Direktur Eksekutif Indo Barometer M Qodari menyebut nama Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sebagai sutradara pembongkaran upaya kudeta Ketua Umum (Ketum) Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY). Tujuannya tidak lain agar isu upaya kudeta oleh Kepala Staf Presiden (KSP) Moeldoko terhenti dan Demokrat bisa menuai elektabilitas.
Kepala Badan Komunikasi Strategis (Bakomstra) DPP Partai Demokrat Herzaky Mahendra Putra menepis semua tudingan tersebut. Dia menduga bahwa Qodari masih menggunakan data lama.
"Bang Qodari ini analisisnya out of date ketinggalan zaman, mungkin masih pakai data jadul. Masih bawa-bawa Pak SBY saja, mungkin dipikirnya Bang Qodari, Ketumnya Partai Demokrat, masih Pak SBY. Sekarang ini sudah era Ketua Umumnya AHY," kata Herzaky kepada wartawan, Kamis (11/2/2021).
Baca Juga: Panas, Mantan Petinggi Demokrat Gebuk AHY VS Elite Demokrat Bela AHY Mati-matian
Herzaky menegaskan, terbongkarnya rencana pengambilalihan kepemimpinan Partai Demokrat yang dilakukan pejabat lingkaran Presiden bersama mantan kader yang sudah dipecat karena kasus korupsi, serta segelintir kader ini dipimpin langsung oleh Ketum AHY. Yang memimpin perencanaan, persiapan, dan pelaksanaan pengungkapan dan penumpasan Gerakan Pengambilalihan Kepemimpinan Partai Demokrat (GPK PD), adalah Ketum AHY.
"Ada beberapa kali rapat dengan pengurus teras Partai Demokrat yang dilakukan Ketua Umum AHY secara intens menjelang konferensi pers," terangnya.
Menurut dia, Demokrat mengungkap isu kudeta ini lewat konferensi pers karena kejadian ini sangatlah perlu dijadikan pembelajaran bersama bagi seluruh elemen bangsa, terutama parpol. Jika GPK PD yang dilakukan pejabat negara di lingkaran Presiden dibiarkan dan dibenarkan, tentu sangat mencederai rasa keadilan di negeri ini.
Kalau gerakan ini dibiarkan dan dibenarkan, maka bisa menjadi contoh dan bisa saja mendorong pejabat negara manapun yang memiliki ambisi politik dan ambisi kekuasaan yang sangat besar, menempuh jalan pintas, melakukan sesuatu yang menabrak etika politik, the rule of law dan rules of the game.
"Jadi, bukan untuk menaikkan elektabilitas kami. Elektabilitas Partai Demokrat sebelum ada konferensi pers minggu lalu, sudah meroket sejak kepemimpinan AHY menurut beberapa lembaga survei, seperti Indikator, VoxPopuli, Polmatrix, dan beberapa lembaga survei lainnya," tegas Herzaky.
Selain itu, Herzaky menambahkan, terungkapnya isu kudeta ini jug menunjukkan soliditas dan kepercayaan tinggi para kader dan pengurus Partai Demokrat kepada kepemimpinan AHY.
Sejumlah pemilik suara di Partai Demokrat, didekati dan diiming-imingi uang dalam jumlah besar, bahkan fasilitas lainnya, termasuk jabatan, jika bersedia mendukung Kongres Luar Biasa (KLB) dan mengangkat pejabat negara di lingkaran Presiden sebagai Ketum menggantikan AHY.
Baca Juga: Bantah Keras, Demokrat Lantang: Revisi UU Pemilu Harga Mati
"Tetapi, mereka menolak keras tawaran itu, dan memilih untuk melaporkannya ke AHY," imbuhnya.
Oleh karena itu, Herzaky menegaskan, keliru kalau menganggap kepemimpinan AHY di Partai Demokrat tidak kokoh. Ada peran penting pejabat negara yang dekat dengan Presiden dalam GPK PD ini saja, para pemilik suara kami di berbagai pelosok Indonesia, menolak keras ikut ambil bagian.
Hanya segelintir kader senior dan mantan kader senior sisa-sisa era feodal yang tidak berkenan melihat Demokrat maju pesat setahun terakhir saja yang minat ikut genderang pejabat negara tersebut.
"Pasca terbongkarnya upaya GPK PD ini pun, ramai-ramai pengurus DPD se-Indonesia dan DPC dari berbagai pelosok, membuat deklarasi kesetiaan dan mendukung kepemimpinan AHY di publik," tandas Herzaky.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Rosmayanti