Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Demokrat Minta Surat AHY Sempat Gak Sempat Mohon Dibalas, Pratikno Senyum Dingin

        Demokrat Minta Surat AHY Sempat Gak Sempat Mohon Dibalas, Pratikno Senyum Dingin Kredit Foto: Antara/Antara
        Warta Ekonomi -

        Partai Demokrat amat berharap surat dari Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dibalas Presiden Jokowi. Ibarat pantun surat-suratan anak era 90-an, empat kali empat sama dengan enam belas, sempat nggak sempat harus dibalas. Sayangnya, pihak Istana cuek aja. Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Pratikno hanya senyum saat ditanya ini.

        Surat AHY itu dikirim sejak Senin (1/2). Isinya, meminta klarifikasi ke Presiden Jokowi terkait dugaan keterlibatan pejabat di lingkaran Istana yang ingin mengkudeta dirinya dari posisi Ketua Umum Partai Demokrat.

        Awalnya, pihak Istana diam saja dengan kedatangan surat ini. Kepala Staf Kepresidenan Jenderal (Purn) Moeldoko memang sudah dua kali bicara. Namun, dia hanya menyampaikan bantahan atas tudingan dari pihak Demokrat bahwa dirinya akan mengkudeta AHY. Dia tidak pernah bicara masalah surat AHY ke Jokowi.

        Baca Juga: Buntut Gaduh Kudeta Demokrat, AHY Dipolisikan! Reaksi Polisi...

        Setelah tiga hari diam, kemarin, pihak Istana bicara soal surat ini. Yang bicara, Pratikno langsung. Namun, bicaranya pendek. Tidak sampai satu menit. Pratikno mengakui, surat AHY sudah sampai Istana.

        "Iya, bener. Kami sudah menerima surat dari Pak AHY yang ditujukan kepada Bapak Presiden," kata Pratikno, yang tampak tersenyum usai melepaskan masker putihnya, seperti disiarkan di YouTube Sekretariat Presiden kemarin, 

        Pratikno menerangkan, surat itu diantar langsung Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Teuku Riefky Harsya. "Kami sudah menerima surat itu," ungkapnya.

        Apakah akan dibalas oleh Jokowi? Pratikno menggeleng. "Kami rasa kami tidak perlu menjawab surat tersebut," ucap mantan Rektor Universitas Gadjah Mada tersebut.

        Ia beralasan, isi dari surat itu adalah perihal dinamika internal partai. Masalah rumah tangga internal Partai Demokrat. Jadi, Istana tidak boleh ikut campur. "Semuanya kan sudah diatur dalam AD/ART (Partai Demokrat). Jadi, itu aja," tutupnya.

        Namun, orang-orang Demokrat tetap berharap Presiden Jokowi membahas surat itu. Bukan cuma dijawab secara lisan oleh Pratikno. 

        Ketua Badan Pembina Organisasi Kaderisasi dan Keanggotaan DPP Partai Herman Khaeron menyebut, jawaban yang disampaikan Pratikno juga tidak gamblang. Sehingga, bisa memancing spekulasi.

        "Ini tidak jelas. Pernyataannya (Mensesneg) tidak jelas. Kalau bilang internal, nyatanya ada keterlibatan Pak Moeldoko sebagai orang di lingkaran Presiden," kata salah satu orang kepercayaan SBY ini, kepada Rakyat Merdeka, kemarin.

        Herman menilai, jawaban Pratikno justru menimbulkan banyak tanda tanya baru. Apakah memang tidak ada keterkaitan dengan Jokowi maupun dengan lingkaran Istana lainnya. Atau, apakah Moeldoko tidak melaporkan apa adanya kepada Jokowi. "Tentu dari semua itu, kami berasumsi Pak Presiden lebih melihat ini individu (Moeldoko) lah," lanjutnya. 

        DPP Partai Demokrat berencana akan mengeluarkan pernyataan resmi mengenai sikap Istana tersebut. Namun, beberapa kader sudah mengeluarkan sikap duluan. Seperti Rachland Nashidik. Dia meminta Jokowi “menertibkan” Moeldoko.

        "Begini saja. Kami urus masalah internal kami dengan kader-kader itu. Pak Jokowi urus masalah ‘internal’ Istana dengan Pak Moeldoko. Perlu dicegah impresi publik bahwa perilaku politik buruk yang berhasil kami bongkar itu adalah hal yang diijinkan Presiden," tulisnya di akun Twitter @RachlanNashidik, kemarin.

        Ketua Badan Pemenangan Pemilu DPP Partai Demokrat Andi Arief juga bersikap. Dia menyebut, jika Jokowi tidak bersikap, publik bisa menuduh yang tidak-tidak.

        “Kudeta tengsin sudah ditumpas kurang dari 24 jam. Pelakunya sudah teridentifikasi jelas. Sekarang tergantung Pak Jokowi, apakah kantor kepresidenan akan terus terbebani sampai 2024 atau tidak. Jika tidak diberhentikan, saya khawatir masyarakat akan menuduh ada keterlibatan,” tulisnya di akun Twitter @Andiarief__.

        Pengamat hukum tata negara Margarito Kamis berpendapat, Jokowi seharusnya memang membalas surat AHY. Ia tidak sepakat dengan pernyataan Pratikno bahwa yang dipersoalkan AHY dalam surat tersebut hanya urusan internal Demokrat.

        "Masalahnya begini. Pertama, apakah Pak Moeldoko itu bukan aparatur kepresidenan? Kedua, apakah Pak Moeldoko itu anggota Partai Demokrat? Nah, jika bukan aparatur Demokrat lalu bagaimana menyatakan itu masalah internal?" ucap Margarito, dalam obrolan dengan Rakyat Merdeka, kemarin.

        Baca Juga: Dituding Kudeta Demokrat, Moeldoko Serang Balik: Memang Bisa Gue Todongin Senjata!

        Eks Staf Khusus Mensesneg itu menambahkan, dengan posisi Moeldoko saat ini, Jokowi perlu memberikan penjelasan. Berbeda jika Moeldoko bukan Kepala Staf Kepresidenan. "Itu menjadi alasan Presiden harus memberi jawaban terhadap surat dari Partai Demokrat itu," terangnya.

        Apa konsekuensinya Jokowi tak jawab surat AHY? Secara hukum, kata Margarito, tidak ada. Tapi, jika Jokowi menjawab, polemik yang terjadi akan lebih cepat reda. "Beliau akan terlihat betul-betul ksatria. Layak dihargai sebagai pemimpin," pungkasnya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Rosmayanti

        Bagikan Artikel: