Waspada... Ilmuwan Ungkap Potensi Pandemi Baru dari Virus Nipah
Di saat pandemi covid-19 yang belum juga usai, kini para ilmuwan mewaspadai adanya pandemi baru yang disebabkan virus nipah (NiV). Virus ini diketahui memiliki tingkat kematian hingga 75 persen dan belum ada vaksinnya.
Virus nipah menyebar pertama kali di Malaysia pada 1999. Diduga hampir 300 orang tertular virus ini dari kawanan babi yang terinfeksi. Babi itu diduga sakit karena terjangkit virus nipah setelah menyantap sisa buah yang dimakan oleh kelelawar dari famili Pteropodidae yang membawa virus tersebut.
Baca Juga: Kemenkes Belum Temukan Mutasi Virus Corona di Indonesia
Mengutip dari laman resmi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Rabu (27/1/2021), virus nipah adalah penyakit zoonosis yang ditularkan ke manusia dari hewan. Kemudian dapat juga ditularkan melalui makanan yang terkontaminasi atau langsung dari orang ke orang.
Pada orang yang terinfeksi menyebabkan berbagai penyakit dari infeksi asimtomatik (subklinis) hingga penyakit pernapasan akut dan ensefalitis fatal.
Virus nipah juga dapat menyebabkan penyakit parah pada hewan seperti babi yang mengakibatkan kerugian ekonomi yang signifikan bagi peternak.
Meskipun baru ditemukan beberapa wabah yang diketahui di Asia, virus nipah menginfeksi berbagai macam hewan dan menyebabkan penyakit parah dan kematian pada manusia.
Selama wabah pertama yang diketahui di Malaysia, dan juga memengaruhi Singapura, kebanyakan infeksi pada manusia disebabkan kontak langsung dengan babi yang sakit atau jaringannya yang terkontaminasi.
Penularan diperkirakan terjadi melalui paparan sekresi babi yang tidak terlindungi, atau kontak tanpa pelindung dengan jaringan hewan yang sakit.
Dalam wabah berikutnya di Bangladesh dan India diduga akibat konsumsi buah-buahan atau produk buah-buahan (seperti jus kurma mentah) yang terkontaminasi dengan urine atau air liur dari kelelawar.
Penularan virus nipah dari manusia ke manusia juga telah dilaporkan di antara keluarga dan perawat pasien yang terinfeksi.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Alfi Dinilhaq