Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Mentang-mentang Punya Hak Veto, China Terang-terangan Kasih Bekingan ke Myanmar!

        Mentang-mentang Punya Hak Veto, China Terang-terangan Kasih Bekingan ke Myanmar! Kredit Foto: Reuters/Thar Byaw
        Warta Ekonomi, Yangon -

        China kembali membeking Myanmar. Negeri Tirai Bambu itu tidak setuju dengan pernyataan bersama yang dibuat Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa Bangsa (DK PBB) dalam pertemuan yang membahas kudeta di Myanmar, Selasa (2/2/2021) waktu Amerika Serikat (AS).

        China adalah salah satu negara anggota tetap DK PBB yang memiliki hak veto. Pada pertemuan di New York, AS itu, DK PBB gagal menyetujui pernyataan bersama setelah China menggunakan hak vetonya untuk tidak mendukung. Padahal, menurut Utusan Khusus PBB untuk Myanmar, Christine Schra­ner, DK PBB mengecam keras kudeta militer yang berlangsung di Negeri 1.001 Pagoda itu.

        Baca Juga: Sebelum Kudeta, IMF Akui Terlanjur Kirim Uang Rp4,9 Triliun ke Myanmar

        China beralasan, sanksi atau tekanan internasional hanya akan memperburuk keadaan di Myanmar. Seperti diketahui, Beijing bersama Rusia berulang kali melindungi Myanmar dari kritikan PBB atas tindakan mi­liter terhadap populasi minoritas etnis Rohingya di sana.

        Menurut Sebastian Strangio, penulis dan editor Asia Tenggara di The Diplomat, kepada BBC, sikap Beijing tersebut konsisten dengan respons mereka terhadap intervensi internasional.

        “Kenda­ti mendapatkan keuntungan strategis dari keterasingan Myanmar dari Barat, tidak berarti Beijing senang dengan kudeta militer di sana,” terang Strangio.

        Dia menambahkan, Beijing tidak sepakat dengan intervensi asing terhadap masalah dalam negeri suatu negara. Sejatinya, imbuh Strangio, China memi­liki hubungan yang baik dengan Partai Liga Nasional untuk Demokrasi (National League for Democracy). Negeri Panda itu juga berhubungan baik dengan tokoh demokrasi dan Pemimpin defacto Aung San Suu Kyi yang kini ditahan militer.

        “Kembalinya militer sebe­narnya berarti China harus berurusan dengan institusi di Myan­mar yang secara historis paling mencurigai mereka,” terangnya.

        Namun hal berbeda ditutur­kan Elliott Prasse-Freeman, pengamat Myanmar dari Uni­versitas Nasional Singapura. Kepada BBC ia menilai, China tampaknya memberi isyarat dukungan diam-diam terhadap kudeta. Sebab, menurut Prasse-Freeman, China menganggap kudeta itu seperti melihat perom­bakan (reshuffle) kabinet.

        “Pe­nilaian itu juga dikatakan media Pemerintah China,” paparnya.

        Lebih Lanjut Prasse-Freeman mengatakan, pernyataan DK PBB tidak akan membuat perbe­daan secara langsung, tapi hal itu akan berfungsi sebagai langkah pertama untuk menyatukan tanggapan internasional. Tapi, itu sukar terjadi.

        Pekerja Medis Protes

        Aksi protes melanda Myanmar terkait kudeta militer. Staf di 70 rumah sakit dan departemen me­dis di 30 kota, menggelar mogok kerja, kemarin.

        Sebuah kelompok yang mengidentifikasi diri dengan sebutan Gerakan Pembangkangan Sipil Myanmar menyampaikan, tentara telah menempatkan ke­pentingan sendiri di atas kepentingan warga yang rentan akibat pandemi virus Corona.

        Di Myanmar, Virus Corona te­lah menewaskan lebih dari 3.100 orang. Ini salah satu yang tert­inggi di Asia Tenggara. “Kami menolak mematuhi perintah apa pun dari rezim yang tidak sah. Mereka tidak menghormati pasien,” bunyi pernyataan kelompok itu, dikutip Reuters.

        Empat dokter yang menolak disebut identitasnya mengonfirmasi, mereka telah berhenti bekerja. Salah satu dokter yang berusia 29 tahun mengatakan, para tentara se­harusnya kembali ke barak.

        “Saya tidak memiliki jangka waktu berapa lama akan terus melakukan protes ini. Itu tergantung situasi,” kata dokter itu.

        Sedangkan para pelajar dan pemuda juga bergabung dalam kampanye pembangkangan sipil beraksi di Facebook. Tak ketinggalan, ratusan petugas kesehatan, termasuk dokter se­nior, telah berpartisipasi dalam Gerakan Pita Merah.

        Mereka mengenakan pita merah di paka­ian untuk menunjukkan, menen­tang kudeta. Beberapa petugas medis juga memakai simbol seperti pita hitam sebagai protes tanpa suara.

        Seperi diketahui, Senin dini hari (1/2/2021) waktu setempat, mili­ter mengambil alih kekuasaan di Myanmar dalam sebuah kudeta. Mereka juga menangkap dan menahan Suu Kyi serta ratusan tokoh politik lainnya. Terutama yang berasal dari Partai NLD.

        Kekuasaan kini dipegang Panglima Tertinggi Militer Myanmar Jenderal Min Aung Hlaing. Se­banyak 11 menteri dan deputi, termasuk di bidang keuangan, kesehatan, dalam negeri dan luar negeri, diganti. Dalam rapat pertama kabinetnya pada Selasa (2/2/2021), Aung Hlaing mengulangi, pengambil alihan itu tak terelakkan.

        Sejak kudeta, keberadaan Suu Kyi belum diketahui. Ratusan orang, termasuk Presiden Myanmar Win Myint, pengacara pribadinya, dan anggota Komite Pusat NLD, dilaporkan ditahan sebagai tahanan rumah. NLD menuntut pembebasan mereka dan meminta militer menerima hasil Pemilu November 2020.

        Pemilu tersebut dimenangkan NLD. Namun, militer menuding pesta demokrasi itu berlangsung curang. Hal ini kemudian, men­jadi alasan militer melakukan kudeta tak berdarah.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Muhammad Syahrianto

        Bagikan Artikel: