Kredit Foto: Antara/Yulius Satria Wijaya
Melewati pekan III-Desember 2020, harga rata-rata minyak kelapa sawit mentah (crude palm oil/CPO) pada CIF Rotterdam basis tercatat menguat sebesar 6,8 persen menjadi US$936,25 per MT (atau sekitar Rp13.294.750 per MT) dibandingkan periode yang sama secara m-o-m.
Jika dibandingkan minggu lalu, average price yang tercatat tersebut menguat 0,7 persen dari yang sebelumnya sebesar US$930 per MT (atau sekitar Rp13.206.000 per MT). Meskipun penyebaran pandemi Covid-19 masih masif di Indonesia, harga rata-rata CPO tersebut berhasil mencetak harga tertinggi dibandingkan sebelum serangan masif Covid-19 di Indonesia.
Baca Juga: Harga CPO Naik Turun, Badan Pengelola Dana Kelapa Sawit Optimistis Raup Rp45 Triliun 2021
Adanya sentimen positif terkait vaksin Covid-19 yang sudah masuk ke Indonesia menjadi salah satu faktor terkerek naiknya harga CPO. Tidak hanya itu, pasar juga memperkirakan produksi minyak sawit pada Desember akan tetap tertekan sebagai dampak dari adanya La Nina. Fenomena iklim La Nina diperkirakan akan bertahan hingga kuartal pertama tahun depan.
Kenaikan harga minyak nabati lain seperti minyak kedelai turut memicu apresiasi harga CPO. Meskipun CPO dan minyak nabati lain memiliki segmen pasar yang spesifik di setiap negara, produknya bersifat substitutif sehingga setiap pergerakan harga dari salah satunya akan turut memengaruhi harga jenis minyak nabati lainnya.
Harga kontrak kedelai di Chicago Board of Trade melesat ke level tertinggi dalam 6,5 tahun terakhir akibat adanya kekeringan yang melanda Argentina. Cuaca yang kering membuat prospek pasokan menipis sehingga harga terkerek naik.
Pendiri perusahaan Palm Oil Analytics yang berbasis di Singapura, Sathia Varqa, mengatakan, "Akan ada tarik ulur pada harga kontrak futures CPO untuk mendapatkan kembali diskon terhadap minyak kedelai."
Sentimen penguatan harga tersebut juga seiring dengan keputusan India sebagai konsumen terbesar minyak sawit global pada pekan lalu yang memutuskan untuk memangkas bea masuk sebesar 10 poin persentase dari 37,5 persen menjadi 27,5 persen.
Presiden Indian Vegetable Oil Producers Association (VPA), Sudhakar Desai, memperkirakan, permintaan CPO di negaranya dapat melonjak hingga 100.000 ton per bulan dengan kebijakan tersebut. Sebab, impor CPO akan lebih murah ketimbang produk pesaingnya.
"Pemangkasan ini membuat CPO lebih kompetitif. Kami cukup membayar bea masuk 7,5 persen lebih murah dibandingkan impor minyak kedelai atau biji bunga matahari," ungkap Desai seperti dilansir dari Reuters.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Ellisa Agri Elfadina
Editor: Puri Mei Setyaningrum