif Badan Layanan Umum Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit. Kebijakan ini menjadi solusi untuk menjaga keseimbangan industri dan keberlanjutan program sawit di bawah pengelolaan BPDPKS.

        Hal tersebut karena mandatori B30 terbukti dapat meningkatkan serapan minyak sawit di dalam negeri. Di tengah lesunya pasar ekspor sawit akibat pandemi Covid-19, biodiesel hadir sebagai penyeimbang antara produksi dan permintaan. Alhasil, tren harga sawit terus positif menjelang akhir tahun 2020.

        Baca Juga: Remajakan Kebun Sawit Rakyat, SMAF Jalin Kemitraan dengan Petani Swadaya Sumsel

        Ketua Umum APROBI, MP Tumanggor, mengatakan, "Kami mendukung penyesuaian tarif pungutan di dalam PMK Nomor 191/2020. Aturan ini makin memperkuat program hilir sawit di tahun depan. Selain itu, konsumsi domestik akan meningkat seiring keberlanjutan B30 yang rencananya ditingkatkan menjadi B40. Targetnya, mandatori biodiesel akan menyerap pemakaian minyak sawit 9,2 juta kiloliter pada 2021."

        Lebih lanjut Tumanggor menjelaskan, di bawah pengelolaan BPDPKS yang profesional, mulai dari pengusaha, petani, peneliti, dan masyarakat, manfaat dana ekspor sawit telah dirasakan. "Tidak benar bahwa pungutan ekspor lebih banyak disalurkan kepada perusahaan karena dana ini juga dimanfaatkan bagi pengembangan sawit petani dan pemangku kepentingan lain," kata Tumanggor.

        Senada dengan hal tersebut, Ketua Harian APROBI, Paulus Tjakrawan, berharap, pemerintah dapat merealisasikan peningkatan mandatori biodiesel menjadi B40. Tujuannya, mengurangi beban pemerintah karena biodiesel dapat menekan impor bahan bakar minyak, penghematan devisa, dan memperkuat ketahanan energi.

        "Dengan penyesuaian tarif pungutan, mandatori biodiesel terus berlanjut. Harapannya, dapat ditingkatkan menjadi B40 pada tahun depan. Jika mandatori naik, konsumsi sawit di pasar domestik akan tumbuh. Ini lebih menguntungkan perekonomian Indonesia," ujar Paulus.

        Di tingkat petani, dampak mandatori B30 telah dirasakan terhadap pergerakan harga tandan buah segar (TBS). Ketua Umum DPP APKASINDO, Gulat Manurung, menjelaskan bahwa saat ini petani tengah menikmati harga TBS yang bagus sebagai dampak dari keberhasilan program mandatori B30.

        "Hal ini tidak pernah terjadi sebelumnya. Sebentar lagi akan ke B40 yang diharapkan makin memberikan dampak positif kepada industri sawit dan ekonomi negara," ujar Gulat.

        Gulat menjabarkan, jika tarif pungutan ekspor tidak disesuaikan dengan kenaikan harga CPO, dampaknya, program B30 yang sudah berjalan akan mandek. Jika biodiesel tidak berjalan, stok CPO dalam negeri melimpah, tanki penampungan CPO penuh, dan TBS petani tidak dibeli pabrik. Oleh karena itu, asosiasi meminta gotong royong antara pemerintah, pelaku usaha, dan petani untuk berperan dalam menjaga stabilisasi harga CPO dan TBS.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Ellisa Agri Elfadina
        Editor: Puri Mei Setyaningrum

        Bagikan Artikel: