Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Guru Diusulkan Masuk Prioritas untuk Dapatkan Vaksinasi Covid-19

        Guru Diusulkan Masuk Prioritas untuk Dapatkan Vaksinasi Covid-19 Kredit Foto: Antara/Mohammad Ayudha
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Program vaksinasi COVID-19 sudah berjalan dan menyasar tenaga kesehatan pada tahap awal ini. Pekerjaan lain yang diusulkan untuk diprioritaskan mendapatkan vaksinasi segera adalah tenaga pendidik dan kependidikan.

        Dunia pendidikan Indonesia boleh dibilang tergopoh-gopoh menghadapi pandemi COVID-19. Pembelajaran jarak jauh (PJJ) yang awalnya diharapkan menjadi solusi malah menimbulkan masalah.

        Baca Juga: Mendagri: Vaksin itu Bukan Obat!

        Sederet masalah yang hingga kini belum bisa diselesaikan pemerintah, antara lain, jaringan internet yang tidak menjangkau seluruh daerah, tidak semua orang tua dan siswa-siswi mempunyai gawai dan membeli kuota. 

        Usaha membuka sekolah pun tak bisa karena penyebaran virus Sars Cov-II masih tinggi. Saban hari, jumlah orang terpapar selalu di atas 10.000 dalam 10 hari terakhir. Data terakhir Satuan Tugas (Satgas) Penanganan COVID-19, total orang terpapar COVID-19 mencapai 999.256. Orang yang dinyatakan suspek COVID-19 sebanyak 84.621.

        Angka-angka itu tak bisa dianggap remeh. Kini harapan datang dari vaksin COVID-19. Pada tahap awal ini, pemerintah menggunakan Sinovac dan memprioritaskan tenaga kesehatan. Belakangan muncul usulan agar guru dan tenaga kependidikan segera divaksinasi.

        Anggota Komisi X DPR, Hetifah Sjaifudian mengatakan guru harus menjadi salah satu pihak yang diprioritaskan setelah tenaga kesehatan. “Hal ini karena guru sebagai pelayan masyarakat. Dalam kegiatan sehari-harinya bertemu masyarakat. Hal ini juga agar kegiatan belajar mengajar (KBM) bisa segera dimulai. Di beberapa daerah, KBM sangat urgent dimulai karena minimnya fasilitas pendukung PJJ,” ujarnya kepada SINDOnews, Senin (25/1/2021).

        Akhir tahun lalu, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mengizinkan sekolah menyelenggarakan pembelajaran tatap muka (PTM) tanpa melihat zona COVID-19. Kebijakan ini langsung menuai kritik karena pemerintah pusat dianggap lepas tangan dan membahayakan keselamatan guru, siswa-siswi, dan para orang tua. Baca juga: Mendagri: Perlu Percepatan Vaksinasi untuk Bangun Kekebalan Komunal

        Sejak Desember 2020, jumlah kasus positif COVID-19 terus meningkat. Situasi pandemi yang belum terkendali ini seperti tidak dilihat pemerintah. Beberapa pemerintah daerah (pemda) sempat berencana menggelar PTM. Belakangan, mereka membatalkan setelah dihujani kritik dari organisasi guru, pengamat pendidikan, dan tentunya, para orang tua.

        “Jika guru sudah divaksin, setidaknya potensi penularan bisa jauh berkurang. Namun, tetap harus ada pembatasan murid yang ke sekolah dan menerapkan protokol kesehatan. Sebagai catatan, saya harap tidak hanya guru berstatus pegawai negeri sipil (PNS) yang mendapatkan (vaksinasi), tetapi juga guru honorer. Mereka sama-sama bertatap muka dengan masyarakat dalam kesehariannya,” paparnya.

        Hetifah menyatakan guru-guru yang berada di zona merah dan orange harus mendapatkan vaksin terlebih dahulu. Kemudian, disusul guru-guru di wilayah yang fasilitas dan akses internetnya kurang memadai. Politisi Partai Golkar ini mengungkapkan siapa yang mendapatkan vaksinasi terlebih dahulu itu harus ada pembobotan tingkat ancaman terpapar COVID-19.

        “Kalau Jakarta, misalnya, mungkin masih mumpuni untuk PJJ dalam beberapa waktu sehingga tidak terlalu prioritas. Intinya, adalah keadilan dalam pembelajaran dan bagaimana anak-anak kita yang secara sosial-ekonomi kurang beruntung bisa diminimalisir learning loss-nya,” jelasnya.

        Pandemi dan pelaksanaan PJJ telah membuka mata masyarakat Indonesia, pendidikan sebagian hanya bisa diakses oleh kalangan ekonomi menengah-atas. Masyarakat kelas bawah tertatih-tatih untuk mengikuti pendidikan yang dilakukan secara daring. Namun, dia mengembalikan kepada ahli penanganan penyakit menular dalam menentukan siapa dan daerah mana yang harus divaksinasi terlebih dahulu. 

        Vaksin yang sementara digunakan memiliki kekurangan, yakni hanya untuk usia 18-59 tahun dan tidak komorbid. Sementara civitas pendidikan, seperti siswa-siswi sebagian besar berusia 6-17 tahun. “Saat ini prioritas adalah mengakhiri pandemi. oleh karena itu, ahli epidemiologi yang paling tahu target group mana yang menjadi prioritas untuk divaksinasi. kebanyakan di negara-negara lain pun orang dewasa dahulu yang divaksinasi,” pungkasnya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Alfi Dinilhaq

        Bagikan Artikel: