Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Uno melakukan kunjungan kerja pertamanya ke Bali, akhir pekan lalu. Ia mengatakan, perlu adanya perumusan kebijakan yang cepat untuk menentukan langkah strategis dalam menyelamarkan para pekerja di sektor parekraf.
Sandiaga mengatakan, pihaknya memahami seluruh stakeholder di sektor pariwisata mengalami banyak kesulitan. Menurunnya pendapatan hingga hilangnya pekerjaan menjadi masalah berat yang dihadapi masyarakat saat ini, terutama di kawasan destinasi wisata.
"Banyak masyarakat di Provinsi Bali yang kehilangan pekerjaan, mata pencaharian, penghasilan berkurang, makan tabungan. Sekarang masuk ke periode manset (makan dari jual hasil aset). Oleh karena itu, kita harus pastikan gerak cepat," kata Sandiaga dalam keterangan resmi Kemenparekraf, Senin (28/12).
Baca Juga: Diperintah Jokowi Fokus Garap 5 Destinasi Superprioritas, Sandi: Saya Langsung Gercep
Ia kembali menyampaikan, platform kebijakan yang akan digunakan bersama pemerintah daerah yakni kebijakan yang harus ada inovasi, adaptasi, dan kolaborasi.
“Kami sepakat bahwa kami akan bersama-sama gerak cepat tapi dengan penuh kehati-hatian, agar lapangan kerja masyarakat Bali dapat terselamatkan, bisa bangkit dan pulih kembali,” ujarnya.
Chairman Indonesia Inbound Tour Operator Association, Paul Edmundus Talo, mengungkapkan sejumlah kendala yang masih dihadapi. Situasi dalam 10 bulan terakhir, pihaknya harus terus mengeluarkan uang, karena sebagian pegawai masih tetap ada, walaupun sebagian telah dirumahkan. Namun, pemasukan hampir nihil.
"Pengeluaran jalan terus, sementara pemasukan tidak ada. Oleh karena itu, kami berusaha meminta supaya ada dana hibah pariwisata untuk pelaku pariwisata lainnya seperti biro perjalanan yang mendatangkan wisatawan agar mendapat kesempatan untuk menerima dana hibah," kata Paul.
Paul juga berharap agar perbatasan antar negara segera di buka agar kegiatan pariwisata kembali aktif. “Kami sangat memahami bahwa kebijakan tersebut bukan hanya dari Kemenparekraf saja, tetapi harus bersinergi dengan kementerian lembaga terkait," ujarnya.
Lebih lanjut, Paul menjelaskan kendala yang juga dihadapi yakni soal visa. Pihaknya mengharapkan adanya VoA (visa on arrival), contohnya negara yang dekat dengan Indonesia, seperti Thailand dan Malaysia yang langsung membuka perbatasannya, sehingga mendatangkan wisatawan dengan VoAnya. Hal itu dinilainya sangat membantu pelaku usaha pariwisata.
Terakhir, Paul berharap dapat memperoleh data yang jelas. Ia ingin mengetahui berapa banyak biro perjalanan wisata yang dikeluarkan izinnya secara resmi oleh pemerintah. Data itu dibutuhkan agar dapat diajak bekerja sama dengan IINTOA.
Sementara itu, Ketua DPD Putri Bali Perhimpunan Usaha Taman Rekreasi, Geindah mengatakan bahwa di daerah tujuan wisata, terkadang pihaknya merasa sedikit termarjinalkan dibanding dengan pelaku usaha hotel dan restoran. Salah satu contohnya bantuan dana hibah hanya ditujukan untuk pelaku hotel dan restoran.
“Padahal kami adalah sarinya dari pariwisata tersebut. Kami sangat menaruh harapan besar terhadap Kemenparekraf untuk mempertimbangkan keseimbangan antara pekerja pariwisata di sektor dan tujuan wisata lainnya,” jelas Geindah.
General Manager Marketing & Event GWK Cultural Park Bali, Andre Prawiradisastra, mengatakan pada saat pandemi GWK sudah menutup destinasi wisatanya sejak Maret 2020 dan saat ini sudah dibuka kembali, namun trafiknya belum seperti sebelum pandemi.
Ia mengatakan, rata-rata kunjungan wisatawan ke GWK sebelum pandemi sekitar 2.000 orang perhari pada saat hari biasa dan 3.000 - 4.000 orang pada saat akhir pekan di luar periode tinggi kunjungan. Adapun saat ini, GWK sudah dibuka kembali, rata-rata kunjungan wisatawan perhari sekitar 500-1.000 orang.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Rosmayanti
Tag Terkait: