Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap adanya potensi kerugian negara dalam program pengadaan vaksin COVID-19. Bahkan, ada juga potensi benturan kepentingan, berdasarkan hasil kajian KPK.
Demikian disampaikan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Lili Pintauli Siregar.
Dua hal krusial tersebut sempat dibahas dalam pertemuan antara jajaran KPK dengan Menteri Kesehatan Budi Gunawan dan Menteri BUMN Erick Thohir pada Jumat 8 Januari 2021 lalu.
"Potensi kerugian negara, tentu itu pertama sekali karena kita bicara tentang tindak pidana korupsi," kata Lili, Jumat, 15 Januari 2021.
Baca Juga: Kontroversi Tolak Vaksin Covid-19, Ribka Tjiptaning Ternyata Pernah Jadi Calon Menkes, Ini Profilnya
Namun, Lili tak merinci lebih jauh mengenai potensi dugaan kerugian negara itu. Dia hanya menerangkan soal vaksin COVID-19 yang dibeli tak dapat digunakan lantaran sejumlah persoalan.
"Karena dari keterangan yang ada bahwa vaksin tersebut dimasukin dalam satu dus itunya 10, misalnya, dan cooler itu akan dibawa sampai ke tingkat provinsi. Kalau keluar dari cooler dia (vaksin) sudah maksimal bertahan enam jam, lewat enam jam dia tidak laku, dia tidak bisa digunakan apa pun," jelas Lili.
"Nah, seperti apa mendistribusikan ini dengan wilayah jarak tempuh yang berbeda-beda, kita tahu geografi Indonesia ini sangat luar biasa unik dan indahnya. Tetapi juga belum semua punya sarana dan prasarana yang baik," Lili menambahkan.
Terkait potensi benturan kepentingan, lanjut Lili, adalah terkait penunjukan langsung pengadaan alat pendukung vaksin COVID-19. Lalu mengenai penetapan jenis dan harga vaksin.
"Penunjukan langsung untuk pengadaan alat pendukung vaksin COVID-19 itu berpotensi menyebabkan benturan kepentingan dan tidak sesuai dengan harga yang ada di pasaran," ujarnya.
Karena, kata Lili, dalam pengadaan proyek vaksin ini akan menyertai alat tambahan sebagai pelengkap lainnya. Dengan alat pelengkap itu maka akan memunculkan harga akumulasi.
"Misalnya harga sebuah vaksin tentu juga dihargai dengan apa sih alat tambahannya ketika mau vaksin, misalnya alat suntik, misalnya tisu, misalnya tenaga honornya. Sehingga ketika diakumulasi mungkin satu vaksin nilainya sekitar 50 ribu kah, Rp100 ribu kah, Rp200 ribu kah," jelasnya.
Maka itu, KPK meminta supaya pemerintah mengaturnya dengan baik, agar potensi itu tidak terjadi. Dalam pertemuan sebelumnya, lembaga antikorupsi juga memberikan sejumlah saran.
Baca Juga: SBY Diserang Hoaks, Andi Arief Doakan Prof Linglung-Dewi Tanjung: Semoga Kembali ke Habitatnya
"Sehingga kemudian saran KPK terhadap pengadaan vaksin ini, ya, langkah pencegahannya yang kami sarankan adalah tentu pertama membuat komitmen dengan pihak penyedia. Tapi, kemudian tidak melakukan perikatan dalam jual beli jumlah besar," kata Lili.
Menurutnya, maksud jumlah besar itu dalam waktu jangka pendek untuk menghindari hal yang tak diinginkan.
"Lalu tentu saja kita minta ada pelibatan ahli, kemudian akademisi, kemudian ada organisasi yang kredibel untuk itu. Tentu harus independen dalam menentukan itu vaksin dan juga bagaimana menetapkan harganya," tuturnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Rosmayanti
Tag Terkait: